25 C
Medan
Wednesday, November 13, 2024
spot_img

Hasrul & Fadly Berseberangan

JAKARTA-Hubungan Dewan Pengurus Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Sumut dengan Dewan Pimpinan Pusat (PPP) partai berlambang kabah itu tampaknya merenggang. Bahkan, Wakil Ketua Umum PPP Hasrul Azwar dan Ketua DPW PPP Sumut Fadly Nursal berseberang dalam menentukan sikap.

PPP
PPP

Ini semua gara-gara sikap Fadly Nurzal, yang bersama Ketua DPW Jabar Rachmat Yasin, Ketua DPW Sulawesi Selatan (Sulsel) Amir Uskara, menjadi motor penjegalan upaya Mukernas II di Bandung beberapa waktu lalu mengusung nama Ketua Umum PPP Suryadharma Ali (SDA) sebagai capres tunggal dari PPP.

Sementara, para petinggi DPP PPP kompak menginginkan SDA sebagai capres tunggal. Mukernas pun gagal mengajukan SDA sebagai capres tunggal. Wakil Ketum DPP PPP Hasrul Azwar pun terang-terangan mengaku ogah merayu Fadli agar berubah pikiran. “Tidak ada pendekatan lagi. Saya sudah bicara (dengan kelompok Fadli, red), mereka bersikeras dengan sikapnya. Mereka menganggap wajar (mencalonkan nama-nama lain selain SDA sebagai capres, Red). Mereka bilang wajar, saya bilang itu tidak wajar,” ujar politisi senior asal Sumut ini kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (23/2).

Secara prinsip, Ketua Fraksi PPP DPR RI itu mengatakan, sudah semestinya PPP mengusung kadernya sendiri sebagai capres. Hasrul mengaku tidak peduli dengan tokoh-tokoh di luar partainya, yang menurut hasil sejumlah survei, elektabilitasnya moncer.

“Saya hanya kenal SDA, titik. Saya tak peduli Jokowi populer, itu bukan urusan saya. Sama seperti Gerindra, Prabowo, titik,” tegas Hasrul.

Lantas kapan akan dibicarakan lagi pencapres dari PPP? “Setelah Pileg baru akan dibahas lagi,” ujar Hasrul.

Diberitakan sebelumnya, penjegalan deklarasi pencapresan tunggal SDA sudah dirancang sebelum Mukernas, yang dimotori Fadly, Ketua DPW Jabar Rachmat Yasin, dan Ketua DPW Sulsel Amir Uskara.

Kelompok Fadli cs ini ‘menang’, terbukti Mukernas gagal mengusung SDA sebagai capres tunggal. Mukernas menyebut sembilan nama, yakni Jusuf Kalla, Joko Widodo, Din Syamsuddin, Khofifah Indar Parawansa, Isran Noor, Jimly Asshiddiqie, Yenny Wahid dan Jenderal Moeldoko. Belakangan dua nama terakhir dicoret karena tidak mau dicapreskan.

Terkait itu, pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik menilai, konflik yang terjadi di tubuh PPP saat ini lebih bersifat internal. Terlebih dalam melihat potensicapres eksternal yang bakal diusung partai berlambang kakbah itu usai pemilihan legislatif mendatang. Bahkan, miskomunikasi antara DPP dan DPW. “Sebenarnya tidak ada yang berbeda, ketika PPP Sumut mulai menyikapi, lantas dikonfrontasikan ke DPP dan SDA. Karena di tingkat DPP juga membuka diri terhadap calon eksternal, tidak hanya SDA. Justru dalam hal ini membuat Fadly Nurzal kelabakan. Jadi saya kira langkah ini untuk mendiskreditkan Fadly Nurzal,” kata Ahmad Taufa, Minggu (23/2).

Ditanya siapa pihak yang coba mendeskriditkan Fadly Nurzal, Taufan menilai berasal dari orang-orang di internal partai itu sendiri. “Ini kan persoalan internal. Dan, Fadly Nurzal juga sebenarnya tidak melakukan apa-apa. Hanya memenuhi apa yang dikatakan DPP. Karena DPP mulai memperhatikan calon eksternal dan ia pun melihat hal yang sama. Jadi saya kira wajar saja,” ujarnya.

Apalagi sambung Taufan, mengingat elaktabiltas SDA masih sangat rendah, sehingga wajar elit partai mulai melirik calon eksternal. “Sehingga dia (Fadly Nurzal) dipolitisasi seolah-olah melawan. Hemat saya pihak yang mempolitisasi sehingga isu ini jadi besar dari kelompok yang mungkin tidak menginginkan lagi Fadly Nurzal memimpin PPP Sumut,” ungkap Taufan.

Disinggung bahwa konflik ini sengaja diciptakan guna menaikkan pencitraan PPP, dosen Fisip USU menilai itu sesuatu yang keliru. “Saya pikir sangat terbalik jika konflik di-blow up hanya untuk menaikkan elaktabilitas. Yang ada semakin menurunkan citra partai dan bisa menjadi bumerang,” katanya.

Berdasarkan rekam jejak Fadly Nurzal yang sudah dua periode memimpin PPP Sumut, kata Taufan, tentunya kemungkinan ada pihak lain di internal partai yang menganggap Fadly sebagai saingan. Apalagi sosok Fadly sebagai tokoh muda, dinilai cukup berhasil menonsolidasi barisan pendukungnya di Sumut melalui program pengkaderan. “Contohnya sewaktu mencalonkan wakil gubernur Sumut, di mana secara penuh dukungan suara justru bulat mengarah ke Fadly. Di sisi lain, terkadang hal positif guna membangun partai malah dipandang ancaman dari pihak lain. Jadi ini merupakan konflik internal,” pungkasnya. (sam/mag-6)

JAKARTA-Hubungan Dewan Pengurus Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Sumut dengan Dewan Pimpinan Pusat (PPP) partai berlambang kabah itu tampaknya merenggang. Bahkan, Wakil Ketua Umum PPP Hasrul Azwar dan Ketua DPW PPP Sumut Fadly Nursal berseberang dalam menentukan sikap.

