MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) Sumut, Ustad Heriansyah ikut dibidik Kepolisian dengan tuduhan makar. Bahkan, dia sudah dipanggil Polda Sumut untuk menjalani pemeriksaan.
“Saya pun sudah dipanggil (Polda Sumut) dengan tuduhan makar. Sekarang ini kan begitu memang cara mereka membungkam kita. Tangkap lalu penjarakan dengan tuduhan makar,” ujar Ustadz Heriansyah kepada Sumut Pos, Kamis (23/5).
Tudingan tersebut, diakui Heriansyah, memakai pasal makar, ujaran kebencian, menyebar hoaks yang sama seperti polisi menjerat tokoh-tokoh dan para alim ulama sebelumnya di negeri ini. Namun sedikit pun ia mengaku tidak gentar dengan ancaman tersebut. “Namanya perjuangan, ya sunatullahnya memang begitu. Insya Allah ini menjadi penyemangat kawan-kawan di luar, jika saya ditahan. Kebenaran mana bisa dihentikan,” tegas dia.
Menurut Heriansyah, persoalan ini bukan semata-mata memperjuangkan Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia 2019-2024. Lebih daripada itu, lanjutnya, ini soal memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan di republik yang menganut paham demokrasi. “Sudah nggak itu lagi (demo perjuangkan Prabowo jadi presiden). Salah besar jika mereka menafsirkan aksi umat Islam sekarang ini. Hidup dalam kecurangan itukan aib sama kita (umat Islam). Seharusnya dia (Jokowi) bukan siapa-siapa, tapi karena kebohongannya dia jadi pemimpin di negeri Islam terbesar di dunia,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku akan kembali melanjutkan aksi menegakkan keadilan pada hari ini, di lokasi serupa yakni di seputaran Kantor Bawaslu Sumut, Jalan H Adam Malik Medan. “Kalau hari ini (Kamis, Red) kami libur untuk istirahat dulu, dan akan dilanjutkan lagi besok setelah Salat Jumat,” katanya.
Lantas sampai kapan aksi turun ke jalan menyuarakan kebenaran dan keadilan ini berakhir? Dirinya menegaskan, sampai Allah SWT mau menentukan kapan berakhirnya. “Namanya perjuangan tentu kita akan berjuang terus sampai Allah meminta kita untuk berhenti,” bilangnya.
Pemerintah menurutnya makin hari tambah represif menghadapi rakyatnya sendiri. Semakin suka menabrak aturan dan kaidah-kaidah sosial. Begitu juga dengan aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang terhadap para pencari keadilan. “Coba lihat (massa yang tewas) semua terkena peluru tajam. Lihat video-video yang beredar mereka memakai peluru tajam menghadapi rakyatnya sendiri. Bahkan rakyat bisa melihat dari video itu ada ucapan-ucapan komandan polisi mengarahkan untuk memakai peluru tajam,” kata dia.
“Mereka semakin sewenang-wenang, abuse of power, dan semakin tidak adil,” pungkasnya.
Diketahui, Ustadz Heriansyah merupakan salah satu ulama di Sumut yang terlibat aktif dalam GNKR atau sebelumnya bernama people power. Dia bergabung dengan elemen kelompok masyarakat lain di Sumut, menyuarakan kebenaran dan keadilan selama perhelatan paska Pemilu 2019 berlangsung sampai hari ini.
Terpisah, Ketua Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) Sumut Rabualam Syahputra mengaku, hari ini mereka akan melakukan aksi dengan jumlah masa yang lebih besar dari sebelumnya. “Kami atur nafas dulu, atur stamina. Karena pada 25 Mei nanti kami akan kembali lagi,” katanya.
Guna memaksimalkan aksi hari ini, mereka melakukan rapat dengan sejumlah elemen mahasiswa di Sumut. “Kami rapat lagi (Kamis, 23/5). Malam ini presidium akan rapat untuk membahas bagaimana agar massa minimal 50 ribu akan turun ke Medan,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Kasubbid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, Polri bersama TNI siap melakukan pengamanan aksi unjuk rasa di KPU Sumut maupun Bawaslu Sumut. “Kita bersama TNI (Kodam I/BB) siap mengamankan aksi lanjutan itu,” katanya.
Lebihlanjut mengatakan, massa diminta tidak anarkis saat menyampaikan aspirasi di depan umum. “Kita mau semuanya berjalan dengan aman dan damai tanpa ada kerusuhan,” terang dia.
Nainggolan menyatakan, kalau Polri sendiri telah melakukan siaga 1 dalam pengamanan pasca penetapan hasil Pemilu 2019. “Dari mulai tanggal 22 Mei sampai 25 Mei kita (Polri) siaga 1 untuk mengamankan situasi,” jelas dia.
Katanya lagi, Polda Sumut dan Kodam I/BB akan menurunkan kekuatan sepenuhnya dalam melakukan pengamanan saat massa melakukan aksi pasca keputusan Pemilu. “Kalau Poldasu sebanyak 13.002 personel,” terang dia.
Saat disinggung mengenai surat pemberitahuan melakukan aksi, Polda Sumut mengaku belum ada menerima. “Kalau di Polda sampai saat ini belum ada, tapi kalau di Polrestabes Medan, saya belum monitor,” ucap Nainggolan.
Minta Jokowi-Prabowo Rekonsiliasi
Sementara kemarin (23/5), ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara menggelar aksi di depan gedung DPRD Sumut. Merekamenuntut penyelesaian berbagai persoalan terkait pelaksanaan Pemilu 2019, terkhusus soal meninggalnya lebih dari 600 petugas KPPS.
“Usut tuntas kematian KPPS karena satu nyawa sangat berharga di negara yang menjunjung tinggi HAM. Kami juga meminta Jokowi dan Prabowo untuk rekonsiliasi. Jika kedua negarawan tersebut tidak melakukan rekonsiliasi, kami meminta keduanya ditangkap dan dicabut hak politiknya, karena merekalah stabilitas keamanan terganggu di Indonesia,” ujar Koordinator BEM NUS, Tareq Ade saat membacakan pernyataan sikap mereka.
Mereka juga menuntut anggota dewan menerima aspirasi mereka. Namun tak ada satupun anggota dewan yang hadir di gedung DPRD. Karena merasa aspirasi tak tertampung, mahasiswa memaksa untuk masuk ke gedung dewan dan menarik pagar berduri serta membakar ban di depan gedung.
Sekitar pukul 15.30 WIB, ratusan massa lainnya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga tiba di depan Gedung DPRDSU. Mereka juga menuntut penuntasan sejumlah persoalan yang terjadi dalam Pemilu 2019. Ratusan massa langsung menduduki Jalan Imam Bonjol depan gedung DPRDSU dan menyampaikan aspirasi melalui orasi secara bergantian.
Mereka juga menuntut diselidikinya kematian KPPS dan indikasi kecurangan penghitungan suara Pemilu, supremasi hukum dan evaluasi kinerja KPU dan Bawaslu, menuntut tanggung jawab pemerintah terhadap demokrasi dan pendidikan politik yang diberikan kepada rakyat, klarifikasi tindakan represif Polri terhadap massa aksi, dan perbaikan peningkatan kualitas pendidikan.
Massa dari HMI juga membakar ban di depan gedung dan merusak pagar berduri, menuntut agar anggota dewan turun menerima dan menampung aspirasi massa. Aparat kepolisian pun menjaga ketat jalannya unjuk rasa. (prn/dvs/mag-1)