33 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Organda dan Kesper Batal Ikut Mogok

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah pengemudi becak bermotor yang tergabung dalam SATU menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Senin (20/3) lalu. Mereka menuntut agar transportasi sistem aplikasi online yang beroperasi di Medan segera ditutup karena tidak memiliki izin dan mematikan sumber pendapatan mereka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di satu sisi, Solidaritas Angkutan Umum (SATU) menilai Organisasi Angkutan Darat (Organda) tidak komit alias ‘balik gagang’ dengan aksi mogok massal ini. Koordinator Aksi SATU Soelaiman Noor mengatakan, pascapertemuan di Hotel Saka perihal regulasi PM 26 yang digagas Kemenhub, Sabtu (21/10), Organda justru menarik diri terhadap rencana aksi tersebut.

“Kami tidak tahu apa yang mendasari sikap
penolakan Organda dan Kesatuan Pemilik
dan Sopir Angkutan (Kesper) tersebut sekaitan aksi ini. Pertanyaannya ini ada apa? Kenapa kami tidak diundang dalam pertemuan itu? Malah selain Organda dan Kesper, para pengusaha juga datang,” pungkasnya.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery
Munthe, tidak bisa dikonfirmasi lagi soal ini.

Padahal pada pekan lalu, ia tampak bersemangat mendengungkan wacana aksi mogok akbar tersebut bersama Kesper dan para sopir angkutan umum serta abang becak di Medan.

Sekretaris Organda Medan Jaya Sinaga mengatakan, pihaknya bukan ingin ‘balik gagang’ sekaitan aksi kali ini. “Bukan ‘balik
gagang’. Pertama Permenhub No 26/2017
inikan telah direvisi, dan implementasinya
untuk penindakan tanggal 1 November 2017. Kalau tidak dilaksanakan tentu Organda akan tetap melakukan aksi stop operasi. Itu kesepakatan semalam di Hotel Saka,” katanya via layanan WhatsApp tadi malam.

Sebelumnya, Ketua Kesper Israel Situmeang saat sosialisasi revisi PM 26 Tahun 2017 di Hotel Saka, Jalan Gajah Mada, Medan Baru, Sabtu (21/10) lalu mengatakan, implementasi PM 26 Tahun 2017 jangan ditunggu sampai 3 bulan lagi. Karena sebelumnya juga sudah ditunggu sampai 1 Juni 2017.

“Menurut hemat kami dari KPUM dan Organda, ini untuk meredam rencana aksi tanggal 24, karena harus menunggu PM ini. Saya tidak bisa jamin apa yang akan terjadi di Medan,” kata Israel.

Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan dalam sosialisasi itu menanyakan soal sanksi. Menurutnya, dia sudah mendengar poin per poin, pasal per pasal dari revisi PM 26 Tahun 2017 itu, namun tidak ada yang mengatur soal sanksi.

Disebutnya, pada aspek penegakan hukum, justru sanksi yang harusnya diatur. Ditegaskan Haposan, jika tidak ada sanksi, peraturan yang sudah bagus akan sia-sia. “Saya dibawa Pak Kadis ke Jakarta, bersama anggota dewan. Kemudian kami audensi dengan Keminfo. Waktu itu ditanya di Keminfo, kira-kira berapa sekarang jumlah taksi online yang sudah jalan. Tidak ada satupun yang bisa jawab. Lalu dimintalah kita bertemu Pak Menteri, Rudiantara, karena waktu itu, waktu sangat sempit, kami tidak bicara, hanya Pak Kadis yang bicara. Tapi juga tidak bisa dijawab, berapa jumlah sebenarnya, “ ujar Haposan.

Dia juga menilai, poin-poin yang dimasukkan dalam revisi PM 26/2017 paling tidak sudah memperlambat kematian angkutan umum konvensional. Diakuinya, hal tersebut sudah jauh memadai untuk menciptakan keseimbangan dan kesetaraan antara taksi online dan taksi konvensional.

Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan

Haposan berharap, dengan PM 26 itu bila dijalankan dengan baik, maka kondusifitas angkutan termasuk di Medan, akan lebih baik. “Maka ke depan ini, keseriusan daripada regulator, bagaimana menjalankan ini dengan baik. Saya kira keseriusan regulator yang bisa menjawab semua masalah- masalah transportasi ke depan. Namun saya kira, kalau tidak diiringi dengan sanksi, malah bisa menjadi bomerang, “ tambah Haposan.

Bentuk Kecewa
Pengamat Transportasi Medis Sejahtera Surbakti menilai, aksi mogok akbar SATU ini sebagai bentuk kecewa para sopir angkutan umum dan abang becak atas tidak tegasnya sikap pemerintah terhadap regulasi yang dibuat.

“Saya sudah berulangkali sampaikan, bahwa suatu regulasi ataupun payung hukum, harus didasari pada azas keadilan dan di dalamnya ada win-win solution. Sebab kalau tidak, seperti ibarat bom waktu bisa meledak kapanpun,” katanya.

Menurut dia, setiap regulasi memunculkan dua pandangan berbeda. Tergantung dari kacamata mana pemerintah dan masyarakat melihatnya. Ada sisi positif dan negatif. “Seharusnya hal begini sudah diantisipasi. Ada perencanaan dan kajian matang sebelum penerapan,” katanya.

