29 C
Medan
Friday, June 21, 2024

Kasus JR Saragih Ngendap

MEDAN-Jangankan masuk ke tahap penyidikan, perkara dugaan penyelewengan dana APBD Simalungun yang diduga dilakukan Bupati JR Saragih, rupanya belum masuk tahap penyelidikan di Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Sejak perkara ini dilaporkan anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik pada 30 September 2011, hingga kemarin laporan ini masih ngendon di Bagian Pengaduan KPK.

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, menyatakan, hingga saat ini kasus itu belum ditangani penyelidik KPK. “Nggak  nggak ada penanganan perkara APBD Simalungun itu,” ujar Priharsa kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (20/12).

Bukankah perkaranya sudah dilaporkan? Arsa, panggilan Priharsa, mengakui, memang sudah ada laporan. “Tapi masih dalam proses telaah di Bagian Pengaduan,” ujar Arsa. Dia tidak menjelaskan kapan telaah akan kelar, sebab hal itu merupakan kewenangan Bagian Pengaduan.

Sesuai mekanisme yang biasa diterapkan di lembaga yang kini dipimpin Abraham Samad itu, begitu ada pengaduan, maka ditelaah di Bagian Pengaduan. Jika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, Bagian Pengaduan meneruskan ke pimpinan KPK untuk mendapat persetujuan masuk ke tahap penyelidikan. Namun, jika hasil telaah Bagian Pengaduan menyimpulkan tidak ditemukan indikasi korupsi, maka pengaduan tinggallah pengaduan.

Sebelumnya, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan menilai, kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih dan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon, pengalihan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000 miliar untuk membeli mobil anggota DPRD Simalungun, jelas menabrak setidaknya dua ketentuan. Menurut Yuna, perbuatan itu sudah memenuhi delik perbuatan tindak pidana korupsi.

Pertama, alokasi anggaran dana insentif guru sudah ada di APBD, yang ditetapkan dengan Perda APBD. “Bupati dan Ketua DPRD sudah melanggar perda,” ujar Yuna Farhan.

Ketentuan kedua yang dilanggar, dana insentif guru merupakan dana yang dikucurkan pusat ke daerah. Dana ini, mirip dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), peruntukannya sudah jelas, tak bisa dialihkan untuk hal lain.
Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri juga berpendapat sama. Dia menilai, pengalihan dana insentif para guru itu menunjukkan Pemda Simalungun dan DPRD-nya tidak peduli dengan nasib para guru. Jika ini dibiarkan, maka kejadian-kejadian serupa yang mendiskriminasi para guru bisa terulang lagi. Para penguasa lokal, lanjutnya, akan senantiasa meletakkan guru pada posisi yang lemah. Febri mendorong para guru untuk melakukan perlawanan, termasuk kepada DPRD Simalungun.

Seperti diberitakan,anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik sudah melaporkan ke KPK terkait dugaan korupsi yang dilakukan JR Saragih pada APBD Tahun Anggaran (TA) 2010 di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, senilai Rp48 miliar, pada 30 September 2011.

Selain dugaan korupsi dana APBD, JR Saragih juga dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  Solidaritas Anak Bangsa (SAB), dengan No Surat 001/SAB/IX/2011 Tanggal 28 September 2011. JR Saragih diduga berkolusi dengan Ketua  DPRD Simalungun Binton Tindaon, untuk mengalihkan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000 miliar untuk  membeli mobil anggota DPRD Simalungun.

Kenyataan ini tak pelak membuat anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, kecewa. “Laporan pengaduan sudah diberikan, dan ditambah barang bukti baru yaitu testimoni yang saya berikan. Tapi, belum juga ada tanggapan sampai sekarang dari KPK,” tegasnya.

Agar kasus ini tidak mengendap, sambung Bernhard, dia akan menyurati pimpinan KPK yang baru di bawah naungan Abraham Samad. “Kita akan menyurati pimpinan KPK yang baru mengenai adanya laporan tersebut. Dan nanti kita akan memberikan barang bukti baru, dan data-data baru agar KPK bisa segera menindaklanjuti kasus itu. Jadi, kalau memang sudah kuat barang buktinya untuk ditetapkan tersangka maka sebaiknya seperti itu,” ungkapnya. (sam/ari)

MEDAN-Jangankan masuk ke tahap penyidikan, perkara dugaan penyelewengan dana APBD Simalungun yang diduga dilakukan Bupati JR Saragih, rupanya belum masuk tahap penyelidikan di Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Sejak perkara ini dilaporkan anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik pada 30 September 2011, hingga kemarin laporan ini masih ngendon di Bagian Pengaduan KPK.

