27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Guru Honorer Tak Dapat JPS, Dinsos Sebut Tak Penuhi Kriteria

Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.
Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas sosial (Dinsos) Kota Medan menjawab alasan banyaknya guru honorer dan non PNS yang tidak mendapatkan penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Kota Medan.

Kepala Dinsos Kota Medan, Endar Sutan Lubis mengatakan, jika para guru honorer tersebut memang tidak memenuhi kriteria sebagai penerima JPS.

“Jika memiliki gaji tetap, maka mereka tidak memenuhi kriteria, itu sama dengan petugas penyapu jalan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang pada umumnya juga masih tergolong (masyarakat) prasejahtera,” ucap Endar kepada Sumut Pos, Minggu (21/6).

Dikatakan Endar, hal itu bukan ditentukan oleh Pemko Medan secara penuh melainkan karena telah diatur oleh instruksi menteri dalam negeri (Inmendagri) nomor 1 tahun 2020 tentang pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 di lingkungan pemerintah daerah yang tertuang dalam surat yang dikeluarkan dan ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada tanggal 2 April 2020.

Dalam surat itu, juga terlampir tata cara percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran, salah satunya tentang penyediaan social safety net atau Jaring Pengaman Sosial, antara lain pemberian Hibah/Bansos dan bentuk uang dan/atau barang dari pemerintah daerah secara memadai.

“Dan sesuai dengan Inmendagri Nomor 1 Tahun 2020 itu, salah satu kriterianya adalah masyarakat yang bekerja pada sektor informal yang tidak memiliki gaji atau pendapatan tetap. Sedangkan para guru honorer adalah sebaliknya, mereka adalah pekerja sektor formal dan memiliki pendapatan tetap,” ujarnya.

Namun bila ditelisik lebih dalam, pada poin C No.1 pada lampiran tersebut dapat dimaknai bahwa tidak hanya mereka yang merupakan pekerja informal, tetapi JPS juga dapat disalurkan kepada masyarakat yang lainnya yang memiliki resiko sosial akibat terdampak Covid-19. Walaupun memang kebijakan tersebut dikembalikan kepada masing-masing Pemda, dalam hal ini Pemko Medan untuk dapat disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang dimiliki. “Namun begitupun akan saya diskusikan dengan pak Pimpinan (Plt Wali Kota Medan),” tuturnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik), Muslim Harahap mengatakan, pihaknya tidak dapat menentukan para guru honorer untuk dapat diberikan JPS. Sebab hal itu merupakan wewenang dari Dinas Sosial.

Sedangkan terkait pendataan para guru honorer di Kota Medan untuk diberikan kepada Dinsos agar dapat dipertimbangkan menjadi penerima JPS, kata Muslim, Dinsos tidak dapat mendatanya secara keseluruhan karena banyaknya para guru honorer yang juga bekerja di sekolah-sekolah SD dan SMP swasta. “Yang bisa kita data yang ada di sekolah negeri,” jawabnya.

Sementara itu, Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan pihaknya membenarkan banyaknya para guru honorer di Kota Medan yang tidak masuk kedalam masyarakat penerima JPS. Padahal katanya, saat ini mayoritas guru honorer hidup dalam golongan masyarakat pra sejahtera.

“Bagaimana bisa dibilang sejahtera, rata-rata gaji hanya berkisar Rp400 sampai Rp600 ribu per bulan , menerimanya per 3 bulan sekali. Lalu itupun terkadang masih sering dibayar terlambat, sudah lah nominalnya sangat kecil dan tak cukup buat kebutuhan hidup, itu pun sering terlambat dibayar,” katanya.

Seharusnya, sambung Fahrul, sangat lah wajar bila para guru honorer mendapatkan bantuan-bantuan sosial, salah satunya JPS, mengingat antara bakti dan upahnya yang tidak sebanding. Sedangkan bila syarat penerima JPS harus merupakan pekerja informal, maka para guru honorer pun banyak yang terpaksa menyambung hidup dengan pekerjaan tambahan seperti menjadi ojek online, guru les privat, berdagang dan banyak pekerjaan lainnya.

Sebab, bila hanya menggantungkan hidup dari penghasilan sebagai guru honorer, sudah pasti keluarga para guru honorer ini tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seperti biaya makan, tempat tinggal, sekolah anak-anak dan kebutuhan hidup lainnya.

“Itu kita masih bicara kebutuhan-kebutuhan pokok, sedangkan masih banyak kebutuhan hidup lainnya yang tidak kalah penting dan harus dipenuhi,” pungkasnya.

