25 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Jumlahnya Jauh di Bawah Layak, Guru Honorer Belum Gajian 4 Bulan

MENGAWASI: Seorang guru mengawasi try out tingkat SD di SMP Almanar, Jalan Karya Bakti Medan, belum lama ini. Guru honorer Kota Medan per Oktober 2019, belum menerima upah selama 4 bulan terakhir.
MENGAWASI: Seorang guru mengawasi try out tingkat SD di SMP Almanar, Jalan Karya Bakti Medan, belum lama ini. Guru honorer Kota Medan per Oktober 2019, belum menerima upah selama 4 bulan terakhir.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemko Medan memasukkan pendidikan ke dalam satu prioritas pembangunan di Kota Medan, selain kesehatan dan infrastruktur. Namun, hal itu tampaknya tidak berbanding lurus dengan nasib para tenaga pendidik yang masih berstatus sebagai guru honorer di Kota Medan. Pasalnya, hingga saat ini, para guru honorer masih belum mendapatkan upah yang layak.

Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih belum kunjung mendapatkan upah yang layak, atau masih jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) ataupun Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Upah kami masih sangat jauh di bawah UMK atau UMP. Masih jauh di bawah layak,” ungkap Fahrul, Rabu (23/10).

Fahrul mengatakan, hingga saat ini, baik guru honorer yang ada di tingkat SD maupun SMP, hanya menerima upah senilai ratusan ribu rupiah per bulannya. “Enggak semuanya sama. Tapi rata-rata kalau di SD negeri itu, hanya Rp650 ribu per 3 bulan. Bukan per bulan, tapi per 3 bulan. Untuk tingkat SMP juga tak jauh beda, enggak sampai Rp1 juta,” paparnya.

Tak hanya jumlah upah yang dinilainya sangat kecil, upah itu juga baru dibayarkan setiap 3 bulan sekali, bukan setiap bulan. “Nah, persoalannya, sudah dibayar per 3 bulan, itu pun bayarnya belum tentu tepat waktu. Padahal, kebutuhan hidup sudah sangat mendesak,” sesal Fahrul.

Fahrul juga mengatakan, sejumlah pihak sekolah kerap kali menunda upah para guru honorer, dengan dalih Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang belum cair. Bahkan hingga Oktober 2019 ini, rata-rata para guru honorer di Kota Medan belum dibayarkan upahnya selama 4 bulan.

“Padahal kalau Dana BOS sudah cair, belum tentu juga langsung dibayarkan semua. Misalnya sekarang, upah rata-rata guru honorer belum dibayar selama 4 bulan. Tapi kalau Dana BOS sudah cair, pihak sekolah sering kali tidak melunasi upah itu. Paling hanya dibayarkan untuk upah 2 bulan dulu. Upah kami kecil, tapi masih dicicil juga,” bebernya.

Menanggapi hal itu, calon pimpinan DPRD Medan dari Fraksi PKS, Rajuddin Sagala mengaku, sangat miris melihat kondisi guru honorer di Kota Medan saat ini. “Di satu sisi masyarakat dan pemerintah ingin generasi kita mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Tapi di sisi lain, pemerintah sering kali lupa, hal itu harus berbanding lurus dengan kesejahteraan para tenaga pendidik. Baik guru tetap (PNS) ataupun guru honorer. Mereka sama-sama berjasa mencerdaskan generasi bangsa. Tapi kesejahteraan guru honorer masih jauh dari harapan,” ujarnya.

Terkait pihak sekolah yang masih ‘nakal’, dia meminta Pemko Medan segera menindak sekolah-sekolah tersebut. “Kalau ada yang menahan-nahan hak guru, kami akan minta Pemko untuk melihat secara langsung apa penyebabnya.

Kalau Dana BOS sudah diterima oleh pihak sekolah, tapi honor para guru honorer belum juga diberikan, ini tentu tidak benar, ini sudah bentuk kezaliman. Pemko melalui Dinas Pendidikan harus melihat masalah ini secara jeli,” tegas Rajuddin.

Untuk itu, Rajuddin juga meminta agar Pemko Medan kembali mendata secara jelas, jumlah guru honorer yang ada di Kota Medan. Nantinya, jumlah itu disesuaikan dengan dana yang telah disediakan di APBD Kota Medan.

