DAIRI, SUMUTPOS.CO – Tiga dari tujuh korban hilang tersapu banjir bandang di Desa Longkotan dan Desa Bongkaras, Kecamatan Silima Punggapungga, Kabupaten Dairi, ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Derasnya banjir membuat jasad Bariun Sitorus (33), penduduk Desa Longkotan, terseret hingga ke sungai Lae Souraya, Sumbulsalam, Aceh. Penemuan jasad korban yang jauh dari lokasi banjir, sempat membuat heran para petugas.
KORBAN yang ditemukan pertama kali adalah Bairun Sitorus. Bukan petugas gabungan BPBD dan Basarnas yang menemukannya. Jasad Bairun yang hanyut dari Sungai Bongkaras dan ditemukan masyarakat di Sungai Soraya, Kota Subulussalam, Aceh.
Masyarakat menemukan jenazah Bairun pada Rabu (19/12) siang sekira pukul 14.00 WIB. Jasadnya kemudian dibawa ke rumah sakit terdekat, karena tidak ada yang mengenalinya. “Begitu mendapat kabarn
kita kirim ambulans dan pihak keluarga tadi (kemarin) malam,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Dairi, Bahagia Ginting.
Setibanya di rumah sakit Subulussalam, pihak keluarga dipersilahkan mengenali korban. Dan pihak keluarga sudah memastikan bahwa jenazah yang ditemukan itu adalah benar Bariun Sitorus, penduduk Desa Longkotan.
Selanjutnya, jenazah dibawa pulang. Jenazah Bairun baru tiba di rumah duka di Bongkaras pada Kamis (20/12) dini hari sekira pukul 05.00 WIB. “Saat ini pihak keluarga sedang melaksanakan adat sebelum dimakamkan,” ucap Bahagia.
Korban kedua yang ditemukan adalah Elfrida Sinaga (45). Jenazah berjenis kelamin perempuan itu ditemukan petugas gabungan pada Kamis (20/12) siang sekira pukul 11.30 WIB. Menurut Bahagia, jenazah Elprida ditemukan tim di hutan bantaran Aek Sibongkaras, Sungai Sibongkaras. Posisi korban saat ditemukan dalam posisi terjepit kayu. Sedangkan satu jenazah lainnya, belum bisa diidentifikasi.
Bahagia menyebutkan, saat ini pencarian korban difokuskan di Desa Sibongkaras. Menurutnya, untuk Desa Sibongkaras, terdata 6 orang korban hilang. Tim Basarnas, BPBD Dairi, TNI-Polri serta masyarakat saat ini mulai melakukan pencarian korban ke Desa Sibongkaras.
Menurutnya, sekira 100 perseonel gabungan turun guna mencari empat korban yang masih hilang. Dalam pencarian tersebut, tim gabungan hanya menggunakan peralatan seadanya. Pihaknya mengaku kesulitan dalam melakukan evakuasi dan pencairan lantaran kondisi alam yang kurang bersahabat. “Sungai yang keruh membuat jarak pandang kecil. Alhasil kita cukup terkendala mencari korban hilang. Apalagi tidak ada alat modern yang diturunkan untuk mencari korban,” ungkapnya.
Kepala BPBD Sumut Riadil Akhir Lubis juga mengakui, hingga kemarin masih dilakukan pencarian terhadap empat korban yang belum ditemukan. “Sudah tiga orang korban ditemukan. Sampai sekarang masih terus dilakukan pencarian. Tim sedang bekerja, dari Basarnas, TNI/Polri serta masyarakat juga mencari. Empat korban lagi belum ditemukan,” ujar Riadil Akhir Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (20/12).
Riadil menyebutkan, proses pencarian terus berlangsung karena kondisi cuaca saat itu tergolong cerah dan tidak terjadi hujan deras sualan. Termasuk juga alat berat untuk mencari korban yang masih hilang.
“Kita juga sudah berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk menurunkan anjing pelacak agar memudahkan pencarian. Tetapi memang kalau kondisi hujan deras, tim kita tidak mungkin bisa bekerja,” katanya.
