25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

DPD RI :Kelompok Tani Palas dan Perusahaan Diminta Tahan Diri

MEDAN- Kelompok tani dan perusahaan pemegang hak pengelola hutan yang terlibat konflik pertanahan di beberapa desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabuaten Padang Lawas diminta untuk mengendalikan diri dari perbuatan melawan hukum.

Permintaan itu disampaikan Ketua Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI Prof DR Farouk Muhammad pada rapat kunjungan kerja di Kantor Gubsu, Jumat (24/05) yang dibuka oleh Sekda Provsu Nurdin Lubis.  Rapat khusus membahas kasus sengketa lahan antara Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KKTJM) dengan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) antara Tim PAP DPD dan stakeholder terkait.

Farouk yang hadir didampingi Wakil Ketua PAP Abdul Gafar Usman dan anggota lainnya yaitu Drs Rudolf Pardede dan Sofia Maipauw menegaskan bahwa konflik sebenarnya adalah sengketa antara negara dengan kelompok tani. KKTJM yang terdiri atas 315 KK mengklaim 15.000 ha lahan yang statusnya adalah hutan tanaman produksi oleh PT SRL (1.200 ha) dan PT SSL (300 ha).

Berdasarkan masukan informasi dari berbagai pihak yang diundang yaitu pihak perusahaan dan kelompok tani, pemkab Palas, DPRD Palas, Kanwil BPN dan kepolisian, Farouk menyimpoulkkan kunci penyelesaian konflik berada pada Kementerian Kehutanan. “Ini sebenarnya sengketa antara negara dan kelompok tani, karena status tanah yang dikuasai adalah hutan. Makanya kunci penyelesaian ada pada Kementerian Kehutanan,” ujar Farouk.

Dia kemudian meminta kelompok tani dan pearusahaan dapat menahan diri, dan kepolisian dapat memberikan pengawasan, sembari pihaknya mencari jalan keluar penyelesaian kasus ini. Dia juga meminta Pemprovsu dan Pemkab Padang Lawas segera menyiapkan kajian terhadap maslaah dan konsep penyelesaian secara tertulis kepada pihaknya. “Secepatnya kami akan bicarakan ini dengan menteri kehutanan,” ujar Farouk.

Konflik berawal dari penguasaan lahan oleh warga masyarakat pada tahun 2004 dan mulai muncul konflik pada tahun 2011. Masyarakat mengaku memiliki alas hak beradasarkan akte jual beli yang disahkan Kepala Desa dan Camat setempat.  Namun belakangan Kades dan Camat ditetapkan bersalah dan ditahan karena mengeluarkan surat palsu oleh pengadilan.

Pihak perusahaan beralasan bahwa mendapatkan ijin untuk pengelolaan lahan adari kementerian kehutanan pada tahun 1992 dan meminta penegasan kepada pemerintah terkait konflik yang terjadi. Gesekan antara kelompok masyarakat dan karyawan perusahaan  kerap terjadi dan telah menyebabkan seorang karyawan John Boyler tewas diduga dibunuh. Di sisi lain kelompok tani juga mengeluhkan perusakan terhadap tanaman dan rumah milik mereka yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan.
harvina zuhra (kl/mdn)

MEDAN- Kelompok tani dan perusahaan pemegang hak pengelola hutan yang terlibat konflik pertanahan di beberapa desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabuaten Padang Lawas diminta untuk mengendalikan diri dari perbuatan melawan hukum.

Permintaan itu disampaikan Ketua Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI Prof DR Farouk Muhammad pada rapat kunjungan kerja di Kantor Gubsu, Jumat (24/05) yang dibuka oleh Sekda Provsu Nurdin Lubis.  Rapat khusus membahas kasus sengketa lahan antara Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KKTJM) dengan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) antara Tim PAP DPD dan stakeholder terkait.

Farouk yang hadir didampingi Wakil Ketua PAP Abdul Gafar Usman dan anggota lainnya yaitu Drs Rudolf Pardede dan Sofia Maipauw menegaskan bahwa konflik sebenarnya adalah sengketa antara negara dengan kelompok tani. KKTJM yang terdiri atas 315 KK mengklaim 15.000 ha lahan yang statusnya adalah hutan tanaman produksi oleh PT SRL (1.200 ha) dan PT SSL (300 ha).

Berdasarkan masukan informasi dari berbagai pihak yang diundang yaitu pihak perusahaan dan kelompok tani, pemkab Palas, DPRD Palas, Kanwil BPN dan kepolisian, Farouk menyimpoulkkan kunci penyelesaian konflik berada pada Kementerian Kehutanan. “Ini sebenarnya sengketa antara negara dan kelompok tani, karena status tanah yang dikuasai adalah hutan. Makanya kunci penyelesaian ada pada Kementerian Kehutanan,” ujar Farouk.

Dia kemudian meminta kelompok tani dan pearusahaan dapat menahan diri, dan kepolisian dapat memberikan pengawasan, sembari pihaknya mencari jalan keluar penyelesaian kasus ini. Dia juga meminta Pemprovsu dan Pemkab Padang Lawas segera menyiapkan kajian terhadap maslaah dan konsep penyelesaian secara tertulis kepada pihaknya. “Secepatnya kami akan bicarakan ini dengan menteri kehutanan,” ujar Farouk.

Konflik berawal dari penguasaan lahan oleh warga masyarakat pada tahun 2004 dan mulai muncul konflik pada tahun 2011. Masyarakat mengaku memiliki alas hak beradasarkan akte jual beli yang disahkan Kepala Desa dan Camat setempat.  Namun belakangan Kades dan Camat ditetapkan bersalah dan ditahan karena mengeluarkan surat palsu oleh pengadilan.

Pihak perusahaan beralasan bahwa mendapatkan ijin untuk pengelolaan lahan adari kementerian kehutanan pada tahun 1992 dan meminta penegasan kepada pemerintah terkait konflik yang terjadi. Gesekan antara kelompok masyarakat dan karyawan perusahaan  kerap terjadi dan telah menyebabkan seorang karyawan John Boyler tewas diduga dibunuh. Di sisi lain kelompok tani juga mengeluhkan perusakan terhadap tanaman dan rumah milik mereka yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan.
harvina zuhra (kl/mdn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/