25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Longsor Jembatan Siduadua Disebut Faktor Alam, Walhi: Tunjukkan Citra Satelitnya

istimewa
PASKA-LONGSOR: Sejumlah kendaraan melintas paska-longsor menerjang Jembatan Sidua-dua, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda dan Dinas Kehutanan Sumut kompak menyebut longsor yang menerjang lewat Jembatan Siduadua, Kecamatan Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, disebabkan faktor alam. Dan bukan faktor ulah manusia. Menurut Dinas Kehutanan, ada mata air yang menyebabkan pori-pori tanah menggembur dan membuat tanah di atas jembatan menjadi lumpur. Poldasu juga menyatakan, tim tidak menemukan perambahan hutan lindung di hulu.

Menyikapi opini itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Dana Prima Tarigan, meminta kedua instansi lintasn

sektoral itu transparan dalam memberikan penjelasan ke publik. “Kalau memang Polda maupun Dishut Sumut menyatakan kejadian longsor itu bukan karena ulah manusia, tunjukan mana citra satelitnya! Paparkan ke publik. Jangan sekedar memberikan keterangan tanpa menunjukkan bukti-bukti. Karena masalah longsor ini sudah menjadi masalah publik,” ungkapnya, Selasa (22/1).

Ia menyesalkan sikap pemerintah yang disebutnya mirip seperti pemadam kebakaran. Di mana setiap kejadian serupa, pemerintah dinilai tidak mengusut sampai ke akar masalah. “Pemerintah hanya turun ketika terjadi bencana, tapi tidak mengusut ke akar permasalahannya. Hal ini yang sangat disayangkan. Seperti longsor di Jembatan Siduadua itu, sudah terjadi beberapa kali. Untungnya tidak ada korban, bagaimana kalau ada korban?” sebutnya.

Soal keberadaan Hutan Konsesi yang dikelola sebuah perusahaan bubur kertas di atas kawasan jembatan, menurutnya, harus diselidiki apakah kegiatan penebangan di hutan konsesi itu berpengaruh akan longsor yang terjadi di Jembatan Sidua-dua.

“Perlu dilihat pengaruh penebangan di hutan konsensi itu, mulai dari kemiringan dan jaraknya. Terus ‘kan ada hutan lindung. Apakah itu ditebangi warga dan siapa bekingnya? Itu perlu… karena dampaknya bakal ke masyarakat. Itu ‘kan kawasan lalulintas. Kalau terjadi longsor lagi dan menimbulkan korban jiwa, bagaimana?” ujarnya.

Untuk itu, Dana Tarigan mengimbau Pemprov Sumut atau pihak yang berkompeten untuk memetakan kawasan-kawasan rawan longsot di Sumut. Menurutnya, publikasi kawasan-kawasan rawan longsor itu perlu. “Tapi seperti yang kita lihat Pemprov Sumut seakan sepele. Harusnya mereka tunjukkan kawasan-kawasan rawan longsor tadi… di mana-mana saja titiknya. Jadi masyarakat bisa awas dan perhatian,” tuturnya.

Terkait investigasi lapangan yang mencari penyebab bencana longsor di Jembatan Sidua-dua, Walhi meminta polisi maupun dinas terkait, agar mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat, baik masyarakat setempat maupun LSM yang konsen di bidang lingkungan.

“Dengan begitu, ada transparansi sehingga hasilnya maksimal. Atas dasar itu, Walhi Sumut berencana akan turun ke lapangan melakukan investigasi sendiri, untuk melihat apa penyebab longsor. Masa iya ketika terjadi longsor lagi, kita menyalahkan mata air?” sebutnya.

