27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Tak Diberangkatkan, Imigran Demo

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Sejumlah anak imigran ikut aksi unjuk rasa dengan membentang poster-poster di tempat penampungan Imigran Rumah Detensi Imigrasi Jalan Bunga Cempaka Medan, Kamis, 22 Maret 2018. Dalam aksinya mereka berterimakasih kepada pemerintah Indonesia karena sudah memberi ijin tinggal, dan mereka menuntut kepada lembaga UNHCR dan IOM untuk segera memberangkatkan mereka ke negara ke 3.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan imigran korban konflik dari beberapa negara berunjuk rasa di Penampungan Imigran, Wisma Yayasan Pendidikan Anak Perkebunan (YPAP), Jalan Bunga Cempaka, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Kamis (22/3). Mereka menuntut agar segera diberangkatkan ke berbagai negara tujuan yang dijanjikan.

Unjuk rasa yang digelar di halaman rumah penampungan ini, massa membawa poster tuntutan kepada International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai lembaga yang menaungi mereka. Beberapa pengunjuk rasa kecewa dengan IOM dan UNHCR yang terkesan lepas tangan terhadap nasib mereka. “Kalau sakit kami bayar sendiri ke rumah sakit. Mereka tidak memfasilitasi jika penyakitnya tidak darurat,” kata Khaleed Muhammad, pengungsi asal Sudan.

Para pengungsi sudah merasa jenuh selama berada di penampungan, karena gerak mereka terbatas. Mereka juga tidak bisa bekerja untuk menafkahi keluarga. Setiap bulannya mereka hanya mengandalkan dana dari UNHCR melalui IOM.

Untuk pengungsi yang sudah dewasa, mereka mendapat dana Rp1.250.000/orang. Untuk yang masih berusia di bawah 16 tahun, mereka mengaku hanya diberikan Rp500.000/orang. Dana itu tidak mencukupi untuk kehidupan mereka. Apalagi untuk menyekolahkan anak mereka.

Ada sekitar 500 pengungsi yang tinggal di Wisma YPAP. Di antaranya berasal dari Afghanistan, Pakistan, Somalia, Sudan, Iran, Eritria dan Afrika Selatan. Para pencari suaka tersebut sudah tinggal selama 7-8 tahun meninggalkan negara mereka yang dirundung konflik.

Informasi yang dihimpun, ada seorang pengungsi yang bunuh diri karena depresi tidak diberangkatkan ke negara ketiga. Pengungsi tersebut bernama Hayatullah, 22 asal Afghanistan. “Kabar dari UNHCR buat dia kecewa. Bulan lalu dia bunuh diri,” kata Juma Mohsini, sesama pengungsi Afghanistan.

Sejumlah anak-anak imigran juga ikut dalam aksi tersebut. Mereka membawa foto-foto dampak konflik di negara asalnya. Massa juga menyampaikan penderitaan mereka selama di pengungsian lewat orasi bergantian.

Sementara itu, Kasi Ketertiban dan Keamanan Rudemin Imigrasi Kota Medan Andi Brian mengatakan beberapa pengungsi sudah diberangkatkan ke negara ketiga. Namun kepastian kapan pengungsi lainnya akan diberangkatkan ada di UNHCR. “Mereka ingin kepastian berapa lama lagi tinggal di Indonesia. Kepastian itu hanya ada di UNHCR,” pungkasnya.(adz)

 

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Sejumlah anak imigran ikut aksi unjuk rasa dengan membentang poster-poster di tempat penampungan Imigran Rumah Detensi Imigrasi Jalan Bunga Cempaka Medan, Kamis, 22 Maret 2018. Dalam aksinya mereka berterimakasih kepada pemerintah Indonesia karena sudah memberi ijin tinggal, dan mereka menuntut kepada lembaga UNHCR dan IOM untuk segera memberangkatkan mereka ke negara ke 3.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan imigran korban konflik dari beberapa negara berunjuk rasa di Penampungan Imigran, Wisma Yayasan Pendidikan Anak Perkebunan (YPAP), Jalan Bunga Cempaka, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Kamis (22/3). Mereka menuntut agar segera diberangkatkan ke berbagai negara tujuan yang dijanjikan.

Unjuk rasa yang digelar di halaman rumah penampungan ini, massa membawa poster tuntutan kepada International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai lembaga yang menaungi mereka. Beberapa pengunjuk rasa kecewa dengan IOM dan UNHCR yang terkesan lepas tangan terhadap nasib mereka. “Kalau sakit kami bayar sendiri ke rumah sakit. Mereka tidak memfasilitasi jika penyakitnya tidak darurat,” kata Khaleed Muhammad, pengungsi asal Sudan.

Para pengungsi sudah merasa jenuh selama berada di penampungan, karena gerak mereka terbatas. Mereka juga tidak bisa bekerja untuk menafkahi keluarga. Setiap bulannya mereka hanya mengandalkan dana dari UNHCR melalui IOM.

Untuk pengungsi yang sudah dewasa, mereka mendapat dana Rp1.250.000/orang. Untuk yang masih berusia di bawah 16 tahun, mereka mengaku hanya diberikan Rp500.000/orang. Dana itu tidak mencukupi untuk kehidupan mereka. Apalagi untuk menyekolahkan anak mereka.

Ada sekitar 500 pengungsi yang tinggal di Wisma YPAP. Di antaranya berasal dari Afghanistan, Pakistan, Somalia, Sudan, Iran, Eritria dan Afrika Selatan. Para pencari suaka tersebut sudah tinggal selama 7-8 tahun meninggalkan negara mereka yang dirundung konflik.

Informasi yang dihimpun, ada seorang pengungsi yang bunuh diri karena depresi tidak diberangkatkan ke negara ketiga. Pengungsi tersebut bernama Hayatullah, 22 asal Afghanistan. “Kabar dari UNHCR buat dia kecewa. Bulan lalu dia bunuh diri,” kata Juma Mohsini, sesama pengungsi Afghanistan.

Sejumlah anak-anak imigran juga ikut dalam aksi tersebut. Mereka membawa foto-foto dampak konflik di negara asalnya. Massa juga menyampaikan penderitaan mereka selama di pengungsian lewat orasi bergantian.

Sementara itu, Kasi Ketertiban dan Keamanan Rudemin Imigrasi Kota Medan Andi Brian mengatakan beberapa pengungsi sudah diberangkatkan ke negara ketiga. Namun kepastian kapan pengungsi lainnya akan diberangkatkan ada di UNHCR. “Mereka ingin kepastian berapa lama lagi tinggal di Indonesia. Kepastian itu hanya ada di UNHCR,” pungkasnya.(adz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/