30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Lulus PNS saat Usia Menginjak 35 Tahun

Raden Roro Herliana Christinawati, Guru SLB yang Meraih Penghargaan dari Istana

Raden Roro Herliana Christinawati atau akrab dipanggil Roro guru berprestasi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Pembina di Jalan Karya Ujung, Medan Helvetia.

Dari pengabdiannya Roro menjadi salah satu guru SLB terbaik di Indonesia dan mendapatkan penghargaan dari Istana Negara dan berkesempatan berkunjung ke New Zealand untuk melakukan studi banding.

MEMASAK: RR Herliana  muridnya saat mengajarkan memasak kue  UPT SLB E Negeri Pembina.//sahbainy/sumut pos
MEMASAK: RR Herliana dan muridnya saat mengajarkan memasak kue di UPT SLB E Negeri Pembina.//sahbainy/sumut pos

Roro tamat dari IKIP dengan Jurusan Tata Boga tahun 1994 dan mengajar di SLB E Negeri Pembina menjadi guru Tata Boga. Kesehariannya dihabiskannya mengajari anak-anak yang punya kepribadian khusus dengan memasak dan membuat makanan atau minuman.

Saat ditemui Sumut Pos, Roro sedang berada di sekolahnya persis di ruangan memasak. Roro sedang mengajari lima anak muridnya membuat kue ubi ungu. Begitu disapa Roro mempersilahkan wartawan Sumut Pos masuk. Roro menceritakan, awalnya masuk ke SLB tahun 2006 saat ada pembukaan lamaran tes Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk ditempatkan menjadi guru umum di SLB. Roro kemudian mengikutn
tes tersebut dan akhirnya Roro satu-satunya yang diterima karena saat itu hanya dibutuhkan satu guru saja.
“Masuknya melalui tes PNS tingkat Provinsi Sumut,” kata wanita berkaca mata itu.

Saat tes, katanya usianya sudah menginjak 35 tahun. Tapi dengan pengalamannya menjadi  guru sekolah dasar (SD) di salah satu perguruan swasta di Medan, Roro bisa mengikuti ujian.
“Padahal waktu itu formasi itu yang diminta SMK, tapi yang tersedia SMA, di SMA ini keterampilan yang saya ajari Tata Boga sesuai basic saya,”katanya.

Menurutnya, mengajar di sekolah umum berbeda dengan sekolah kebutuhan khusus, karena anak-anak kebutuhan khusus diberi kebabasan yang mereka sukai dan lebih banyak peraktiknya dari pada teori di kelas.
Roro menceritakan, pengalaman pertama mengajar di SLB dia sempat kesulitan mencerna apa yang dibilang oleh anak mridnya. “Bicara mereka tidak bisa dipahami tapi terus berupaya mengetahui lebih dalam sifat mereka,”katanya.

Roro menjelaskan mengajar di SLB butuh kesabaran. Tapi jika sudah mencintai mereka dan tidak mau memarahinya mereka akan sangat mencintai guru dan merasa sebagai orangtuanya sendiri.
“Kita tidak bisa memarahi mereka. Terkadang mereka malah mengingatkan kita jangan marahdan harus sabar,”ucapnya.

Karena kesabarannya, Roro diikutsertakan oleh pihak sekolah ikut penilaian guru SLB terbaik di Sumut. Ternyata pihak sekolah tidak salah, Roro mendapatkan guru terbaik di Sumut dan diundang oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan penobatan salah satu guru terbaik di Indonesia mewakili Sumut.

Roro menceritakan, penghargaan itu diterimanya pada tahun 2011 yang langsung di undang Istana yang dihadiri oleh Ibu Ani Yudhoyono dan Menteri Pendidikan M Nuh. Setelah  mendapatkan penghargaan, Roro dan guru SLB lainnya diberi kesempatan untuk mendengar pidato presiden dan juga mengikuti  upacara 17 Agustus, serta dibawa jalan-jalan ke Ancol.