Terakhir ia meminta pemerintah mengambil tindakan cepat, mengantisipasi longsor susulan. “Kasihan masyarakat di sana kalau pemerintah cuma mengorek longsoran saja. Harus segera dibuat langkah konkrit, supaya longsor tidak berdampak lebih besar,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, longsor di Jembatan Siduadua Parapat mulai terjadi sejak 15 Desember 2018. Hasil pencitraan video drone BBPJN II sebelumnya, ada kerusakan yang disebabkan ulah manusia dalam bencana tersebut.

istimewa
PASKA-LONGSOR: Sejumlah kendaraan melintas paska-longsor menerjang Jembatan Sidua-dua, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda dan Dinas Kehutanan Sumut kompak menyebut longsor yang menerjang lewat Jembatan Siduadua, Kecamatan Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, disebabkan faktor alam. Dan bukan faktor ulah manusia. Menurut Dinas Kehutanan, ada mata air yang menyebabkan pori-pori tanah menggembur dan membuat tanah di atas jembatan menjadi lumpur. Poldasu juga menyatakan, tim tidak menemukan perambahan hutan lindung di hulu.

Menyikapi opini itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Dana Prima Tarigan, meminta kedua instansi lintasn

sektoral itu transparan dalam memberikan penjelasan ke publik. “Kalau memang Polda maupun Dishut Sumut menyatakan kejadian longsor itu bukan karena ulah manusia, tunjukan mana citra satelitnya! Paparkan ke publik. Jangan sekedar memberikan keterangan tanpa menunjukkan bukti-bukti. Karena masalah longsor ini sudah menjadi masalah publik,” ungkapnya, Selasa (22/1).

Ia menyesalkan sikap pemerintah yang disebutnya mirip seperti pemadam kebakaran. Di mana setiap kejadian serupa, pemerintah dinilai tidak mengusut sampai ke akar masalah. “Pemerintah hanya turun ketika terjadi bencana, tapi tidak mengusut ke akar permasalahannya. Hal ini yang sangat disayangkan. Seperti longsor di Jembatan Siduadua itu, sudah terjadi beberapa kali. Untungnya tidak ada korban, bagaimana kalau ada korban?” sebutnya.

Soal keberadaan Hutan Konsesi yang dikelola sebuah perusahaan bubur kertas di atas kawasan jembatan, menurutnya, harus diselidiki apakah kegiatan penebangan di hutan konsesi itu berpengaruh akan longsor yang terjadi di Jembatan Sidua-dua.

“Perlu dilihat pengaruh penebangan di hutan konsensi itu, mulai dari kemiringan dan jaraknya. Terus ‘kan ada hutan lindung. Apakah itu ditebangi warga dan siapa bekingnya? Itu perlu… karena dampaknya bakal ke masyarakat. Itu ‘kan kawasan lalulintas. Kalau terjadi longsor lagi dan menimbulkan korban jiwa, bagaimana?” ujarnya.

Untuk itu, Dana Tarigan mengimbau Pemprov Sumut atau pihak yang berkompeten untuk memetakan kawasan-kawasan rawan longsot di Sumut. Menurutnya, publikasi kawasan-kawasan rawan longsor itu perlu. “Tapi seperti yang kita lihat Pemprov Sumut seakan sepele. Harusnya mereka tunjukkan kawasan-kawasan rawan longsor tadi… di mana-mana saja titiknya. Jadi masyarakat bisa awas dan perhatian,” tuturnya.

Terkait investigasi lapangan yang mencari penyebab bencana longsor di Jembatan Sidua-dua, Walhi meminta polisi maupun dinas terkait, agar mengikutsertakan kelompok-kelompok masyarakat, baik masyarakat setempat maupun LSM yang konsen di bidang lingkungan.

“Dengan begitu, ada transparansi sehingga hasilnya maksimal. Atas dasar itu, Walhi Sumut berencana akan turun ke lapangan melakukan investigasi sendiri, untuk melihat apa penyebab longsor. Masa iya ketika terjadi longsor lagi, kita menyalahkan mata air?” sebutnya.

Terakhir ia meminta pemerintah mengambil tindakan cepat, mengantisipasi longsor susulan. “Kasihan masyarakat di sana kalau pemerintah cuma mengorek longsoran saja. Harus segera dibuat langkah konkrit, supaya longsor tidak berdampak lebih besar,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, longsor di Jembatan Siduadua Parapat mulai terjadi sejak 15 Desember 2018. Hasil pencitraan video drone BBPJN II sebelumnya, ada kerusakan yang disebabkan ulah manusia dalam bencana tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/