DPRD: Percepat Rencana Aksi
Menanggapi potensi bencana di Sumut yang dinilai besar, Wakil Ketua DPRD Sumut, Ruben Tarigan mendesak Pemprovsu agar segera mengintensifkan rencana aksi penanggulangan bencana alam secara terpadu. Sebagai leading sector, Pemprovsu diharapkan tidak sekadar mengimbau. Tetapi ikut mengoordinasikan permasalahan kebencanaan ke pusat, terutama dalam hal anggaran.
“Koordinasi yang dilakukan tidak sebatas surat edaran dan imbauan saja. Pemprov harus ikut mengupayakan anggaran kebencanaan ke pemerintah pusat. Baru mengajak masyarakat setempat turun bersama untuk melakukan penghijauan misalnya. Rencana aksi yang disusun harus menjadi komitmen bersama untuk direalisasikan nantinya,” katanya kepada Sumut Pos, Selasa (22/1).
Potensi bencana di Sumut, menurutnya bisa terjadi kapan saja. Terutama di titik-titik rawan seperti wilayah perbukitan, pegunungan, daerah aliran sungai, tebing-tebing, hingga yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan lahan. Terkhusus kerusakan hutan, dia mendesak Polda Sumut lebih gencar menyelidiki penyebabnya, sampai ke akar-akarnya.
“Poldasu kita harapkan jangan cuma menunggu data kawasan hutan yang rusak dari Dinas Kehutanan Sumut, yang memang menjadi domain provinsi saat ini. Polda harus menjadi garda terdepan untuk mencari tahu kerusakan hutan di Sumut, melalui Polres dan Polsek-Polsek mereka yang tersebar di daerah. Itu akan lebih efektif dalam mengantisipasi kerusakan hutan kita lebih luas. Dan segera berikan hukuman tegas kalau didapat pelaku kerusakan,” katanya.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, untuk bencana longsor Jembatan Sidua-dua di Jalan Lintas Siantar-Parapat, Simalungun yang berulangkali terjadi, kiranya cepat diidentifikasi akar permasalahannya. Melalui rencana aksi yang akan disusun nantinya, pihaknya mengharapkan ada wujud nyata penanggulangan atas bencana alam tersebut.
“Okelah kalau memang Dishut Sumut menyebut di sana itu bukan kawasan hutan, tapi Area Penggunaan Lain (APL). Tapi di daerah lain, seperti Dairi misalnya, yang juga terjadi bencana alam, kemungkinan ada pembalakan liar harus diusut Polda Sumut. Begitu juga di daerah lain yang ada indikasi serupa,” katanya.
Pihaknya berharap, apabila ada indikasi kerusakan hutan di wilayah Jembatan Sidua-dua, baik oleh Poldasu maupun Walhi Sumut, agar temuannya dibuka ke publik. Jangan sekadar ucapan lisan saja yang nantinya justru dapat menjadi polemik berkepanjangan.
“Ya, memang harus dibuka. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kita mendukung upaya pengusutan bila ada indikasi pembalakan dan pengerusakan kawasan hutan serta lahan. Pemprovsu sekali lagi harus tanggap akan hal ini terutama mendorong dan memastikan alokasi anggaran kebencanaan dari pusat tersedia untuk korban bencana,” pungkasnya.
Dalam rapat koordinasi antarpemangku kepentingan dua minggu lalu yang difasilitasi Pemprovsu, tahun ini akan mulai dibentuk tim terpadu sebagai upaya antisipasi bencana di Sumut. Termasuk penanggulangan pada titik longsor di Jembatan Sidua-dua, yang akan dibuatkan rencana aksi oleh masing-masing instansi.
“Rencana aksi ini akan dilakukan masing-masing OPD (organisasi perangkat daerah), baik provinsi dan kabupaten/kota bersama instansi vertikal. Ini akan jadi pedoman kita bersama. Apakah rencana aksi dalam membahas mitigasi pada saat siaga darurat sebelum bencana, tanggap darurat dan paskabencana. Serta jika diperlukan pendanaan lebih lanjut, kita akan lanjutkan ke Kemenkeu atau Kementerian PUPR,” kata Kepala BPBD Sumut, Riadil Akhir Lubis.
Tim terpadu terkhusus penanganan longsor Jembatan Sidua-dua akan segera dibentuk, seraya meminta masing-masing OPD melakukan supervisi. “Tim nantinya terdiri dari lintas sektoral. Dan akan bersinergi dengan tim ahli Kemen PUPR yang sudah turun ke lokasi. Seluruh kepala daerah juga diminta untuk dapat mengatur tata ruang wilayahnya. Lakukan audit kebencanaan, sehingga ke depan lebih mudah melakukan upaya antisipasinya,” katanya.
Menurut dia, aturan tata ruang yang tidak terkontrol selama ini, membuat masyarakat menjadi korban bila terjadi bencana alam. Karenanya ke depan, Pemprovsu berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya bermukim di area rawan bencana alam. Seperti di pinggir sungai, lereng gunung dan tebing.
“Ke depan akan kita tingkatkan tata ruang terhadap daerah-daerah rawan bencana. Kita juga berupaya memasukkan penanggulangan bencana ke kurikulum sekolah-sekolah. Sehingga ada kesadaran soal kebencanaan sejak dini,” katanya.
Secara umum, pembahasan dalam rakor tersebut terhadap potensi bencana alam di daerah-daerah rawan bencana di Sumut. Termasuk penanganan banjir bandang dan longsor di Ulu Pungkut, Madina, Nias, Toba Samosir dan daerah lainnya.
“Khusus di Jembatan Sidua-dua, dugaan sementara kita adanya aktivitas pertanian dan perkebunan yang bisa dikatakan sebagai penyebab bencana alam. Tapi kita nggak bisa simpulkan dulu, baru sebatas menduga. Masing-masing OPD kita juga sudah memberikan analisis terhadap longsor di sana,” kata mantan Kepala Bappeda Sumut itu. (dvs/prn)