30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

400-600 Orang Melintas Setiap Hari Pekan, Kantor Imigrasi Merangkap Money Changer

Pertengahan pekan lalu Sumut Pos berkempatan melintasi tapal batas Indonesia-Papua Nugini lewat jalur Desa Skouw di Provinsi Papua yang berdampingan langsung dengan Provinsi Wutung di wilayah Papua Nugini. Berikut catatan perjalanan ke lokasi paling ujung di bagian timur Indonesia tersebut.

Valdesz Junianto, Skouw-Wutung

PERBATASAN: Suasana di Perbatasan RI-Papua Nugini di Skouw Provinsi Papua. //Valdesz Junianto/sumut pos
PERBATASAN: Suasana di Perbatasan RI-Papua Nugini di Skouw Provinsi Papua. //Valdesz Junianto/sumut pos

PUKUL 08.30 WIB. Terik matahari sudah membakar kulit begitu tiba di pos penjagaan terakhir di Desa Skouw, Distrik Muara Tamin
sekitar 500 meter dari garis demarkasi yang menjadi tapal batas wilayah Indonesia dan Papua Nugini. Perjalanan yang lumayan melelahkan. Dibutuhkan sedikitnya tiga  jam perjalanan darat dari Jayapura untuk sampai di perbatasan kedua negara. Hari Kamis kebetulan hari pekan atau pasar bagi masyarakat di sana.

Aktivitas ekonomi ini dimulai dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. Entah siapa yang menginisiasi adanya hari pekan bagi masyarakat serumpun berlainan kewarganegaraan tersebut. Tapi pastinya kegiatan jual-beli itu sudah dimulai sejak puluhan tahun silam.

Belakangan ada pasar tradisionil dengan jumlah kios mencapai 50 unit dibangun di  sebuah lahan kosong di Desa Skouw. Pasar itu diberi nama Pasar Lonchin yang dikelola oleh Perkumpulan Pedagang Perbatasan (P3). Jaraknya sekitar 50 meter dari pos penjagaan militer atau 100 meter menjelang kantor Imigrasi Indonesia.

Perjalanan menuju tapal batas tentunya amat mengesankan lantaran wilayah ini memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan hamparan laut di bawahnya. Jalan yang kebanyakan mendaki lumayan menguras bahan bakar kendaraan karena melewati beberapa bukit kecil dengan kelokan-kelokan yang rata-rata tajam. Namun kondisi jalan cukup baik dan besar.

Tanda-tanda jarak sudah mendekati perbatasan tatkala menemukan sungai besar Muara Tami yang berair abu-abu. Sungai ini sangat alami dan menjadi tanda perbatasan RI-Papua Nugini. Di atas sungai Muara Tami terdapat pos jaga perbatasan Ring 2 RI. Dari pos ini menuju perbatasan tinggal berjarak tujuh kilometer atau sekitar 7 – 10 menit berkendaraan.

Ketika masuk pos penjagaan Ring 1 RI, mobil yang ditumpangi Sumut Pos distop oleh petugas berseragam militer. Dengan sikap hormat seorang prajurit meminta kartu identitas ditinggalkan.

‘’Prosedurnya memang begitu,’’ ungkap prajurit yang berasal dari Batalyon Infanteri 623/Bhakti Wira Utama Kodam Mulawarman, Kalimantan Selatan tersebut. Prajurit berpangkat dua balok merah itu mengatakan ada 650 personel ditempatkan di dua ring penjagaan perbatasan selama enam bulan ke depan. ‘’Kami baru bertugas awal bulan ini,’’ dia menambahkan.

Setelah melewati pos penjagaan ada kantor imigrasi Skouw. Di kantor ini setiap warga Papua Nugini melaporkan kedatangan mereka. Tak dibutuhkan paspor. Warga negara tetangga itu hanya dibekali selembar surat kuning sebagai pertanda masuk wilayah Indonesia. Surat ‘sakti’ hanya berlaku 1 x 24 jam atau boleh disebut sebagai kunjungan singkat. Batas penggunaannya juga hanya di Distrik Muara Tami. Tak boleh lewat dari wilayah itu. Jika lewat berarti melanggar hukum.

Imron Amirsyah, petugas imigrasi setempat mengatakan, Kantor Imigrasi Skouw menerbitkan 400-600 surat kuning setiap ada hari pasar. Imron menyebutkan biaya yang dikenakan kepada WN Papua Nugini yang masuk wilayah Indonesia tak lebih dari Rp100 ribu atau sekitar 20 Kina setiap orang.