PPP
PPP

Ini semua gara-gara sikap Fadly Nurzal, yang bersama Ketua DPW Jabar Rachmat Yasin, Ketua DPW Sulawesi Selatan (Sulsel) Amir Uskara, menjadi motor penjegalan upaya Mukernas II di Bandung beberapa waktu lalu mengusung nama Ketua Umum PPP Suryadharma Ali (SDA) sebagai capres tunggal dari PPP.

Sementara, para petinggi DPP PPP kompak menginginkan SDA sebagai capres tunggal. Mukernas pun gagal mengajukan SDA sebagai capres tunggal. Wakil Ketum DPP PPP Hasrul Azwar pun terang-terangan mengaku ogah merayu Fadli agar berubah pikiran. “Tidak ada pendekatan lagi. Saya sudah bicara (dengan kelompok Fadli, red), mereka bersikeras dengan sikapnya. Mereka menganggap wajar (mencalonkan nama-nama lain selain SDA sebagai capres, Red). Mereka bilang wajar, saya bilang itu tidak wajar,” ujar politisi senior asal Sumut ini kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (23/2).

Secara prinsip, Ketua Fraksi PPP DPR RI itu mengatakan, sudah semestinya PPP mengusung kadernya sendiri sebagai capres. Hasrul mengaku tidak peduli dengan tokoh-tokoh di luar partainya, yang menurut hasil sejumlah survei, elektabilitasnya moncer.

“Saya hanya kenal SDA, titik. Saya tak peduli Jokowi populer, itu bukan urusan saya. Sama seperti Gerindra, Prabowo, titik,” tegas Hasrul.

Lantas kapan akan dibicarakan lagi pencapres dari PPP? “Setelah Pileg baru akan dibahas lagi,” ujar Hasrul.

Diberitakan sebelumnya, penjegalan deklarasi pencapresan tunggal SDA sudah dirancang sebelum Mukernas, yang dimotori Fadly, Ketua DPW Jabar Rachmat Yasin, dan Ketua DPW Sulsel Amir Uskara.

Kelompok Fadli cs ini ‘menang’, terbukti Mukernas gagal mengusung SDA sebagai capres tunggal. Mukernas menyebut sembilan nama, yakni Jusuf Kalla, Joko Widodo, Din Syamsuddin, Khofifah Indar Parawansa, Isran Noor, Jimly Asshiddiqie, Yenny Wahid dan Jenderal Moeldoko. Belakangan dua nama terakhir dicoret karena tidak mau dicapreskan.

Terkait itu, pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik menilai, konflik yang terjadi di tubuh PPP saat ini lebih bersifat internal. Terlebih dalam melihat potensicapres eksternal yang bakal diusung partai berlambang kakbah itu usai pemilihan legislatif mendatang. Bahkan, miskomunikasi antara DPP dan DPW. “Sebenarnya tidak ada yang berbeda, ketika PPP Sumut mulai menyikapi, lantas dikonfrontasikan ke DPP dan SDA. Karena di tingkat DPP juga membuka diri terhadap calon eksternal, tidak hanya SDA. Justru dalam hal ini membuat Fadly Nurzal kelabakan. Jadi saya kira langkah ini untuk mendiskreditkan Fadly Nurzal,” kata Ahmad Taufa, Minggu (23/2).

Ditanya siapa pihak yang coba mendeskriditkan Fadly Nurzal, Taufan menilai berasal dari orang-orang di internal partai itu sendiri. “Ini kan persoalan internal. Dan, Fadly Nurzal juga sebenarnya tidak melakukan apa-apa. Hanya memenuhi apa yang dikatakan DPP. Karena DPP mulai memperhatikan calon eksternal dan ia pun melihat hal yang sama. Jadi saya kira wajar saja,” ujarnya.

Apalagi sambung Taufan, mengingat elaktabiltas SDA masih sangat rendah, sehingga wajar elit partai mulai melirik calon eksternal. “Sehingga dia (Fadly Nurzal) dipolitisasi seolah-olah melawan. Hemat saya pihak yang mempolitisasi sehingga isu ini jadi besar dari kelompok yang mungkin tidak menginginkan lagi Fadly Nurzal memimpin PPP Sumut,” ungkap Taufan.

Disinggung bahwa konflik ini sengaja diciptakan guna menaikkan pencitraan PPP, dosen Fisip USU menilai itu sesuatu yang keliru. “Saya pikir sangat terbalik jika konflik di-blow up hanya untuk menaikkan elaktabilitas. Yang ada semakin menurunkan citra partai dan bisa menjadi bumerang,” katanya.

Berdasarkan rekam jejak Fadly Nurzal yang sudah dua periode memimpin PPP Sumut, kata Taufan, tentunya kemungkinan ada pihak lain di internal partai yang menganggap Fadly sebagai saingan. Apalagi sosok Fadly sebagai tokoh muda, dinilai cukup berhasil menonsolidasi barisan pendukungnya di Sumut melalui program pengkaderan. “Contohnya sewaktu mencalonkan wakil gubernur Sumut, di mana secara penuh dukungan suara justru bulat mengarah ke Fadly. Di sisi lain, terkadang hal positif guna membangun partai malah dipandang ancaman dari pihak lain. Jadi ini merupakan konflik internal,” pungkasnya. (sam/mag-6)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/