25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

40 Persen Lahan Sawit di Sumut Dikuasai Asing

MEDAN-Dari 1,2 juta hektar lahan sawit di Sumatera Utara, 40 persen lahan sawit sudah dikuasai oleh asing. Karena itu, sebagian besar pengusaha di Sumut memilih untuk berinvestasi di luar negeri, seperti di Afrika dan Asia.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting, mengatakan, pengusaha sawit di Sumut memilih membeli lahan keluar negeri. Ekspansi menjadi pilihan karena pelaku usaha asing lebih menguasai lahan di dalam negeri daripada pengusaha dalam negeri. Bahkan, untuk mempermudah jalan perusahaan, pada umumnya pengusaha ini melakukan dengan cara terang-terangan ataupun terselubung. “Pengusaha sawit sekarang lebih memilih membeli lahan sawit ke beberapa negara yakni Afrika, Nigeria, Liberia, Kamboja dan Vietnam. Karena saat ini, secara persentase lahan di Sumut yang sudah dikuasai asing sekitar 40 persen,” jelasnya.

Dijelaskannya lagi, alasan pengusaha memilih ekspansi karena banykanya masalah yang harus diselesaikan di Sumut, seperti kepastian hukum, RTRW yang belum jelas, pungutan liar, tumpang tindih kebijakan, dan lainnya.

“Berbagai aturan yang satu dengan lainnya tumpang tindih. Belum lagi bicara proses perizinan yang masih sulit sampai sekarang. Berbeda dengan luar negeri, selain kepastian hukum, berbagai kemudahan juga diberikan pemerintah setempat. Ini yang membuat pengusaha malas menanamkan modalnya” tambahnya.

Sementara itu, Pengamat ekonomi Sumut, Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan, praktik-praktik penguasaan asing bahkan sudah merambah ke perusahaan BUMN melalui kerjasama operasional harus diawasi dan dihentikan.

“Kalau usaha perkebunaan dikuasai asing, sama saja kita kembali dijajah meski secara ekonomi,” katanya.
Tafbu mengakui, pembatasan memang sulit dilakukan mengingat perdagangan global. Tetapi sesulit apa-pun, pemerintah harus membuat kebijakan pembatasan seperti yang dilakukan di negara lain seperti Vietnam dan bahkan di Cina yang mengharuskan pengelolaan lahan atau usaha pihak asing harus bermitra dengan pengusaha dalam negeri.

“Pembatasan semakin dirasakan perlu karena nyatanya pengusaha nasional juga semakin banyak berinvestasi ke luar negeri dengan dalih suasana yang tidak kondusif di dalam negeri akibat banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan beban pungutan yang semakin banyak,” pungkasnya. (ram)

MEDAN-Dari 1,2 juta hektar lahan sawit di Sumatera Utara, 40 persen lahan sawit sudah dikuasai oleh asing. Karena itu, sebagian besar pengusaha di Sumut memilih untuk berinvestasi di luar negeri, seperti di Afrika dan Asia.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting, mengatakan, pengusaha sawit di Sumut memilih membeli lahan keluar negeri. Ekspansi menjadi pilihan karena pelaku usaha asing lebih menguasai lahan di dalam negeri daripada pengusaha dalam negeri. Bahkan, untuk mempermudah jalan perusahaan, pada umumnya pengusaha ini melakukan dengan cara terang-terangan ataupun terselubung. “Pengusaha sawit sekarang lebih memilih membeli lahan sawit ke beberapa negara yakni Afrika, Nigeria, Liberia, Kamboja dan Vietnam. Karena saat ini, secara persentase lahan di Sumut yang sudah dikuasai asing sekitar 40 persen,” jelasnya.

Dijelaskannya lagi, alasan pengusaha memilih ekspansi karena banykanya masalah yang harus diselesaikan di Sumut, seperti kepastian hukum, RTRW yang belum jelas, pungutan liar, tumpang tindih kebijakan, dan lainnya.

“Berbagai aturan yang satu dengan lainnya tumpang tindih. Belum lagi bicara proses perizinan yang masih sulit sampai sekarang. Berbeda dengan luar negeri, selain kepastian hukum, berbagai kemudahan juga diberikan pemerintah setempat. Ini yang membuat pengusaha malas menanamkan modalnya” tambahnya.

Sementara itu, Pengamat ekonomi Sumut, Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan, praktik-praktik penguasaan asing bahkan sudah merambah ke perusahaan BUMN melalui kerjasama operasional harus diawasi dan dihentikan.

“Kalau usaha perkebunaan dikuasai asing, sama saja kita kembali dijajah meski secara ekonomi,” katanya.
Tafbu mengakui, pembatasan memang sulit dilakukan mengingat perdagangan global. Tetapi sesulit apa-pun, pemerintah harus membuat kebijakan pembatasan seperti yang dilakukan di negara lain seperti Vietnam dan bahkan di Cina yang mengharuskan pengelolaan lahan atau usaha pihak asing harus bermitra dengan pengusaha dalam negeri.

“Pembatasan semakin dirasakan perlu karena nyatanya pengusaha nasional juga semakin banyak berinvestasi ke luar negeri dengan dalih suasana yang tidak kondusif di dalam negeri akibat banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan beban pungutan yang semakin banyak,” pungkasnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/