MEDAN, SUMUTPOS.CO – Batalnya 12 ribu warga Medan yang menjadi calon peserta baru Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan meski kartu sudah dicetak, dituding akibat adanya intervensi atau instruksi dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Medan Edwin Effendi. Tudingan itu disampaikan Ketua Komisi B DPRD Medan Bahrumsyah. “Ada instruksi belakangan kepada Kepala Dinkes (Medan). Tapi, tidak mungkin disampaikan olehnya untuk membatalkan,” ujar Bahrumsyah, kemarin (21/5).
Bahrumsyah meminta Kadinkes Medan jangan memasang badan agar program JKN-KIS ini tidak berjalan. Sebab, bisa berbahaya dan akan bermasalah di kemudian hari. “Ini akan menjadi masalah besar, karena sudah disepakati dan sesuai alurnya hingga dicetak kartunya. Tapi mendadak belakangan diduga kuat ada instruksi untuk menghambat proses ini agar tidak berjalan,” ujarnya.
Menurut dia, Kadinkes Medan awalnya sudah benar menerapkan seluruh alurnya. Namun, entah kenapa di tengah jalan berubah haluan yang diduga mendapat intervensi dari pimpinannya.
“Kalau memang mau dialihkan anggarannya jangan di tengah jalan, tapi ketika melakukan rancangan anggaran. Bukan disaat sudah disahkan anggaran lalu teringat Permensos Nomor 5/2016, dengan dalih proses validasi data (peserta baru PBI) dilakukan oleh Dinsos Medan,” ketus Bahrumsyah.
Ia menegaskan, dalam APBD Kota Medan 2019 yang sudah disahkan tidak ada mengganggarkan kepada Dinsos Medan untuk melakukan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan sampai akhir tahun ini. “Tak satu rupiah pun APBD 2019 dianggarkan untuk Dinsos Medan melakukan validasi data. Jadi, seharusnya dari awal sudah ada perencanaan yang matang dari Sekda untuk masalah validasi data yang tidak lagi dibebankan kepada Dinsos Medan,” cetusnya.
Jika Dinsos Medan melakukan validasi, lanjutnya, maka hal ini melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Sebab, untuk validasi membutuhkan dana karena harus turun ke lapangan guna melakukan kroscek. “Ini kok tiba-tiba, gak ada angin enggak ada hujan Permensos Nomor 5/2016 diterapkan kembali,” kesalnya.
Hal ini jelas tidak bisa dilakukan karena sudah diatur oleh Perda APBD (2019) dan tidak pernah mengamanahkan walaupun ada regulasi di atasnya (Permensos) untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan sosial. Artinya, kata dia, aturan di atasnya harus diimplementasi melalui yang ada di bawahnya, bukan tumpang tindih. “Jadi, lebih baik ketika pembahasan rancangan APBD tidak disetujui untuk penambahan peserta baru PBI. Daripada seperti ini sudah disepakati, ternyata ditengah jalan ada kebijakan yang melanggar aturan untuk membatalkan,” paparnya.
Kata Bahrumsyah, sudah jelas diatur dalam Perda APBD bahwa validasi data kepesertaan PBI BPJS Kesehatan dilakukan oleh Dinkes Medan. Tapi Dinkes Medan malah bersikeras Dinsos Medan yang melakukan validasi karena berdasarkan Permensos Nomor 5/2016. Padahal, sudah jelas payung hukumnya bahwa persoalan ini menyangkut kesehatan bukan kemiskinan. Jadi, Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai dasar pertimbangan, bukan Surat Keterangan Miskin (SKM). SKTM dapat diurus di kelurahan tempat tinggal warga.
“Kalau begini caranya, jelas ada sesuatu yang ingin mengacaukan program yang sudah dirancang jauh-jauh hari. Jadi, anggaran kesehatan ini diharapkan supaya silpa. Ketika Perubahan APBD, dialihkan ke kegiatan lain. Kami dengan tegas merekomendasi untuk segera melanjutkan program yang sudah dirancang sejak jauh-jauh hari. Jangan dipaksakan validasi data kepada Dinsos Medan, sementara tidak ada nomenklatur yang mengaturnya. Jangan pula berupaya menghambat dengan mencari-cari aturan sebagai dalih payung hukum,” katanya.
Lebih jauh Bahrumsyah mengatakan, program bidang kesehatan untuk kepesertaan baru sudah dianggarkan Rp21,5 miliar dan direncanakan dengan matang. Namun, sesuatu yang direncanakan dengan matang ini tiba-tiba di tengah jalan dibatalkan.
Dia menyatakan, upaya untuk membatalkan program ini dinilai bahaya dan kejam. Istilahnya, mau mencari dan meneropong ada dimana ‘dana segar’. “Kita pasti tunggu dalam Perubahan APBD (P-APBD) 2019. Saya tahu ini muaranya, ketika nanti di bulan 7 (Juli) atau 8 (Agustus) dilihat serapan anggaran ternyata hanya 10 hingga 20 persen dari program tersebut, maka mau dialihkan,” ujarnya menduga.
Politisi PAN ini menambahkan, dia sangat serius untuk melakukan hak interplasi terkait dengan persoalan ini karena dalam hasil rapat bersama kemarin (Senin, 20/5) ternyata amburadul. “Kita akan panggil BPKAD (Medan) untuk memberi penjelasan terkait pencairan uang kepada BPJS Kesehatan mengenai pencetakan kartu pesert baru. Selain itu, kita juga mengundang Sekda Kota Medan untuk hadir karena sudah dua kali diundang tapi tak pernah datang tanpa alasan yang jelas,” tukasnya.
Sementara, Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman yang dikonfirmasi via selulernya belum berhasil. Ketika dihubungi dan dikirimkan pesan singkat, tak ada respon.
Kepala Dinsos Medan, Sutan Endar Lubis mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum ada melakukan verifikasi data masyarakat yang akan masuk ke dalam kuota baru kepesertaan PBI BPJS Kesehatan. “Dinas Kesehatan belum ada berikan datanya, jadi tidak ada yang mau diverifikasi,” ujarnya kepada wartawan.
Terkait kepesertaan baru PBI bisa diterima tanpa harus verifikasi lebih dahulu oleh Dinsos Medan, Endar enggan mengomentari lebih jauh. “Pak Sekda minta peserta PBI yang baru agar diverifikasi oleh Dinsos. Ini yang belum tahu seperti apa perkembangannya, cuma memang hingga hari ini datanya belum ada kita terima,” tandasnya.
Diketahui, alokasi anggaran untuk jaminan kesehatan khususnya PBI BPJS Kesehatan telah ditambah tahun ini dari sebelumnya Rp90 miliar menjadi Rp111,5 miliar. Otomatis, jumlah penerima bantuan kesehatan ini pun bertambah.
Di tahun 2018, kepesertaan BPJS berjumlah sekitar 326 ribu jiwa. Maka dari itu, pada 2019 kuota bertambah 80.527 jiwa. Artinya, sekitar 400 ribu lebih penerima bantuan kesehatan yang diakomodir. Namun, hingga memasuki triwulan II-2019 calon peserta baru yang akan diproses sekitar 12 ribu. Akan tetapi, itupun terancam batal. (ris/ila)