Selain berfungsi sebagai pintu masuk-keluar, Kantor Imigrasi ini juga merangkap tempat penukaran mata uang (money changer) dari Kina (mata uang Papua Nugini) ke rupiah. Di pintu masuk Kantor Imigrasi Skouw, wartawan koran ini sempat berbincang dengan seseorang yang terlihat memegang paspor Indonesia. Perempuan yang asal Blitar, Jawa Timur itu mengaku tengah mengurus visa kunjungannya yang hampir habis. ‘’Setiap dua bulan saya ke sini untuk nge-chop,’’ katanya mengistilahkan perpanjangan visa.

Dia mengaku bekerja di sebuah perusahaan penggergajian kayu milik pengusaha Malaysia. Jaraknya sekitar dua kilometer dari gerbang perbatasan Papua Nugini.

Soal gaji, dia mengatakan dibayar 2.000 Kina setiap bulan. ‘’Kalau ditukar di Kantor Imigrasi 1 Kina Rp4.500 ya, Rp9 juta tiap bulan. Tapi saya mau pindah ke perusahaan punya orang Australia, gajinya lebih besar, ditawari 4.000 Kina sebulan,’’ ungkapnya. Perempuan 40-an tahun yang tak bersedia membuka identitasnya itu sudah delapan bulan bekerja di Papua Nugini.

Sebelum masuk wilayah Papua Nugini terdapat zona netral sepanjang 250 meter yang menghubungkan pintu perbatasan kedua negara. Kendaraan bisa dititipkan di dekat pintu perbatasan RI, karena jika menggunakan kendaraan untuk menyeberang dibutuhkan surat-surat khusus untuk perizinannya.

Perbatasan Indonesia-Papua Nugini memang termasuk kategori rawan konflik. Ketika hendak mengabadikan lokasi perbatasan dengan kamera DSLR, penjaga perbatasan RI memperingatkan Sumut Pos agar menggunakan pocket digital atau kamera handphone. Ini dilatari oleh pengalaman wartawan sebelumnya yang tiba-tiba kamera DSLR kepunyaannya dirampas tentara perbatasan Papua Nugini. Tentu saja jika ini terjadi, penjaga perbatasan RI tidak bisa berbuat banyak jika wilayah perampasannya tersebut berada di wilayah Papua Nugini. ‘’Hati-hati saja, lebih baik titipkan kepada teman,’’ kata seorang petugas imigrasi. (bersambung)

Pertengahan pekan lalu Sumut Pos berkempatan melintasi tapal batas Indonesia-Papua Nugini lewat jalur Desa Skouw di Provinsi Papua yang berdampingan langsung dengan Provinsi Wutung di wilayah Papua Nugini. Berikut catatan perjalanan ke lokasi paling ujung di bagian timur Indonesia tersebut.

Valdesz Junianto, Skouw-Wutung

PERBATASAN: Suasana di Perbatasan RI-Papua Nugini di Skouw Provinsi Papua. //Valdesz Junianto/sumut pos
PERBATASAN: Suasana di Perbatasan RI-Papua Nugini di Skouw Provinsi Papua. //Valdesz Junianto/sumut pos

PUKUL 08.30 WIB. Terik matahari sudah membakar kulit begitu tiba di pos penjagaan terakhir di Desa Skouw, Distrik Muara Tamin
sekitar 500 meter dari garis demarkasi yang menjadi tapal batas wilayah Indonesia dan Papua Nugini. Perjalanan yang lumayan melelahkan. Dibutuhkan sedikitnya tiga  jam perjalanan darat dari Jayapura untuk sampai di perbatasan kedua negara. Hari Kamis kebetulan hari pekan atau pasar bagi masyarakat di sana.

Aktivitas ekonomi ini dimulai dari pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. Entah siapa yang menginisiasi adanya hari pekan bagi masyarakat serumpun berlainan kewarganegaraan tersebut. Tapi pastinya kegiatan jual-beli itu sudah dimulai sejak puluhan tahun silam.

Belakangan ada pasar tradisionil dengan jumlah kios mencapai 50 unit dibangun di  sebuah lahan kosong di Desa Skouw. Pasar itu diberi nama Pasar Lonchin yang dikelola oleh Perkumpulan Pedagang Perbatasan (P3). Jaraknya sekitar 50 meter dari pos penjagaan militer atau 100 meter menjelang kantor Imigrasi Indonesia.

Perjalanan menuju tapal batas tentunya amat mengesankan lantaran wilayah ini memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan hamparan laut di bawahnya. Jalan yang kebanyakan mendaki lumayan menguras bahan bakar kendaraan karena melewati beberapa bukit kecil dengan kelokan-kelokan yang rata-rata tajam. Namun kondisi jalan cukup baik dan besar.

