27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Satgas TKI Sewa Pengacara Top

Setahun, 600 TKI Tewas di Saudi

SURABAYA – Satuan Tugas (Satgas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merilis data memprihatinkan sehubungan dengan nasib para buruh migran di Arab Saudi. Selama setahun belakangan, 600 TKI meninggal karena berbagai sebab di negeri yang beribu kota di Riyadh.

“Mereka meninggal karena pembunuhan, kecelakaan kerja, hingga lantaran sakit,” ucap Juru Bicara Satgas TKI Humphrey R. Djemat ketika berkunjung  ke kantor redaksi Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, bersama anggota DPD Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) kemarin (18/11).

Humphrey mengatakan, para TKI memang kerap bernasib mengenaskan ketika bekerja di negeri orang. Salah satu pokok penyebabnya, mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai ketika tersandung masalah. “Kalau masalah hukum, selama ini mereka menghadapi sendiri,” terangnya.

Informasi ke pemerintah Indonesia soal TKI yang bermasalah tersebut baru sampai empat sampai lima bulan kemudian. “Setelah divonis mati, informasi soal TKI dari Arab baru sampai ke tanah air,” tambahnya.

Beda halnya dengan tenaga kerja Filipina. Begitu ada tenaga kerja mereka yang jadi korban, informasi tersebut sampai ke Manila tiga hari kemudian.
Mengenai nasib para TKI di Arab Saudi, salah satu langkah yang ditempuh Satgas TKI untuk melindungi para buruh migran adalah menyediakan pengacara lokal. Mereka akan mendampingi TKI yang harus menghadapi masalah hukum. “Selama ini saya selalu bolak-balik Indonesia-Arab Saudi untuk mengurus hal tersebut,” katanya. Dia menambahkan, para pengacara yang disewa pemerintah Indonesia itu adalah para pengacara top di negeri tersebut.

Menurut Humphrey, pendampingan pengacara tersebut setidaknya membikin para majikan di kawasan Arab segan. “Kalau macam-macam sama TKI, mereka ada pendampingnya,” ujarnya.
Pendampingan itu, kata dia, juga salah satu cara meringankan hukuman para TKI yang tersandung masalah. Pengacara-pengacara lokal yang disewa pemerintah Indonesia itu bisa meluruskan persoalan yang terjadi. “Praktiknya, kalau ada pendampingnya, hukumannya akan ringan,” terangnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, banyak TKI yang tersandung, padahal  seharusnya tidak perlu terjadi. Di antaranya soal hukuman bagi mereka yang berbuat syirik (menyekutukan Tuhan). Di Arab Saudi, pelaku syirik diancam hukuman mati. “Misalnya, TKI lupa membuang rambut dan kuku yang dipotong bisa kena tudingan itu,” ucapnya.

Nah, para pengacara sewaan tadi bisa meluruskan hal tersebut. Terutama tentang perbedaan budaya antardua negara. Selama ini, peran pengacara memang belum terpikirkan oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah hanya mengalokasikan dana minim untuk mengurus para TKI bermasalah. Selama ini, untuk semua perkara hanya dianggarkan Rp50 juta untuk satu perwakilan. Padahal, untuk menyewa pengacara lokal tersebut dibutuhkan setidaknya Rp400 juta untuk satu pengacara yang menangani satu perkara.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia akhirnya menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi mulai 1 Agustus.  Pemerintah mengaku telah menyiapkan langkah-langkah teknis sebagai konsekuensi moratorium.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menuturkan, moratorium penempatan TKI sektor domestic worker (penata laksana rumah tangga) ini akan berlaku hingga nota kesepahaman perlindungan TKI ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. (git/c1/ttg/jpnn)

Setahun, 600 TKI Tewas di Saudi

SURABAYA – Satuan Tugas (Satgas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merilis data memprihatinkan sehubungan dengan nasib para buruh migran di Arab Saudi. Selama setahun belakangan, 600 TKI meninggal karena berbagai sebab di negeri yang beribu kota di Riyadh.

“Mereka meninggal karena pembunuhan, kecelakaan kerja, hingga lantaran sakit,” ucap Juru Bicara Satgas TKI Humphrey R. Djemat ketika berkunjung  ke kantor redaksi Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, bersama anggota DPD Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) kemarin (18/11).

Humphrey mengatakan, para TKI memang kerap bernasib mengenaskan ketika bekerja di negeri orang. Salah satu pokok penyebabnya, mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai ketika tersandung masalah. “Kalau masalah hukum, selama ini mereka menghadapi sendiri,” terangnya.

Informasi ke pemerintah Indonesia soal TKI yang bermasalah tersebut baru sampai empat sampai lima bulan kemudian. “Setelah divonis mati, informasi soal TKI dari Arab baru sampai ke tanah air,” tambahnya.

Beda halnya dengan tenaga kerja Filipina. Begitu ada tenaga kerja mereka yang jadi korban, informasi tersebut sampai ke Manila tiga hari kemudian.
Mengenai nasib para TKI di Arab Saudi, salah satu langkah yang ditempuh Satgas TKI untuk melindungi para buruh migran adalah menyediakan pengacara lokal. Mereka akan mendampingi TKI yang harus menghadapi masalah hukum. “Selama ini saya selalu bolak-balik Indonesia-Arab Saudi untuk mengurus hal tersebut,” katanya. Dia menambahkan, para pengacara yang disewa pemerintah Indonesia itu adalah para pengacara top di negeri tersebut.

Menurut Humphrey, pendampingan pengacara tersebut setidaknya membikin para majikan di kawasan Arab segan. “Kalau macam-macam sama TKI, mereka ada pendampingnya,” ujarnya.
Pendampingan itu, kata dia, juga salah satu cara meringankan hukuman para TKI yang tersandung masalah. Pengacara-pengacara lokal yang disewa pemerintah Indonesia itu bisa meluruskan persoalan yang terjadi. “Praktiknya, kalau ada pendampingnya, hukumannya akan ringan,” terangnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, banyak TKI yang tersandung, padahal  seharusnya tidak perlu terjadi. Di antaranya soal hukuman bagi mereka yang berbuat syirik (menyekutukan Tuhan). Di Arab Saudi, pelaku syirik diancam hukuman mati. “Misalnya, TKI lupa membuang rambut dan kuku yang dipotong bisa kena tudingan itu,” ucapnya.

Nah, para pengacara sewaan tadi bisa meluruskan hal tersebut. Terutama tentang perbedaan budaya antardua negara. Selama ini, peran pengacara memang belum terpikirkan oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah hanya mengalokasikan dana minim untuk mengurus para TKI bermasalah. Selama ini, untuk semua perkara hanya dianggarkan Rp50 juta untuk satu perwakilan. Padahal, untuk menyewa pengacara lokal tersebut dibutuhkan setidaknya Rp400 juta untuk satu pengacara yang menangani satu perkara.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia akhirnya menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi mulai 1 Agustus.  Pemerintah mengaku telah menyiapkan langkah-langkah teknis sebagai konsekuensi moratorium.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menuturkan, moratorium penempatan TKI sektor domestic worker (penata laksana rumah tangga) ini akan berlaku hingga nota kesepahaman perlindungan TKI ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. (git/c1/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/