MEDAN, SUMUTPOS.CO – Membahas persoalan perempuan memang tak ada habisnya. Dibahas dalam berbagai cara, salahsatunya dalam cerpen. Adalah Dini Usman, seorang penulis perempuan asli anak Medan, meluapkan pemikirannya tentang persoalan-persoalan kaum perempuan dalam sebuah buku berjudul Perempuan Kumpulan Duapuluh Cerita Pendek.
Kumpulan cerpen yang diluncurkan tanggal 19 September 2015 di Omerta Koffie, Jalan KH. Wahid Hasyim No. 9 Medan ini mengisahkan para perempuan dalam irama hidup yang dibalut oleh budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, memeluk konstruksi budaya patriarki, di mana kelihatan bahwa posisi perempuan menjadi lebih rendah dari pada laki-laki.
”Saya menemukan kenyataan, bahwa budaya patriarki adalah sumber persoalan,” kata Dini Usman di sela-sela peluncuran buku setebal 170 halaman, yang diterbitkan oleh Atap Buku, Jogjakarta itu.
Menariknya lagi dalam buku ini pembaca akan dikejutkan dengan pengungkapan maskulinisme pada tubuh perempuan dan sebuah cerpen beraliran surealisme. Tidak hanya itu, buku ini bercerita tentang perempuan korban kekerasan yang kerap terjadi di sekitar kita, di mana pelaku kekerasan biasanya dilakukan oleh keluarga atau tetangga dekat.
Buku ini juga mempertanyakan tentang kemiskinan negeri ini, tentang penilaian miring kebanyakan orang kepada perempuan penjaja tubuh, bahkan sampai menganggap nyawa perempuan-perempuan ini tak berharga. Buku yang sarat dengan pembelajaran kehidupan yang penuh lika-liku. Banyak bersinggungan dengan agama berpadu dengan perspektif seorang Dini Usman di dalamnya. Penuh dengan bahasa yang berestetika dan juga bisa menjadi tegas dan garana. Karenanya, buku ini sangat layak dibaca dan dikoleksi.
Hasan Albana dalam prolognya mengatakan, tokoh-tokoh gila pada sebagian besar cerpen-cerpen Dini dapat dikatakan secara tendensius mempertontonkan, betapa sejak lampau perempuan kerap menjadi objek ketidakadilan.
”Di tangan Dini, perempuan-perempuan diberikan porsi yang besar untuk melakukan perlawanan-perlawanan, menyerukan pemberontakan, meskipun masih lebih condong kepada tataran pemikiran, serapah perasaan, benturan-benturan definisi, belum dominan pada eksekusi perilaku,” katanya.
Agus Susilo beda lagi, ia mengatakan, cerpennya semua mantap. Tidak hanya bercerita kosong mengada-ada, tapi hidup dan mengganggu kemapanan. ”Konsepnya kuat. Ini realisme sosial. Cerpen-cerpen ini keren, aneh saja kalau gak suka,” katanya melalui SMS.
Peluncuran buku diisi dengan diskusi sastra menghadirkan Hasan Albana, prosais dan Agus Susilo, aktor teater yang dipandu oleh Hidajat Banjar. Selain itu acara dimeriahkan oleh penampilan monolog yang diambil dari judul cerpen di buku itu, Ceruk Bukit Kapur oleh aktris teater Bunda Jibril Zuhro dan tarian kontemporer oleh penari Agung Suharyanto dengan judul Pewaris Semunding serta sebuah lagu diiringi gitar akustik.
Bila ingin memiliki bukunya, silakan langsung mengontak penulis melalui https://www.facebook.com/dini.usman.10. (rel/mea)