Sawah Rusak
Bencana itu juga, kata Bahagia, telah merusak areal persawahan serta lahan perkebunan di dua desa. Data sementara, katanya, jumlah areal persawahan rusak di Deda Lpngkotan sebanyak 100 hektare dan lahan perkebunan 20 hektare. Sementara di Desa Sibongkaras sawah rusak seluas 50 hektare dan lahan perkebunan 40 hektare.
Mantan Kepala Desa Sibongkaras, Marijon Manik, membenarkan kerusakan lahan pertanian itu. Marijon menerangkan, sedikitnya 50 hektare lahan padi sawah berumur 1-2 minggu hancur dihantam banjir bandang. “Areal persawahan kini rata. Selain rusak sawah, musibah itu juga merusak lahan perkebunan kakao, kopi, serta tanaman jagung. Kerugian petani cukup besar,” ujar Manik.
Ia mengatakan, para petani yang menjadi korban banjir sangat mengharapkan bantuan pemerintah. “Sudah dipastikan para petani di bantaran sungai gagal panen,” ucapnya.
Rahman, warga Desa Bongkara mengatakan, banjir datang begitu cepat dan membuat sejumlah warga tak sempat menyelamatkan diri. Rahman juga melihat gelombang banjir juga menyeret gelondongan kayu dan batu. “Kejadiannya sangat cepat, hitungan menit. Potongan kayu-kayu besar bercampur batu, lumpur dan air tiba-tiba datang ke areal ladang kami,” kata Rahman.
Saat itu, Rahman memang sedang berladang bersama keluarganya, termasuk ayahnya Jaludin Boang Manalu yang hingga kini belum diketahui nasibnya. Ketika hujan turun, Rahman pun berteduh di gubuk. Saat melihat banjir tiba, Rahman segera menggendong anaknya yang berusia empat tahun dan istrinya menggendong bayinya yang baru berusia 9 bulan. “Saya dan istri serta dua anak saya lari menghindari banjir. Ayah saya di belakang kami tinggalkan. Rasanya seperti belum percaya kejadian Selasa sore itu,” ungkapnya.
Usai banjir, Rahman beserta anak istrinya selamat. Namun, sang ayah hingga saat ini belum ditemukan. “Kami masih terus mencari. Menyusuri sepanjang sungai. Banyak potongan kayu besar, batu dan lumpur bertumpuk. Tapi belum juga kami temukan,” kata Janes Boang Manalu, saudara Rahman.
Satu Korban di Tobasa Belum Ditemukan
Sementara terkait longsor di Tobasa, Kepala BPBD Sumut Riadil Akhir Lubis mengatakan, hingga kemarin jasad korban yang masih tertimbun material longsor belum juga ditemukan. Satu orang yang disebutkan sebagai relawan saat terjadi longsor, terus diupayakan proses pencariannya. Meskipun diakui Riadil, masa pencarian biasanya dibatasi selama tujuh hari.
“Itu memang prosedurnya, tetapi bisa ditambah lagi harinya kalau memang ada tanda-tanda. Kalau untuk Tobasa, kita tambah lagi waktu pencarian dua hari kedepan, sesuai permintaan masyarakat,” katanya.
Selain itu, untuk alat berat di Desa Halado tersebut, dirinya mengatakan saat ini tim memprioritaskan penggunaan mobil pemadam kebakaran (damkar) dalam mencari korban. Sebab, setelah berlalu lebih sepekan, alat berat dikhawatirkan akan melukai jasad korban yang hampir dipastikan telah meninggal dunia. “Jadi sekarang digunakan mobil damkar untuk membongkar timbunan longsor. Kita berharap bisa segera menemukan korban,” katanya.
Sebagimana disebutkan bahwa Gubernur telah memberikan imbauan agar masyarakat jangan mendirikan bangunan rumah di tempat yang rawan seperti pinggir sungai dan daerah yang potensial terjaid longsor. Bahkan pemerintah kabupaten/kota diminta untuk mendorong upaya relokasi bagi warga yang masih tinggal di daerah berbahaya. (dvs/bal/bbs)