25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Kisah si Anak Naburju, Dirindukan Ibu-ibu

Mengikuti Romantisme Pulang Kampung Gus Irawan (3/Habis)

“Anak naburjo (Angkola : anak yang baik) sudah datang,” teriak ibu-ibu yang berbaris rapi di sebuah ruangan di Gedung Nasional, Jalan Merdeka, Kota Padang Sidimpuan. Kian dekat, kian bergemuruh. Ribuan undangan yang semula duduk langsung berdiri menyambut Si Anak Naburju. Menyalami, sebagian memeluk dan menciumnya. Ada pula yang terisak.

“ALAH  amang, sehat-sehat ma ho, ma tarida ma sian menek na burjuan ko amang. U ingot ma ho manolongi orang tuamu i pasar marjagal dahanon. Sannari ma sukses ko amang. Ami sasudena i son mandoaon tarcapaima cita-citamu. (Duh nak, sehat-sehatlah, udah terlihat dari kecil kau anak yang baik. Ku ingat kau waktu membantu orangtuamu berjualan beras di pasar. Sekarang sudah sukses. Kami seluruhnya mendoakanmu supaya cita-citamu tercapai (terjemahan bebas Bahasa Angkola, Red),” ujar seorang ibu sambil menciumi pria tersebut.

Suasana semakin haru saat teman-teman masa kecilnya memeluk pria tersebut. Berangkulan sekitar 5 orang. Semuanya saling peluk erat. Tak ada kata-kata keluar selain meluapkan emosi dalam rangkulan. Sambil berjalan memasuki ruangan, airmata terlihat keluar dari mata pria berkacamata tersebut.

Pria naburju tersebut adalah Gus Irawan. Anak keenam pasangan almarhum Hasan Pinayungan Pasaribu dan Alimah Pakpahan itu, kali ini betul-betul pulang kampung. Mulai dari kerabat, tetangga dan masyarakat Kota Padang Sidimpuan, berkumpul menyambut kedatangan Gus di tanah kelahirannya.
Satu-satu persatu para tetua adat dan tokoh masyarakat Sidimpuan memberikan pidato sambutan. Masing-masing menceritakan masa kecil Gus yang sudah terlihat punya bakat kepemimpinan dan jiwa sosial yang tinggi. Menurut mereka, Gus adalah sosok yang istimewa.

Tak banyak kata yang keluar dari mulut Gus. Duduk mendengarkan pidato. Sesekali terlihat ia menghapus airmatanya. Saat giliran Gus memberikan kata sambutan, keharuan di wajahnya tak bisa disembunyikan.

Gus mengungkapkan rasa bahagia dan haru yang mendalam. Disambut di kampung halaman dengan begitu istimewa. Semua teman kecilnya berkumpul. Gus meminta doa dan dukungan masyarakat Tabagsel. “Siap. Kami mendukung Anak Naburju, Gus-Gubernur Sumut,” teriak peserta.
Seorang sahabat kecil, Jusar Nasution, memeluk Gus Irawan begitu lama. Di mata M Jusar, Gus adalah sosok yang patuh dan begitu mencintai kedua orangtuanya. “Seasyik-asyiknya kami bermain, dia selalu pulang tepat waktu. Paling lambat sampai rumah itu pukul 6 sore. Dia harus memasukkan ayam ke kandang, kemudian menutup jendela rumah,” kenang M Jusar.

Dituturkan M Jusar, Gus kecil dan remaja adalah sosok yang supel, ramah, dan rendah hati. Tak pernah memilih-milih teman. Mudah akrab dengan siapa saja. Sampai saat sebagai Direktur Bank Sumut, Gus Irawan sering mendatangi rumah teman-temannya, mengobrol, dan minum kopi ke lopo (warung).
“Sikap sosial Gus begitu simpatik. Kalau ada orang meninggal di Kampung Marancar, dia membantu  mendirikan los,” katanya. (adv)

Mengikuti Romantisme Pulang Kampung Gus Irawan (3/Habis)

“Anak naburjo (Angkola : anak yang baik) sudah datang,” teriak ibu-ibu yang berbaris rapi di sebuah ruangan di Gedung Nasional, Jalan Merdeka, Kota Padang Sidimpuan. Kian dekat, kian bergemuruh. Ribuan undangan yang semula duduk langsung berdiri menyambut Si Anak Naburju. Menyalami, sebagian memeluk dan menciumnya. Ada pula yang terisak.

“ALAH  amang, sehat-sehat ma ho, ma tarida ma sian menek na burjuan ko amang. U ingot ma ho manolongi orang tuamu i pasar marjagal dahanon. Sannari ma sukses ko amang. Ami sasudena i son mandoaon tarcapaima cita-citamu. (Duh nak, sehat-sehatlah, udah terlihat dari kecil kau anak yang baik. Ku ingat kau waktu membantu orangtuamu berjualan beras di pasar. Sekarang sudah sukses. Kami seluruhnya mendoakanmu supaya cita-citamu tercapai (terjemahan bebas Bahasa Angkola, Red),” ujar seorang ibu sambil menciumi pria tersebut.

Suasana semakin haru saat teman-teman masa kecilnya memeluk pria tersebut. Berangkulan sekitar 5 orang. Semuanya saling peluk erat. Tak ada kata-kata keluar selain meluapkan emosi dalam rangkulan. Sambil berjalan memasuki ruangan, airmata terlihat keluar dari mata pria berkacamata tersebut.

Pria naburju tersebut adalah Gus Irawan. Anak keenam pasangan almarhum Hasan Pinayungan Pasaribu dan Alimah Pakpahan itu, kali ini betul-betul pulang kampung. Mulai dari kerabat, tetangga dan masyarakat Kota Padang Sidimpuan, berkumpul menyambut kedatangan Gus di tanah kelahirannya.
Satu-satu persatu para tetua adat dan tokoh masyarakat Sidimpuan memberikan pidato sambutan. Masing-masing menceritakan masa kecil Gus yang sudah terlihat punya bakat kepemimpinan dan jiwa sosial yang tinggi. Menurut mereka, Gus adalah sosok yang istimewa.

Tak banyak kata yang keluar dari mulut Gus. Duduk mendengarkan pidato. Sesekali terlihat ia menghapus airmatanya. Saat giliran Gus memberikan kata sambutan, keharuan di wajahnya tak bisa disembunyikan.

Gus mengungkapkan rasa bahagia dan haru yang mendalam. Disambut di kampung halaman dengan begitu istimewa. Semua teman kecilnya berkumpul. Gus meminta doa dan dukungan masyarakat Tabagsel. “Siap. Kami mendukung Anak Naburju, Gus-Gubernur Sumut,” teriak peserta.
Seorang sahabat kecil, Jusar Nasution, memeluk Gus Irawan begitu lama. Di mata M Jusar, Gus adalah sosok yang patuh dan begitu mencintai kedua orangtuanya. “Seasyik-asyiknya kami bermain, dia selalu pulang tepat waktu. Paling lambat sampai rumah itu pukul 6 sore. Dia harus memasukkan ayam ke kandang, kemudian menutup jendela rumah,” kenang M Jusar.

Dituturkan M Jusar, Gus kecil dan remaja adalah sosok yang supel, ramah, dan rendah hati. Tak pernah memilih-milih teman. Mudah akrab dengan siapa saja. Sampai saat sebagai Direktur Bank Sumut, Gus Irawan sering mendatangi rumah teman-temannya, mengobrol, dan minum kopi ke lopo (warung).
“Sikap sosial Gus begitu simpatik. Kalau ada orang meninggal di Kampung Marancar, dia membantu  mendirikan los,” katanya. (adv)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/