Ia menyerukan agar pemerintah dan stakeholder terkait lainnya bisa duduk bersama untuk membicarakan regulasi tersebut. “Apa-apa yang tercantum dalam
aturan main itu sebaiknya disepakati bersama dahulu, sehingga tidak ada penolakan bahkan dirugikan saat penerapannya,” katanya. (ain/prn)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah pengemudi becak bermotor yang tergabung dalam SATU menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Senin (20/3) lalu. Mereka menuntut agar transportasi sistem aplikasi online yang beroperasi di Medan segera ditutup karena tidak memiliki izin dan mematikan sumber pendapatan mereka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di satu sisi, Solidaritas Angkutan Umum (SATU) menilai Organisasi Angkutan Darat (Organda) tidak komit alias ‘balik gagang’ dengan aksi mogok massal ini. Koordinator Aksi SATU Soelaiman Noor mengatakan, pascapertemuan di Hotel Saka perihal regulasi PM 26 yang digagas Kemenhub, Sabtu (21/10), Organda justru menarik diri terhadap rencana aksi tersebut.

“Kami tidak tahu apa yang mendasari sikap
penolakan Organda dan Kesatuan Pemilik
dan Sopir Angkutan (Kesper) tersebut sekaitan aksi ini. Pertanyaannya ini ada apa? Kenapa kami tidak diundang dalam pertemuan itu? Malah selain Organda dan Kesper, para pengusaha juga datang,” pungkasnya.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery
Munthe, tidak bisa dikonfirmasi lagi soal ini.

Padahal pada pekan lalu, ia tampak bersemangat mendengungkan wacana aksi mogok akbar tersebut bersama Kesper dan para sopir angkutan umum serta abang becak di Medan.

Sekretaris Organda Medan Jaya Sinaga mengatakan, pihaknya bukan ingin ‘balik gagang’ sekaitan aksi kali ini. “Bukan ‘balik
gagang’. Pertama Permenhub No 26/2017
inikan telah direvisi, dan implementasinya
untuk penindakan tanggal 1 November 2017. Kalau tidak dilaksanakan tentu Organda akan tetap melakukan aksi stop operasi. Itu kesepakatan semalam di Hotel Saka,” katanya via layanan WhatsApp tadi malam.

Sebelumnya, Ketua Kesper Israel Situmeang saat sosialisasi revisi PM 26 Tahun 2017 di Hotel Saka, Jalan Gajah Mada, Medan Baru, Sabtu (21/10) lalu mengatakan, implementasi PM 26 Tahun 2017 jangan ditunggu sampai 3 bulan lagi. Karena sebelumnya juga sudah ditunggu sampai 1 Juni 2017.

“Menurut hemat kami dari KPUM dan Organda, ini untuk meredam rencana aksi tanggal 24, karena harus menunggu PM ini. Saya tidak bisa jamin apa yang akan terjadi di Medan,” kata Israel.

Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan dalam sosialisasi itu menanyakan soal sanksi. Menurutnya, dia sudah mendengar poin per poin, pasal per pasal dari revisi PM 26 Tahun 2017 itu, namun tidak ada yang mengatur soal sanksi.

Disebutnya, pada aspek penegakan hukum, justru sanksi yang harusnya diatur. Ditegaskan Haposan, jika tidak ada sanksi, peraturan yang sudah bagus akan sia-sia. “Saya dibawa Pak Kadis ke Jakarta, bersama anggota dewan. Kemudian kami audensi dengan Keminfo. Waktu itu ditanya di Keminfo, kira-kira berapa sekarang jumlah taksi online yang sudah jalan. Tidak ada satupun yang bisa jawab. Lalu dimintalah kita bertemu Pak Menteri, Rudiantara, karena waktu itu, waktu sangat sempit, kami tidak bicara, hanya Pak Kadis yang bicara. Tapi juga tidak bisa dijawab, berapa jumlah sebenarnya, “ ujar Haposan.

Dia juga menilai, poin-poin yang dimasukkan dalam revisi PM 26/2017 paling tidak sudah memperlambat kematian angkutan umum konvensional. Diakuinya, hal tersebut sudah jauh memadai untuk menciptakan keseimbangan dan kesetaraan antara taksi online dan taksi konvensional.

Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan

Haposan berharap, dengan PM 26 itu bila dijalankan dengan baik, maka kondusifitas angkutan termasuk di Medan, akan lebih baik. “Maka ke depan ini, keseriusan daripada regulator, bagaimana menjalankan ini dengan baik. Saya kira keseriusan regulator yang bisa menjawab semua masalah- masalah transportasi ke depan. Namun saya kira, kalau tidak diiringi dengan sanksi, malah bisa menjadi bomerang, “ tambah Haposan.

Bentuk Kecewa
Pengamat Transportasi Medis Sejahtera Surbakti menilai, aksi mogok akbar SATU ini sebagai bentuk kecewa para sopir angkutan umum dan abang becak atas tidak tegasnya sikap pemerintah terhadap regulasi yang dibuat.

“Saya sudah berulangkali sampaikan, bahwa suatu regulasi ataupun payung hukum, harus didasari pada azas keadilan dan di dalamnya ada win-win solution. Sebab kalau tidak, seperti ibarat bom waktu bisa meledak kapanpun,” katanya.

Menurut dia, setiap regulasi memunculkan dua pandangan berbeda. Tergantung dari kacamata mana pemerintah dan masyarakat melihatnya. Ada sisi positif dan negatif. “Seharusnya hal begini sudah diantisipasi. Ada perencanaan dan kajian matang sebelum penerapan,” katanya.

Ia menyerukan agar pemerintah dan stakeholder terkait lainnya bisa duduk bersama untuk membicarakan regulasi tersebut. “Apa-apa yang tercantum dalam
aturan main itu sebaiknya disepakati bersama dahulu, sehingga tidak ada penolakan bahkan dirugikan saat penerapannya,” katanya. (ain/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/