27 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Dana Hibah untuk USU Disunat

Pagu Rp18,5 M, Cair Rp8,8 M

MEDAN- Indikasi penyelewengan dana APBD Sumatera Utara kembali mengemuka. Ada dugaan penyelewengan dana bantuan ke Universitas Sumatera Utara (USU) senilai Rp9,7 miliar dari jumlah seharusnya Rp18,5  miliar. Dana bantuan itu berada di pos Biro Keuangan dan Biro Bantuan Sosial (Bansos) Provsu.

Dugaan penyelewengan dana APBD ini terungkap saat Komisi E DPRD Sumut melakukan rapat kerja (Raker) dengan pihak USU, di gedung dewan, kemarin (21/3). Anggota Komisi E, Richard Eddy M Lingga mempertanyakan dana APBD yang diterima USU pada 2010 dan 2011 kepada Rektor USU Syahril Pasaribu.

“Saya dan teman-teman di Komisi E ingin mengetahui berapa dana APBD yang dialoksaikan kepada pihak USU,” tanya Richard.

Syahril mengaku tidak begitu memahami hal itu, dan mengalihkan pertanyaan kepada Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting.

Perlahan Armansyah menjelaskan secara detil. Dikatakannya, dana APBD Pemrovsu yang seharusnya diterima USU di tahun 2010 sebesar Rp18,5 miliar. Jumlah itu untuk tiga item yakni, dana pembangunan fisik, pengadaan sarana penunjang dan beasiswa yang di dalamnya termasuk pula biaya belajar dosen USU. Pihak USU akhirnya hanya mendapatkan Rp8,8 miliar untuk item dana beasiswa. Itu pun, melalui perjuangan yang cukup melelahkan.
“Saya mengurus pencairannya sejak Juni 2010. Sempat dua hari berturut-turut, dari pagi sampai malam saya naik turun lantai II dan lantai III Kantor Gubsu di Biro Bansos dan Keuangan,” ungkapnya.

Beberapa bulan kemudian, Desember 2010, barulah pihak USU diundang membahas pencairan dana APBD untuk USU. Pertemuan itu dihadiri Kepala Biro Binsos Hasbullah Lubis, Kepala Biro Keuangan Muhammad Syafii serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Provsu Hasiholan Silaen di Mess Pemprovsu Jalan T Daud.

Awalnya, Provsu akan memberi uang untuk dua item, pembangunan fisik dan pengadaan sarana penunjang. Namun pihak USU tidak bersedia menerimanya kalau item-item yang ada tidak lengkap. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya pencairan yang disepakati adalah untuk dana beasiswa Rp8,8 miliar. Sementara dua item lainnya tidak cair.
“Waktu itu, Pak Hasiholan Silaen (mantan Plt Sekda, Red) sempat menyatakan, semua yang hadir itu harus menandatangani surat persetujuan. Jadi kalau nantinya ada persoalan di belakang hari, maka semua yang menandatangani persetujuan harus bertanggung jawab,” ungkapnya menirukan perkataan Hasiholan Silaen.

Pengakuan itu membuat semua anggota Komisi E DPRD Sumut yang hadir pada Raker tersebut terperangah. Antara satu anggota Komisi E DPRD Sumut saling berpandangan dan menggeleng-gelengkan kepala.

Richard sendiri kepada Sumut Pos menyatakan, menyesalkan kenapa hal itu bisa terjadi. Karena, seharusnya dana-dana untuk pendidikan harus dialokasikan secara benar dan pencairannya tidak harus dipersulit. “Ini demi kepentingan masyarakat, kenapa sampai terjadi hal yang seperti ini di Pemprovsu. Saya sangat menyesalkan itu. Kita sebagai rekan kerja Biro Bansos Provsu akan mencoba mempertanyakan ini, supaya kita mengetahui apa yang terjadi,” tegasnya.

Anggota Komisi E DPRD Sumut lainnya Sopar Siburan juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak Biro Bansos dan Keuangan Provsu.

Mahasiswa Siap Kawal

Menanggapi persoalan itu, Gubernur Fakultas Sastra USU yang juga juru bicara BEM USU, Mawardi, kepada Sumut Pos menyampaikan keprihatinannya mewakili para mahasiswa USU.

“Ini harus ditelusuri, kemana sih aliran dananya. Jika sisa dananya yang tidak dicairkan dikembalikan ke kas daerah, itu tidak masalah. Tapi kalau akhirnya dana yang tidak cair itu masuk ke kantong-kantong pribadi para pejabat di lingkungan Pemprovsu, harus dituntut. Untuk membuktikan itu, dibutuhkan data dan fakta serta bukti yang lengkap dan valid. Kalau nantinya ditemukan, maka sebaiknya harus diserahkan ke ranah hukum. Bila perlu KPK langsung yang turun tangan,” tegasnya.

Sebagai Gubernur Fakultas Sastra, ia berjanji mencari data-data itu. Kemudian akan dikomunikasikan dengan para mahasiswa lainnya serta elemen mahasiswa lainnya, untuk mengawal persoalan tersebut hingga terselesaikan. Karena, pada prinsipnya persoalan ini adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup khalayak banyak yakni, di bidang pendidikan.