Tanda-tanda jarak sudah mendekati perbatasan tatkala menemukan sungai besar Muara Tami yang berair abu-abu. Sungai ini sangat alami dan menjadi tanda perbatasan RI-Papua Nugini. Di atas sungai Muara Tami terdapat pos jaga perbatasan Ring 2 RI. Dari pos ini menuju perbatasan tinggal berjarak tujuh kilometer atau sekitar 7 – 10 menit berkendaraan.

Ketika masuk pos penjagaan Ring 1 RI, mobil yang ditumpangi Sumut Pos distop oleh petugas berseragam militer. Dengan sikap hormat seorang prajurit meminta kartu identitas ditinggalkan.

‘’Prosedurnya memang begitu,’’ ungkap prajurit yang berasal dari Batalyon Infanteri 623/Bhakti Wira Utama Kodam Mulawarman, Kalimantan Selatan tersebut. Prajurit berpangkat dua balok merah itu mengatakan ada 650 personel ditempatkan di dua ring penjagaan perbatasan selama enam bulan ke depan. ‘’Kami baru bertugas awal bulan ini,’’ dia menambahkan.

Setelah melewati pos penjagaan ada kantor imigrasi Skouw. Di kantor ini setiap warga Papua Nugini melaporkan kedatangan mereka. Tak dibutuhkan paspor. Warga negara tetangga itu hanya dibekali selembar surat kuning sebagai pertanda masuk wilayah Indonesia. Surat ‘sakti’ hanya berlaku 1 x 24 jam atau boleh disebut sebagai kunjungan singkat. Batas penggunaannya juga hanya di Distrik Muara Tami. Tak boleh lewat dari wilayah itu. Jika lewat berarti melanggar hukum.

Imron Amirsyah, petugas imigrasi setempat mengatakan, Kantor Imigrasi Skouw menerbitkan 400-600 surat kuning setiap ada hari pasar. Imron menyebutkan biaya yang dikenakan kepada WN Papua Nugini yang masuk wilayah Indonesia tak lebih dari Rp100 ribu atau sekitar 20 Kina setiap orang.

Selain berfungsi sebagai pintu masuk-keluar, Kantor Imigrasi ini juga merangkap tempat penukaran mata uang (money changer) dari Kina (mata uang Papua Nugini) ke rupiah. Di pintu masuk Kantor Imigrasi Skouw, wartawan koran ini sempat berbincang dengan seseorang yang terlihat memegang paspor Indonesia. Perempuan yang asal Blitar, Jawa Timur itu mengaku tengah mengurus visa kunjungannya yang hampir habis. ‘’Setiap dua bulan saya ke sini untuk nge-chop,’’ katanya mengistilahkan perpanjangan visa.

Dia mengaku bekerja di sebuah perusahaan penggergajian kayu milik pengusaha Malaysia. Jaraknya sekitar dua kilometer dari gerbang perbatasan Papua Nugini.

Soal gaji, dia mengatakan dibayar 2.000 Kina setiap bulan. ‘’Kalau ditukar di Kantor Imigrasi 1 Kina Rp4.500 ya, Rp9 juta tiap bulan. Tapi saya mau pindah ke perusahaan punya orang Australia, gajinya lebih besar, ditawari 4.000 Kina sebulan,’’ ungkapnya. Perempuan 40-an tahun yang tak bersedia membuka identitasnya itu sudah delapan bulan bekerja di Papua Nugini.

Sebelum masuk wilayah Papua Nugini terdapat zona netral sepanjang 250 meter yang menghubungkan pintu perbatasan kedua negara. Kendaraan bisa dititipkan di dekat pintu perbatasan RI, karena jika menggunakan kendaraan untuk menyeberang dibutuhkan surat-surat khusus untuk perizinannya.

Perbatasan Indonesia-Papua Nugini memang termasuk kategori rawan konflik. Ketika hendak mengabadikan lokasi perbatasan dengan kamera DSLR, penjaga perbatasan RI memperingatkan Sumut Pos agar menggunakan pocket digital atau kamera handphone. Ini dilatari oleh pengalaman wartawan sebelumnya yang tiba-tiba kamera DSLR kepunyaannya dirampas tentara perbatasan Papua Nugini. Tentu saja jika ini terjadi, penjaga perbatasan RI tidak bisa berbuat banyak jika wilayah perampasannya tersebut berada di wilayah Papua Nugini. ‘’Hati-hati saja, lebih baik titipkan kepada teman,’’ kata seorang petugas imigrasi. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/