Delay 7 Jam Bayar 50 Juta
MEDAN-Perusahaan Lion Air harus mengocek kas dalam-dalam. Pasalnya, pesawat mereka jurusan Medan-Padang terpaksa delay selama tujuh jam karena kaca kokpit retak. Ujung-ujungnya, Lion Air membayar kompensasi keterlambatan itu sebanyak Rp50 juta untuk penumpang.
Kemarin siang, sebanyak 189 orang calon penumpang pesawat Lion Air yang berangkat dari Bandara Polonia Medan tujuan Padang, Sumatera Barat mengamuk di Terminal.
Keberangkatan Domestik Bandara Polonia Medan. Mereka meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Rp300 ribu per empat jam.
Berdasarkan data yang diperoleh Sumut Pos, 189 penumpang Lion Air JT 231 itu harusnya terbang pada Senin (21/5) pagi 07.00 WIB. Namun, mereka tak jadi terbang karena kaca kokpit pesawat itu retak. Paenumpang pun disuruh menunggu di ruang tunggu.
Setelah menunggu sekitar lima jam, amarah penumpang pun memuncak dan mendatangi outlet penjualan tiket Lion Air di depan pintu Terminal Keberangkatan Domestik. Para penumpang pun marah-marah dan mengamuk dan meminta tanggung jawab dari maskapai tersebut.
Rifai (45), seorang penumpang mengatakan, mereka masuk ke dalam pesawat dan setelah masuk mereka melihat kaca kopkit depan pesawat sedang dalam perbaikan. “Kami disuruh keluar dan menunggu di ruang tunggu,” jelasnya.
Rifai dan penumpang lainnya pun keluar dari dalam pesawat. “Tapi setelah kami tunggu sampai pukul 11.00 WIB, kami tak berangkat juga. Kami pun tak terima dan mendatangi outletnya di depan itu. Tapi, pihak penjualan tiket tak tahu menahu lalu mereka pun memanggil pimpinan mereka. Kami meminta agar diberikan kompensasi sesuai dengan UU yang berlaku,” jelasnya.
Hal senada diucapkan, Yenni (32), saat di Terminal Keberangkatan Domestik. Sebutnya, mereka sempat ribut mengenai ganti rugi dan setelah dipertemukan antara pihak Lion Air dengan Otoritas Bandara Polonia Medan, akhirnya keributan pun dicari jalan tengahnya. “Ganti rugi itu Rp300 ribu, kami rasa masih kurang tapi karena itu sudah ditentukan undang-undang, kami terima. Kami juga minta agar makan siang kami diberikan ganti rugi juga diluar yang Rp300 ribu itu,” terangnya.
Yenni sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh Lion Air karena sangat lambat menyediakan pesawat pengganti. “Lion Air tak mengantisipasinya dengan pesawat pengganti. Seharusnya mereka harus menyediakan pesawat pengganti lah, bukannya disuruh menunggu,” tegasnya.
Kasie Angkutan Udara, Kelayakan Udara & Pengoperasian Udara Otoritas Bandara (Otband) Bandara Polonia Medan, Havandi Gusli mengaku, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan bersama dengan pihak PT Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan dan pihak Lion Air. Dan, memang kaca pesawat mengalami retakan. “Ini murni kerusakan teknis bukannya karena kesalahan manusia. Wajar saja jika ada kerusakan karena manusia saja pun punya daya tahan sendiri apalagi itu pesawat. Setelah dicek, pesawat pun diizinkan terbang karena kerusakannya tak begitu mengganggu. Hanya retakan kecil saja dan pesawat sudah bisa terbang,” jelasnya.
Humas PT Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan, Firdaus menuturkan, alasan gagal terbang pesawat Lion Air JT 0231, karena terjadinya keretakan pada kaca di bahagian depan kokpit pesawat. “Pesawat mengalami keretakan dan terpaksa ditunda keberangkatannya. Setelah dicek dan ternyata pesawat sudah bisa terbang,” ujarnya.
Stasion Manager Lion Air Medan, Effendi menuturkan, pihaknya tetap memberikan ganti rugi kepada penumpang yang berangkat 131 orang sedangkan selebihnya sudah ada yang memilih berangkat dengan pesawat lain. “Ganti rugi tetap kita berikan Rp300 ribu kepada masing-masing orang dan uang makan siang mereka juga kita berikan. Penumpang telah berangkat pukul 14.00 WIB dengan pesawat yang sama karena hanya retakan sedikit dan setelah dicek pesawat layak terbang dan sudah berangkat,” ujarnya.
58 Penumpang Pilih Pesawat Lain
Effendi menambahkan, ada 58 penumpang yang memilih pesawat lain. Dan, ke-58 penumpang itu tidak mendapat kompensasi Rp300 ribu. “Untuk sisanya, mereka memilih berangkat dengan pesawat yang lain. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kompensasi yang diberikan akibat keterlambatan empat jam, namun, yang lainnya sudah memilih berangkat dengan pesawat yang lain,” ujarnya.
Tak hanya itu, Effendi menambahkan, segala sesuatu yang dimakan oleh penumpang termasuk makan siang ditanggung sepenuhnya oleh maskapai Lion Air. “Mereka diberangkatkan dengan Lion Air yang sama yakni JT 231 karena layak terbang,” jelasnya.
Sebut Effendi, pihaknya memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada penumpang dengan total keseluruhan mencapai Rp50 juta. “Rp300 ribu per orang dikalikan 131 orang saja jumlahnya sudah Rp39.300.000. Belum lagi dengan uang makan mereka dan lain-lainnya. Rp300 ribu itu sudah sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh undang-undang,” bebernya.
Melihat kasus ini, Havandi Gusli menegaskan agar maskapai lebih memperhatikan armadanya. “Maskapai harus melakukan pemeriksaan agar terlebih dahulu agar tak terjadi seperti ini,” jelasnya.
Havandi juga menyebutkan, pihaknya sangat menyesalkan maskapai Lion Air yang tak menyediakan pesawat pengganti begitu terjadi hal seperti ini. “Kita juga mintakan kepada masing-masing maskapai agar meyediakan pesawat cadangan jika hal seperti ini terjadi. Ini perlu untuk menjaga agar masyarakat tak mengalami kekecewaan,” pungkasnya. (jon)
UU No. 1/2009 tentang Penerbangan
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 147
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:
a. Mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. Memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
Pasal 170
Jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
Pasal 9
Keterlambatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri dari:
a. Keterlambatan penerbangan (flight delayed);
b. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan
c. Pembatalan penerbangan (cancelation of flight)
Pasal 10
Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
b. Diberikan ganti kerugian sebesar 50 % (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara;
c. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.
Kronologis:
- Pukul 06.00 WIB : Penumpang tiba di Bandara Polonia Medan untuk berangkat ke Padang, Sumatera Barat.
- Pukul 06.30 WIB : Penumpang masuk ke dalam setelah cek-in pesawat karena berangkat pukul 07.00 WIB.
- Namun, penumpang setelah masuk kedalam harus dikeluarkan karena kaca kopkit pesawat mengalami retakan.
- Penumpang pun turun dan kembali ke ruang tunggu penumpang.
- Pukul 11.00 WIB : Penumpang marah dan mengamuk karena mereka tak kunjung berangkat setelah menunggu empat jam lebih.
- Pukul 14.00 WIB : Setelah dilakukan perbaikan pada retakan, akhir 189 penumpang diberangkatkan dengan pesawat Lion Air yang sama JT 231.