“Kami akan membicarakan dengan teman-teman lainnya. Kami akan menyatukan suara, untuk mencari bukti dan mengawal persoalan ini. Dan ini juga sudah memancing sifat kritis dari mahasiswa,” pungkas mahasiswa semester akhir di Fakultas Sastra USU ini.(ari)

Pagu Rp18,5 M, Cair Rp8,8 M

MEDAN- Indikasi penyelewengan dana APBD Sumatera Utara kembali mengemuka. Ada dugaan penyelewengan dana bantuan ke Universitas Sumatera Utara (USU) senilai Rp9,7 miliar dari jumlah seharusnya Rp18,5  miliar. Dana bantuan itu berada di pos Biro Keuangan dan Biro Bantuan Sosial (Bansos) Provsu.

Dugaan penyelewengan dana APBD ini terungkap saat Komisi E DPRD Sumut melakukan rapat kerja (Raker) dengan pihak USU, di gedung dewan, kemarin (21/3). Anggota Komisi E, Richard Eddy M Lingga mempertanyakan dana APBD yang diterima USU pada 2010 dan 2011 kepada Rektor USU Syahril Pasaribu.

“Saya dan teman-teman di Komisi E ingin mengetahui berapa dana APBD yang dialoksaikan kepada pihak USU,” tanya Richard.

Syahril mengaku tidak begitu memahami hal itu, dan mengalihkan pertanyaan kepada Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting.

Perlahan Armansyah menjelaskan secara detil. Dikatakannya, dana APBD Pemrovsu yang seharusnya diterima USU di tahun 2010 sebesar Rp18,5 miliar. Jumlah itu untuk tiga item yakni, dana pembangunan fisik, pengadaan sarana penunjang dan beasiswa yang di dalamnya termasuk pula biaya belajar dosen USU. Pihak USU akhirnya hanya mendapatkan Rp8,8 miliar untuk item dana beasiswa. Itu pun, melalui perjuangan yang cukup melelahkan.
“Saya mengurus pencairannya sejak Juni 2010. Sempat dua hari berturut-turut, dari pagi sampai malam saya naik turun lantai II dan lantai III Kantor Gubsu di Biro Bansos dan Keuangan,” ungkapnya.

Beberapa bulan kemudian, Desember 2010, barulah pihak USU diundang membahas pencairan dana APBD untuk USU. Pertemuan itu dihadiri Kepala Biro Binsos Hasbullah Lubis, Kepala Biro Keuangan Muhammad Syafii serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) Provsu Hasiholan Silaen di Mess Pemprovsu Jalan T Daud.

Awalnya, Provsu akan memberi uang untuk dua item, pembangunan fisik dan pengadaan sarana penunjang. Namun pihak USU tidak bersedia menerimanya kalau item-item yang ada tidak lengkap. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya pencairan yang disepakati adalah untuk dana beasiswa Rp8,8 miliar. Sementara dua item lainnya tidak cair.
“Waktu itu, Pak Hasiholan Silaen (mantan Plt Sekda, Red) sempat menyatakan, semua yang hadir itu harus menandatangani surat persetujuan. Jadi kalau nantinya ada persoalan di belakang hari, maka semua yang menandatangani persetujuan harus bertanggung jawab,” ungkapnya menirukan perkataan Hasiholan Silaen.

Pengakuan itu membuat semua anggota Komisi E DPRD Sumut yang hadir pada Raker tersebut terperangah. Antara satu anggota Komisi E DPRD Sumut saling berpandangan dan menggeleng-gelengkan kepala.

Richard sendiri kepada Sumut Pos menyatakan, menyesalkan kenapa hal itu bisa terjadi. Karena, seharusnya dana-dana untuk pendidikan harus dialokasikan secara benar dan pencairannya tidak harus dipersulit. “Ini demi kepentingan masyarakat, kenapa sampai terjadi hal yang seperti ini di Pemprovsu. Saya sangat menyesalkan itu. Kita sebagai rekan kerja Biro Bansos Provsu akan mencoba mempertanyakan ini, supaya kita mengetahui apa yang terjadi,” tegasnya.

Anggota Komisi E DPRD Sumut lainnya Sopar Siburan juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak Biro Bansos dan Keuangan Provsu.

Mahasiswa Siap Kawal

Menanggapi persoalan itu, Gubernur Fakultas Sastra USU yang juga juru bicara BEM USU, Mawardi, kepada Sumut Pos menyampaikan keprihatinannya mewakili para mahasiswa USU.

“Ini harus ditelusuri, kemana sih aliran dananya. Jika sisa dananya yang tidak dicairkan dikembalikan ke kas daerah, itu tidak masalah. Tapi kalau akhirnya dana yang tidak cair itu masuk ke kantong-kantong pribadi para pejabat di lingkungan Pemprovsu, harus dituntut. Untuk membuktikan itu, dibutuhkan data dan fakta serta bukti yang lengkap dan valid. Kalau nantinya ditemukan, maka sebaiknya harus diserahkan ke ranah hukum. Bila perlu KPK langsung yang turun tangan,” tegasnya.

Sebagai Gubernur Fakultas Sastra, ia berjanji mencari data-data itu. Kemudian akan dikomunikasikan dengan para mahasiswa lainnya serta elemen mahasiswa lainnya, untuk mengawal persoalan tersebut hingga terselesaikan. Karena, pada prinsipnya persoalan ini adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup khalayak banyak yakni, di bidang pendidikan.

“Kami akan membicarakan dengan teman-teman lainnya. Kami akan menyatukan suara, untuk mencari bukti dan mengawal persoalan ini. Dan ini juga sudah memancing sifat kritis dari mahasiswa,” pungkas mahasiswa semester akhir di Fakultas Sastra USU ini.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/