25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Fokus agar si Usil Tetap Genius

Beberapa bulan bersekolah di Jakarta, Habibie tidak kerasan. Cuaca yang panas membuat prestasinya drop. Padahal, selama di Sulawesi, dia selalu memperoleh rapor bagus. Dia pun memutuskan untuk pindah ke Bandung. Harapannya, dengan cuaca sejuk, dirinya bisa belajar dengan lebih baik.

Habibie semakin kerasan di Bandung karena setahun kemudian, pada 1951, maminya menyusul ke Kota Kembang. Bersama saudara-saudaranya. Keputusan itu diambil Tuti karena dia merasa akan buruk bagi Habibie jika saat masih kecil seperti itu harus tumbuh sendiri.

Tuti menjual seluruh asetnya di Parepare dan Makassar. Di Bandung, dia membeli tiga rumah di Jalan Imam Bonjol. Rumah tersebut sekaligus menjadi tempat usahanya. Mulai menyewakan kamar untuk indekos, mes, hingga usaha katering.

’’Dia mungkin perempuan pertama yang membuat katering di Indonesia. Kalau zaman sekarang, dia itu bisa disebut entrepreneur,’’ puji Habibie tentang ibunya.

Dia pun bisa kembali berkumpul dengan ibu dan saudara-saudaranya. Masa remajanya bisa dilalui dengan penuh kebahagiaan di antara orang-orang terkasih.

Sekolah Rudy di Bandung sebenarnya tidak mulus-mulus amat. Awalnya dia bersekolah di sekolah internasional. Namun, tidak lama. Sekolah tersebut tutup sehingga mengharuskan Rudy pindah ke sekolah peralihan. SMA Kristen Dago jadi pilihan Rudy.

Untuk urusan yang satu ini, Rudy tidak mengabari Tuti. Dia tidak mau menambah beban pikiran Tuti yang ingin sekali anaknya bersekolah di sekolah internasional. Sebab, hal itulah yang juga menjadi alasan Tuti untuk memboyong keluarganya ke Bandung.

Karena kendala bahasa, Rudy terpaksa keluar dari sekolah tersebut. Dia harus turun kelas ke SMP, yaitu SMP 5. Di sana, dia harus meningkatkan kemampuan memperlancar bahasa Indonesia-nya. Kala itu, Rudy memang terbiasa berbahasa Belanda dan sangat jarang berbahasa Indonesia.

Lulus dari SMP 5, Rudy kembali ke SMAK Dago. Di sekolah itu juga Rudy bertemu dengan Hasri Ainun Besari yang menjadi cinta sejatinya kelak. Layaknya remaja pada umumya, Rudy juga mengalami jatuh cinta serta masa-masa kenakalan remaja. Bukan Ainun yang pertama dipacari Rudy saat SMA, melainkan Farida. Gadis blasteran Belanda-Manado.

Soal kenakalan remaja, Rudy juga sempat mengalaminya. Dia pernah menggoda guru matematikanya hingga guru itu melayangkan penghapus papan tulis ke arah Rudy. Kendati nakal, Rudy tetap pandai untuk urusan pelajaran. Terutama bidang eksakta.

’’Kenapa saya pintar? Saya selalu fokus dalam setiap hal yang saya kerjakan. Saya akan mencari jawaban dan solusi atas semua masalah yang saya hadapi sampai sedetail-detailnya,’’ jelas Habibie.

Kegeniusan Rudy di bidang ilmu eksakta mengantarnya untuk kuliah di Jurusan Elektro Arus Rendah Fakultas Teknik Universitas Indonesia atau yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB). Enam bulan kuliah, Rudy berangkat ke Jerman untuk kuliah penerbangan di Universitas Teknologi Rhein Westfalen, Aachen, Jerman.

Beberapa bulan bersekolah di Jakarta, Habibie tidak kerasan. Cuaca yang panas membuat prestasinya drop. Padahal, selama di Sulawesi, dia selalu memperoleh rapor bagus. Dia pun memutuskan untuk pindah ke Bandung. Harapannya, dengan cuaca sejuk, dirinya bisa belajar dengan lebih baik.

Habibie semakin kerasan di Bandung karena setahun kemudian, pada 1951, maminya menyusul ke Kota Kembang. Bersama saudara-saudaranya. Keputusan itu diambil Tuti karena dia merasa akan buruk bagi Habibie jika saat masih kecil seperti itu harus tumbuh sendiri.

Tuti menjual seluruh asetnya di Parepare dan Makassar. Di Bandung, dia membeli tiga rumah di Jalan Imam Bonjol. Rumah tersebut sekaligus menjadi tempat usahanya. Mulai menyewakan kamar untuk indekos, mes, hingga usaha katering.

’’Dia mungkin perempuan pertama yang membuat katering di Indonesia. Kalau zaman sekarang, dia itu bisa disebut entrepreneur,’’ puji Habibie tentang ibunya.

Dia pun bisa kembali berkumpul dengan ibu dan saudara-saudaranya. Masa remajanya bisa dilalui dengan penuh kebahagiaan di antara orang-orang terkasih.

Sekolah Rudy di Bandung sebenarnya tidak mulus-mulus amat. Awalnya dia bersekolah di sekolah internasional. Namun, tidak lama. Sekolah tersebut tutup sehingga mengharuskan Rudy pindah ke sekolah peralihan. SMA Kristen Dago jadi pilihan Rudy.

Untuk urusan yang satu ini, Rudy tidak mengabari Tuti. Dia tidak mau menambah beban pikiran Tuti yang ingin sekali anaknya bersekolah di sekolah internasional. Sebab, hal itulah yang juga menjadi alasan Tuti untuk memboyong keluarganya ke Bandung.

Karena kendala bahasa, Rudy terpaksa keluar dari sekolah tersebut. Dia harus turun kelas ke SMP, yaitu SMP 5. Di sana, dia harus meningkatkan kemampuan memperlancar bahasa Indonesia-nya. Kala itu, Rudy memang terbiasa berbahasa Belanda dan sangat jarang berbahasa Indonesia.

Lulus dari SMP 5, Rudy kembali ke SMAK Dago. Di sekolah itu juga Rudy bertemu dengan Hasri Ainun Besari yang menjadi cinta sejatinya kelak. Layaknya remaja pada umumya, Rudy juga mengalami jatuh cinta serta masa-masa kenakalan remaja. Bukan Ainun yang pertama dipacari Rudy saat SMA, melainkan Farida. Gadis blasteran Belanda-Manado.

Soal kenakalan remaja, Rudy juga sempat mengalaminya. Dia pernah menggoda guru matematikanya hingga guru itu melayangkan penghapus papan tulis ke arah Rudy. Kendati nakal, Rudy tetap pandai untuk urusan pelajaran. Terutama bidang eksakta.

’’Kenapa saya pintar? Saya selalu fokus dalam setiap hal yang saya kerjakan. Saya akan mencari jawaban dan solusi atas semua masalah yang saya hadapi sampai sedetail-detailnya,’’ jelas Habibie.

Kegeniusan Rudy di bidang ilmu eksakta mengantarnya untuk kuliah di Jurusan Elektro Arus Rendah Fakultas Teknik Universitas Indonesia atau yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB). Enam bulan kuliah, Rudy berangkat ke Jerman untuk kuliah penerbangan di Universitas Teknologi Rhein Westfalen, Aachen, Jerman.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/