(map/ila)

Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.
Ilustrasi: Guru honorer saat demo soal upah/gaji mereka beberapa waktu lalu. Mereka bukan termasuk sejahtera, namun tidak mendapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS). istimewa/sumut pos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas sosial (Dinsos) Kota Medan menjawab alasan banyaknya guru honorer dan non PNS yang tidak mendapatkan penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Kota Medan.

Kepala Dinsos Kota Medan, Endar Sutan Lubis mengatakan, jika para guru honorer tersebut memang tidak memenuhi kriteria sebagai penerima JPS.

“Jika memiliki gaji tetap, maka mereka tidak memenuhi kriteria, itu sama dengan petugas penyapu jalan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang pada umumnya juga masih tergolong (masyarakat) prasejahtera,” ucap Endar kepada Sumut Pos, Minggu (21/6).

Dikatakan Endar, hal itu bukan ditentukan oleh Pemko Medan secara penuh melainkan karena telah diatur oleh instruksi menteri dalam negeri (Inmendagri) nomor 1 tahun 2020 tentang pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 di lingkungan pemerintah daerah yang tertuang dalam surat yang dikeluarkan dan ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada tanggal 2 April 2020.

Dalam surat itu, juga terlampir tata cara percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran, salah satunya tentang penyediaan social safety net atau Jaring Pengaman Sosial, antara lain pemberian Hibah/Bansos dan bentuk uang dan/atau barang dari pemerintah daerah secara memadai.

“Dan sesuai dengan Inmendagri Nomor 1 Tahun 2020 itu, salah satu kriterianya adalah masyarakat yang bekerja pada sektor informal yang tidak memiliki gaji atau pendapatan tetap. Sedangkan para guru honorer adalah sebaliknya, mereka adalah pekerja sektor formal dan memiliki pendapatan tetap,” ujarnya.

Namun bila ditelisik lebih dalam, pada poin C No.1 pada lampiran tersebut dapat dimaknai bahwa tidak hanya mereka yang merupakan pekerja informal, tetapi JPS juga dapat disalurkan kepada masyarakat yang lainnya yang memiliki resiko sosial akibat terdampak Covid-19. Walaupun memang kebijakan tersebut dikembalikan kepada masing-masing Pemda, dalam hal ini Pemko Medan untuk dapat disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang dimiliki. “Namun begitupun akan saya diskusikan dengan pak Pimpinan (Plt Wali Kota Medan),” tuturnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik), Muslim Harahap mengatakan, pihaknya tidak dapat menentukan para guru honorer untuk dapat diberikan JPS. Sebab hal itu merupakan wewenang dari Dinas Sosial.

Sedangkan terkait pendataan para guru honorer di Kota Medan untuk diberikan kepada Dinsos agar dapat dipertimbangkan menjadi penerima JPS, kata Muslim, Dinsos tidak dapat mendatanya secara keseluruhan karena banyaknya para guru honorer yang juga bekerja di sekolah-sekolah SD dan SMP swasta. “Yang bisa kita data yang ada di sekolah negeri,” jawabnya.

Sementara itu, Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan pihaknya membenarkan banyaknya para guru honorer di Kota Medan yang tidak masuk kedalam masyarakat penerima JPS. Padahal katanya, saat ini mayoritas guru honorer hidup dalam golongan masyarakat pra sejahtera.

“Bagaimana bisa dibilang sejahtera, rata-rata gaji hanya berkisar Rp400 sampai Rp600 ribu per bulan , menerimanya per 3 bulan sekali. Lalu itupun terkadang masih sering dibayar terlambat, sudah lah nominalnya sangat kecil dan tak cukup buat kebutuhan hidup, itu pun sering terlambat dibayar,” katanya.

Seharusnya, sambung Fahrul, sangat lah wajar bila para guru honorer mendapatkan bantuan-bantuan sosial, salah satunya JPS, mengingat antara bakti dan upahnya yang tidak sebanding. Sedangkan bila syarat penerima JPS harus merupakan pekerja informal, maka para guru honorer pun banyak yang terpaksa menyambung hidup dengan pekerjaan tambahan seperti menjadi ojek online, guru les privat, berdagang dan banyak pekerjaan lainnya.

Sebab, bila hanya menggantungkan hidup dari penghasilan sebagai guru honorer, sudah pasti keluarga para guru honorer ini tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seperti biaya makan, tempat tinggal, sekolah anak-anak dan kebutuhan hidup lainnya.

“Itu kita masih bicara kebutuhan-kebutuhan pokok, sedangkan masih banyak kebutuhan hidup lainnya yang tidak kalah penting dan harus dipenuhi,” pungkasnya.

(map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/