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, menyatakan, hingga saat ini kasus itu belum ditangani penyelidik KPK. “Nggak  nggak ada penanganan perkara APBD Simalungun itu,” ujar Priharsa kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (20/12).

Bukankah perkaranya sudah dilaporkan? Arsa, panggilan Priharsa, mengakui, memang sudah ada laporan. “Tapi masih dalam proses telaah di Bagian Pengaduan,” ujar Arsa. Dia tidak menjelaskan kapan telaah akan kelar, sebab hal itu merupakan kewenangan Bagian Pengaduan.

Sesuai mekanisme yang biasa diterapkan di lembaga yang kini dipimpin Abraham Samad itu, begitu ada pengaduan, maka ditelaah di Bagian Pengaduan. Jika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, Bagian Pengaduan meneruskan ke pimpinan KPK untuk mendapat persetujuan masuk ke tahap penyelidikan. Namun, jika hasil telaah Bagian Pengaduan menyimpulkan tidak ditemukan indikasi korupsi, maka pengaduan tinggallah pengaduan.

Sebelumnya, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan menilai, kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih dan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon, pengalihan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000 miliar untuk membeli mobil anggota DPRD Simalungun, jelas menabrak setidaknya dua ketentuan. Menurut Yuna, perbuatan itu sudah memenuhi delik perbuatan tindak pidana korupsi.

Pertama, alokasi anggaran dana insentif guru sudah ada di APBD, yang ditetapkan dengan Perda APBD. “Bupati dan Ketua DPRD sudah melanggar perda,” ujar Yuna Farhan.

Ketentuan kedua yang dilanggar, dana insentif guru merupakan dana yang dikucurkan pusat ke daerah. Dana ini, mirip dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), peruntukannya sudah jelas, tak bisa dialihkan untuk hal lain.
Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri juga berpendapat sama. Dia menilai, pengalihan dana insentif para guru itu menunjukkan Pemda Simalungun dan DPRD-nya tidak peduli dengan nasib para guru. Jika ini dibiarkan, maka kejadian-kejadian serupa yang mendiskriminasi para guru bisa terulang lagi. Para penguasa lokal, lanjutnya, akan senantiasa meletakkan guru pada posisi yang lemah. Febri mendorong para guru untuk melakukan perlawanan, termasuk kepada DPRD Simalungun.

Seperti diberitakan,anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik sudah melaporkan ke KPK terkait dugaan korupsi yang dilakukan JR Saragih pada APBD Tahun Anggaran (TA) 2010 di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, senilai Rp48 miliar, pada 30 September 2011.

Selain dugaan korupsi dana APBD, JR Saragih juga dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  Solidaritas Anak Bangsa (SAB), dengan No Surat 001/SAB/IX/2011 Tanggal 28 September 2011. JR Saragih diduga berkolusi dengan Ketua  DPRD Simalungun Binton Tindaon, untuk mengalihkan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000 miliar untuk  membeli mobil anggota DPRD Simalungun.

Kenyataan ini tak pelak membuat anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, kecewa. “Laporan pengaduan sudah diberikan, dan ditambah barang bukti baru yaitu testimoni yang saya berikan. Tapi, belum juga ada tanggapan sampai sekarang dari KPK,” tegasnya.

Agar kasus ini tidak mengendap, sambung Bernhard, dia akan menyurati pimpinan KPK yang baru di bawah naungan Abraham Samad. “Kita akan menyurati pimpinan KPK yang baru mengenai adanya laporan tersebut. Dan nanti kita akan memberikan barang bukti baru, dan data-data baru agar KPK bisa segera menindaklanjuti kasus itu. Jadi, kalau memang sudah kuat barang buktinya untuk ditetapkan tersangka maka sebaiknya seperti itu,” ungkapnya. (sam/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/