25 C
Medan
Friday, June 7, 2024

Pekan Depan Warga Pinggir Rel Digusur, PT KAI Dituding Tak Punya Hati

DISKUSI: Warga yang tinggal di pinggiran rel saat berdiskusi terkait penggusuran rumah mereka.prans/sumut pos.
DISKUSI: Warga yang tinggal di pinggiran rel saat berdiskusi terkait penggusuran rumah mereka.prans/sumut pos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Regional I Sumatera Utara dituding tak punya rasa kemanusiaan di tengah kondisi krisis pandemi Covid-19. Ini sehubungan surat pembongkaran bangunan sendiri yang dilayangkan kepada warga yang tinggal di daerah pinggir rel alias ‘DPR’.

Warga yang berdomisili di sepanjang Jalan Adam Malik dan Jalan Sekip Medan itu, ditenggat untuk ‘minggat’ atau pindah dalam tempo satu minggu dari lahan milik negara tersebut. “Kita mengakui bahwa itu adalah lahan milik PT KAI, dan memang harus siap dengan segala risikonya bila sewaktu-waktu akan dibongkar dan digusur. Tetapi kalau waktunya hanya seminggu, tentu ini bukan sebentar. Sementara kita harus memikirkan mau pindah kemana dalam waktu 7 hari,” kata Balen, warga yang tinggal di kawasan pinggir rel Medan-Binjai, kepada wartawan, Rabu (22/7) sore.

Hal ini dinilai mereka mengabaikan pesan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi yang meminta agar setiap proses penggusuran dilakukan dengan cara yang humanis. Menurut Balen, sikap PT KAI Regional I Sumut tidak mencerminkan rasa kemanusiaan, mengingat saat ini kondisi pandemi Covid-19, sangat berdampak pada perekonomian masyarakat. Apalagi mereka yang tinggal di kawasan pinggir rel, yang secara umum adalah warga kelas menengah ke bawah.

“Kenapa dalam kondisi sekarang ini sedang sulit, PT KAI memberikan peringatan seperti ini dalam tempo yang singkat harus kita lakukan pembongkaran rumah,” katanya yang menyebutkan batas waktu pembongkaran hingga 27 Juli 2020.

Senada, Gatot yang juga tinggal di Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat, menyebutkan bahwa dalam rencana PT KAI, mereka pernah dijanjikan bantuan dampak penertiban lahan tersebut sebesar Rp2,5 juta sebagai kompensasi untuk pindah rumah. Namun dengan surat yang dikirimkan 20 Juli 2020 itu, terkesan ada upaya untuk tidak merealisasikannya.

“Kalau bahasa suratnya, janji untuk bantuan pemindahan rumah tidak disebutkan. Karena dulu pernah kita dapat informasi ada uang bantuan akibat penertiban ini, tetapi di surat itu tidak ada. Makanya kita menilai surat itu terkesan arogan dan tidak manusiawi,” katanya.

Pengamat sosial, Riza Siregar menilai bahwa langkah yang dilakukan PT KAI sangat tidak populis. Sebab saat ini masyarakat sedang dalam kesulitan karena dampak wabah Covid-19 dan ia tidak melihat ada rencana pembangunan dalam waktu dekat oleh PT KAI di areal tersebut.

Ditambah lagi surat permintaan pembongkaran sendiri itu, tidak mencerminkan rasa kemanusiaan seperti pesan yang pernah disampaikan Gubernur Edy Rahmayadi terkait prinsip penertiban, beberapa waktu lalu untuk lahan PT KAI di kawasan Deli Tua.

“Gubernur Sumut Bapak Edy Rahmayadi pernah menyampaikan bahwa dalam mengambil langkah, PT KAI harus merencanakan dengan matang, sehingga tidak menjadi masalah besar mengarah pada konflik sosial. Bahkan kita menilai, PT KAI mengambil celah dari dukungan gubernur terhadap rencana revitalisasi lahan mereka di kawasan bekas pasar di Deli Tua, melihat dari tanggalnya,” katanya.

Bahkan menurutnya PT KAI seperti tidak mengindahkan pesan Gubernur Edy tentang bagaimana skema pemindahan atau penertiban yang pada prinsipnya berlaku umum mengingat banyaknya lahan PT KAI yang sekarang ditempati warga.

“Jangan sampai ada masalah lagi. Namun saya ingatkan, setiap mengambil langkah, lakukan dengan cara yang humanis. Pesan ini harusnya diindahkan PT KAI,” kata Riza membacakan pernyataan Gubsu dalam pemberitaan di media belum lama ini.