“Mensejahterakan para guru itu adalah tugas pemerintah. Didata dengan baik, dari jumlah maupun masa baktinya. Semua itu harus disesuaikan dengan pendapatannya. Kalau pemerintah mau dunia pendidikan kita berkualitas, maka pemerintah juga harus mau mensejahterakan tenaga pendidik,” pungkasnya. (map/saz)

MENGAWASI: Seorang guru mengawasi try out tingkat SD di SMP Almanar, Jalan Karya Bakti Medan, belum lama ini. Guru honorer Kota Medan per Oktober 2019, belum menerima upah selama 4 bulan terakhir.
MENGAWASI: Seorang guru mengawasi try out tingkat SD di SMP Almanar, Jalan Karya Bakti Medan, belum lama ini. Guru honorer Kota Medan per Oktober 2019, belum menerima upah selama 4 bulan terakhir.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemko Medan memasukkan pendidikan ke dalam satu prioritas pembangunan di Kota Medan, selain kesehatan dan infrastruktur. Namun, hal itu tampaknya tidak berbanding lurus dengan nasib para tenaga pendidik yang masih berstatus sebagai guru honorer di Kota Medan. Pasalnya, hingga saat ini, para guru honorer masih belum mendapatkan upah yang layak.

Ketua Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, Fahrul Lubis mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih belum kunjung mendapatkan upah yang layak, atau masih jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) ataupun Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Upah kami masih sangat jauh di bawah UMK atau UMP. Masih jauh di bawah layak,” ungkap Fahrul, Rabu (23/10).

Fahrul mengatakan, hingga saat ini, baik guru honorer yang ada di tingkat SD maupun SMP, hanya menerima upah senilai ratusan ribu rupiah per bulannya. “Enggak semuanya sama. Tapi rata-rata kalau di SD negeri itu, hanya Rp650 ribu per 3 bulan. Bukan per bulan, tapi per 3 bulan. Untuk tingkat SMP juga tak jauh beda, enggak sampai Rp1 juta,” paparnya.

Tak hanya jumlah upah yang dinilainya sangat kecil, upah itu juga baru dibayarkan setiap 3 bulan sekali, bukan setiap bulan. “Nah, persoalannya, sudah dibayar per 3 bulan, itu pun bayarnya belum tentu tepat waktu. Padahal, kebutuhan hidup sudah sangat mendesak,” sesal Fahrul.

Fahrul juga mengatakan, sejumlah pihak sekolah kerap kali menunda upah para guru honorer, dengan dalih Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang belum cair. Bahkan hingga Oktober 2019 ini, rata-rata para guru honorer di Kota Medan belum dibayarkan upahnya selama 4 bulan.

“Padahal kalau Dana BOS sudah cair, belum tentu juga langsung dibayarkan semua. Misalnya sekarang, upah rata-rata guru honorer belum dibayar selama 4 bulan. Tapi kalau Dana BOS sudah cair, pihak sekolah sering kali tidak melunasi upah itu. Paling hanya dibayarkan untuk upah 2 bulan dulu. Upah kami kecil, tapi masih dicicil juga,” bebernya.

Menanggapi hal itu, calon pimpinan DPRD Medan dari Fraksi PKS, Rajuddin Sagala mengaku, sangat miris melihat kondisi guru honorer di Kota Medan saat ini. “Di satu sisi masyarakat dan pemerintah ingin generasi kita mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Tapi di sisi lain, pemerintah sering kali lupa, hal itu harus berbanding lurus dengan kesejahteraan para tenaga pendidik. Baik guru tetap (PNS) ataupun guru honorer. Mereka sama-sama berjasa mencerdaskan generasi bangsa. Tapi kesejahteraan guru honorer masih jauh dari harapan,” ujarnya.

Terkait pihak sekolah yang masih ‘nakal’, dia meminta Pemko Medan segera menindak sekolah-sekolah tersebut. “Kalau ada yang menahan-nahan hak guru, kami akan minta Pemko untuk melihat secara langsung apa penyebabnya.

Kalau Dana BOS sudah diterima oleh pihak sekolah, tapi honor para guru honorer belum juga diberikan, ini tentu tidak benar, ini sudah bentuk kezaliman. Pemko melalui Dinas Pendidikan harus melihat masalah ini secara jeli,” tegas Rajuddin.

Untuk itu, Rajuddin juga meminta agar Pemko Medan kembali mendata secara jelas, jumlah guru honorer yang ada di Kota Medan. Nantinya, jumlah itu disesuaikan dengan dana yang telah disediakan di APBD Kota Medan.

“Mensejahterakan para guru itu adalah tugas pemerintah. Didata dengan baik, dari jumlah maupun masa baktinya. Semua itu harus disesuaikan dengan pendapatannya. Kalau pemerintah mau dunia pendidikan kita berkualitas, maka pemerintah juga harus mau mensejahterakan tenaga pendidik,” pungkasnya. (map/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/