Yang paling membahagiakan buat Roro diberi kesempatan study banding ke New Zealand. Di sana ia mendapatkan ilmu yang sangat banyak seperti sekolah yang tidak membedakan antara sekolah umum dan kebutuhan khusus. Selain sekolah tersebut tidak membeda-bedakan, kata Roro, sekolahnya sangat tertib dan kota yang didatangi sangat taat dengan berlalulintas. Roro kini mengimplementasikan ilmu yang didapatnya di sekolahnya dari hasil study banding ke New Zealand.

Roro berharap agar ke depannya sekolah tidak lagi membedakan antara anak yang memiliki kebutuhan khusus dan tidak dan juga guru-guru yang mengajar diajarkan memiliki kebutuhan khusus, jangan dianggap sulit justru itu memotivasi untuk mencari kelebihan dari kekurangan itu.

“Pemeritah hendaknya lebih memperhatikan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini. Bukan hanya memberi bantuan saja, tapi sebenarnya yang diberi haruslah sesuai kebutuhan mereka,”harapnya.
Kepala UPT SLB-E Negeri Pembina, Drs Bahrizal MPd  mengatakan, sangat senang, bangga dan terharu mendapatkan penghargaan. Menurutnya, Roro bisa menaikkan derajat sekolah.

“Karena itu kita memilih Ibu Roro karena kami melihat sangat aktif dengan kebutuhan khusus ini seperti membuat makanan dan minuman. Dan juga masih ada orang yang mau memberikan ilmu yang benar-benar dengan kebutuhan khusus tersebut,”ucapnya.

Selain itu juga dengan pengajaran tersebut, pihak sekolah berharap agar anak-anak kebutuhan khusus ini bisa menjadi mandiri dengan cara berwirausaha ke depannya.
“Dan yang paling utama juga guru-guru lain bisa termotivasi atas penghargaan yang diterima Ibu Roro,”katanya.

Dari data UPT-E Negeri Pembinan pada bulan Oktober 2012, tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) 180 orang, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) sebanyak 50 orang, dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) sebanyak 26 orang. Dari data tersebut beragam kelas yang anak yang kebutuhan khusus sepeti tuna rungu, tuna grahita (mampu didik, latih dan rawat), tuna daksa, tuna laras dan tuna ganda. (*)

Raden Roro Herliana Christinawati, Guru SLB yang Meraih Penghargaan dari Istana

Raden Roro Herliana Christinawati atau akrab dipanggil Roro guru berprestasi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Pembina di Jalan Karya Ujung, Medan Helvetia.

Dari pengabdiannya Roro menjadi salah satu guru SLB terbaik di Indonesia dan mendapatkan penghargaan dari Istana Negara dan berkesempatan berkunjung ke New Zealand untuk melakukan studi banding.

MEMASAK: RR Herliana  muridnya saat mengajarkan memasak kue  UPT SLB E Negeri Pembina.//sahbainy/sumut pos
MEMASAK: RR Herliana dan muridnya saat mengajarkan memasak kue di UPT SLB E Negeri Pembina.//sahbainy/sumut pos

Roro tamat dari IKIP dengan Jurusan Tata Boga tahun 1994 dan mengajar di SLB E Negeri Pembina menjadi guru Tata Boga. Kesehariannya dihabiskannya mengajari anak-anak yang punya kepribadian khusus dengan memasak dan membuat makanan atau minuman.

Saat ditemui Sumut Pos, Roro sedang berada di sekolahnya persis di ruangan memasak. Roro sedang mengajari lima anak muridnya membuat kue ubi ungu. Begitu disapa Roro mempersilahkan wartawan Sumut Pos masuk. Roro menceritakan, awalnya masuk ke SLB tahun 2006 saat ada pembukaan lamaran tes Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk ditempatkan menjadi guru umum di SLB. Roro kemudian mengikutn
tes tersebut dan akhirnya Roro satu-satunya yang diterima karena saat itu hanya dibutuhkan satu guru saja.
“Masuknya melalui tes PNS tingkat Provinsi Sumut,” kata wanita berkaca mata itu.

Saat tes, katanya usianya sudah menginjak 35 tahun. Tapi dengan pengalamannya menjadi  guru sekolah dasar (SD) di salah satu perguruan swasta di Medan, Roro bisa mengikuti ujian.
“Padahal waktu itu formasi itu yang diminta SMK, tapi yang tersedia SMA, di SMA ini keterampilan yang saya ajari Tata Boga sesuai basic saya,”katanya.

