Belanja saat Puasa dan Menjelang Lebaran
MEDAN-Bulan Suci Ramadan sampai mendekati Lebaran dimanfaatkan pusat perbelanjaan untuk manarik pembeli. Caranya, dengan memberikan diskon besar-besaran.
Nah, biasanya kaum hawa suka tertarik dengan diskon atau potongan harga. Tapi, sebaiknya jangan gampang tergiur dengan diskon. Pasalnya, ditengarai, diskon atau semacamnya seperti obral dengan alasan cuci gudang, ternyata banyak di antaranya yang merugikan pembeli alias konsumenn
Modusnya, barang atau produk yang didiskon, harganya dinaikkan dulu baru kemudian diberi potongan harga (diskon).
Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi kepada wartawan, Minggu (22/7) menyebutkan, pusat perbelanjaan pasti mengharapkan keuntungan. Tak terkecuali melalui gelaran diskon. Karena itu, harus lebih mewaspadai berbagai macam diskon. Terkesan ada potongan harga untuk beberapa item untuk membuat konsumen berpikir telah membeli barang yang murah. Tapi ternyata tidak. Masalahnya sebelum mereka mengeluarkan diskon, misalnya harga busana yang ditawarkan harganya adalah Rp120.000. Jangan salah, mendekati bulan puasa biasanya harga tersebut akan dinaikan menjadi Rp150.000.
Pada posisi itu permainan harga dengan embel-embel diskon diterapkan, diskon akan diberikan sebesar 20 persen, itu berarti harga sebenarnya adalah harga yang sama dengan harga sebelum bulan puasa.
Jadi, sambung Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tersebut, sebenarnya sama sekali tidak ada potongan harga. Ada lagi sistem promo jika membeli satu maka akan mendapatkan dua.
“Sebenarnya barang tersebut memiliki harga sama dengan jumlah dua item. Tapi, harga yang dibayarkan untuk satu produk tersebut, sama artinya dengan membeli dua produk. Ini jelas merugikan pembeli yang tak jeli. Karena itu, agar tak gampang terjebak iming-iming diskon, hingga kadang membeli barang yang tak begitu dibutuhkan, lebih baik menentukan prioritas. Selain itu, sebaiknya berbelanjalah dengan pikiran jernih agar tak timbul penyesalan setelah berbelanja,” tambahnya.
Diterangkannya lagi, pemerintah dan konsumen perlu mencuriga trik pelaku usaha, terutama pusat perbelanjaan, yang sering menawarkan barang atau produknya ke masyarakat dengan diskon (potongan harga) tinggi.
Karena itu pemerintah harus mengatur, pedagang (yang memberikan diskon) harus menyampaikan rencana programnya seperti apa.
Misalnya, dikasih hitungan harga berapa, lalu diskonnya berapa. Jadi, memang diketahui diskon itu tidak dinaikkan dulu baru seolah didiskon. Menurutnya, diskon yang ditawarkan para pedagang dan pusat perbelanjaan seperti ini terkesan membohongi para konsumen, karena produk yang ditawarkan sebenarnya tidak didiskon. Pembuatan formulasi itu harus dilakukan karena kecenderungan terjadi pula perang harga antar pedagang yang memberikan diskon dan kesannya tidak sehat apalagi merugikan pelaku usaha lainnya dan rantai lalu lintas distribusi barang.
Formulasi peraturan diskon itu dapat mengadopsi cara pengaturan serupa yang banyak berlaku di luar negeri seperti yang diterapkan di Eropa dan negara maju Asia.
“Misalnya di Perancis, menerapkan pembatasan diskon. Diskon tak bisa terus-menerus diberikan dan hanya di waktu tertentu disertai rincian harga yang jelas,” tuntasnya.(ari)