Menurutnya, mengajar di sekolah umum berbeda dengan sekolah kebutuhan khusus, karena anak-anak kebutuhan khusus diberi kebabasan yang mereka sukai dan lebih banyak peraktiknya dari pada teori di kelas.
Roro menceritakan, pengalaman pertama mengajar di SLB dia sempat kesulitan mencerna apa yang dibilang oleh anak mridnya. “Bicara mereka tidak bisa dipahami tapi terus berupaya mengetahui lebih dalam sifat mereka,”katanya.

Roro menjelaskan mengajar di SLB butuh kesabaran. Tapi jika sudah mencintai mereka dan tidak mau memarahinya mereka akan sangat mencintai guru dan merasa sebagai orangtuanya sendiri.
“Kita tidak bisa memarahi mereka. Terkadang mereka malah mengingatkan kita jangan marahdan harus sabar,”ucapnya.

Karena kesabarannya, Roro diikutsertakan oleh pihak sekolah ikut penilaian guru SLB terbaik di Sumut. Ternyata pihak sekolah tidak salah, Roro mendapatkan guru terbaik di Sumut dan diundang oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan penobatan salah satu guru terbaik di Indonesia mewakili Sumut.

Roro menceritakan, penghargaan itu diterimanya pada tahun 2011 yang langsung di undang Istana yang dihadiri oleh Ibu Ani Yudhoyono dan Menteri Pendidikan M Nuh. Setelah  mendapatkan penghargaan, Roro dan guru SLB lainnya diberi kesempatan untuk mendengar pidato presiden dan juga mengikuti  upacara 17 Agustus, serta dibawa jalan-jalan ke Ancol.

Yang paling membahagiakan buat Roro diberi kesempatan study banding ke New Zealand. Di sana ia mendapatkan ilmu yang sangat banyak seperti sekolah yang tidak membedakan antara sekolah umum dan kebutuhan khusus. Selain sekolah tersebut tidak membeda-bedakan, kata Roro, sekolahnya sangat tertib dan kota yang didatangi sangat taat dengan berlalulintas. Roro kini mengimplementasikan ilmu yang didapatnya di sekolahnya dari hasil study banding ke New Zealand.

Roro berharap agar ke depannya sekolah tidak lagi membedakan antara anak yang memiliki kebutuhan khusus dan tidak dan juga guru-guru yang mengajar diajarkan memiliki kebutuhan khusus, jangan dianggap sulit justru itu memotivasi untuk mencari kelebihan dari kekurangan itu.

“Pemeritah hendaknya lebih memperhatikan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ini. Bukan hanya memberi bantuan saja, tapi sebenarnya yang diberi haruslah sesuai kebutuhan mereka,”harapnya.
Kepala UPT SLB-E Negeri Pembina, Drs Bahrizal MPd  mengatakan, sangat senang, bangga dan terharu mendapatkan penghargaan. Menurutnya, Roro bisa menaikkan derajat sekolah.

“Karena itu kita memilih Ibu Roro karena kami melihat sangat aktif dengan kebutuhan khusus ini seperti membuat makanan dan minuman. Dan juga masih ada orang yang mau memberikan ilmu yang benar-benar dengan kebutuhan khusus tersebut,”ucapnya.

Selain itu juga dengan pengajaran tersebut, pihak sekolah berharap agar anak-anak kebutuhan khusus ini bisa menjadi mandiri dengan cara berwirausaha ke depannya.
“Dan yang paling utama juga guru-guru lain bisa termotivasi atas penghargaan yang diterima Ibu Roro,”katanya.

Dari data UPT-E Negeri Pembinan pada bulan Oktober 2012, tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) 180 orang, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) sebanyak 50 orang, dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) sebanyak 26 orang. Dari data tersebut beragam kelas yang anak yang kebutuhan khusus sepeti tuna rungu, tuna grahita (mampu didik, latih dan rawat), tuna daksa, tuna laras dan tuna ganda. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/