Berdasarkan data yang disampaikan warga, surat pemberitahuan penertiban ditandatangani Vice President Divre I Sumut (PT KAI), Johannes Daniel Hutabarat. Isinya antara lain telah melakukan pendataan dan sosialisasi pada 11-13 Juli 2020, atau dua hari setelah pertemuan bersama gubernur di Deli Tua.

Selanjutnya, pendataan dan sosialisasi dilakukan tim dari internal perkeretaapian (PT KAI) sendiri, tanpa menyebutkan keterlibatan pemerintah setempat. Surat pada 20 Juli 2020 itu hanya ditembuskan kepada Pemko Medan dan jajarannya hingga tingkat lingkungan serta Polrestabes Medan dan Polsek setempat.

“Kita meminta PT KAI lebih manusiawi dan melakukan pendekatan yang baik kepada masyarakat. Sebab kalau begini, tidak ada gunanya pesan gubernur. Karena kalimat (gubernur) itu, pada prinsipnya berlaku untuk tempat yang lain,” pungkas Riza.

Sementara saat coba dikonfirmasi perihal ini, pihak PT KAI belum merespon pesan yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp. (prn/ila)

DISKUSI: Warga yang tinggal di pinggiran rel saat berdiskusi terkait penggusuran rumah mereka.prans/sumut pos.
DISKUSI: Warga yang tinggal di pinggiran rel saat berdiskusi terkait penggusuran rumah mereka.prans/sumut pos.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Regional I Sumatera Utara dituding tak punya rasa kemanusiaan di tengah kondisi krisis pandemi Covid-19. Ini sehubungan surat pembongkaran bangunan sendiri yang dilayangkan kepada warga yang tinggal di daerah pinggir rel alias ‘DPR’.

Warga yang berdomisili di sepanjang Jalan Adam Malik dan Jalan Sekip Medan itu, ditenggat untuk ‘minggat’ atau pindah dalam tempo satu minggu dari lahan milik negara tersebut. “Kita mengakui bahwa itu adalah lahan milik PT KAI, dan memang harus siap dengan segala risikonya bila sewaktu-waktu akan dibongkar dan digusur. Tetapi kalau waktunya hanya seminggu, tentu ini bukan sebentar. Sementara kita harus memikirkan mau pindah kemana dalam waktu 7 hari,” kata Balen, warga yang tinggal di kawasan pinggir rel Medan-Binjai, kepada wartawan, Rabu (22/7) sore.

Hal ini dinilai mereka mengabaikan pesan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi yang meminta agar setiap proses penggusuran dilakukan dengan cara yang humanis. Menurut Balen, sikap PT KAI Regional I Sumut tidak mencerminkan rasa kemanusiaan, mengingat saat ini kondisi pandemi Covid-19, sangat berdampak pada perekonomian masyarakat. Apalagi mereka yang tinggal di kawasan pinggir rel, yang secara umum adalah warga kelas menengah ke bawah.

“Kenapa dalam kondisi sekarang ini sedang sulit, PT KAI memberikan peringatan seperti ini dalam tempo yang singkat harus kita lakukan pembongkaran rumah,” katanya yang menyebutkan batas waktu pembongkaran hingga 27 Juli 2020.

Senada, Gatot yang juga tinggal di Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat, menyebutkan bahwa dalam rencana PT KAI, mereka pernah dijanjikan bantuan dampak penertiban lahan tersebut sebesar Rp2,5 juta sebagai kompensasi untuk pindah rumah. Namun dengan surat yang dikirimkan 20 Juli 2020 itu, terkesan ada upaya untuk tidak merealisasikannya.

“Kalau bahasa suratnya, janji untuk bantuan pemindahan rumah tidak disebutkan. Karena dulu pernah kita dapat informasi ada uang bantuan akibat penertiban ini, tetapi di surat itu tidak ada. Makanya kita menilai surat itu terkesan arogan dan tidak manusiawi,” katanya.

Pengamat sosial, Riza Siregar menilai bahwa langkah yang dilakukan PT KAI sangat tidak populis. Sebab saat ini masyarakat sedang dalam kesulitan karena dampak wabah Covid-19 dan ia tidak melihat ada rencana pembangunan dalam waktu dekat oleh PT KAI di areal tersebut.

Ditambah lagi surat permintaan pembongkaran sendiri itu, tidak mencerminkan rasa kemanusiaan seperti pesan yang pernah disampaikan Gubernur Edy Rahmayadi terkait prinsip penertiban, beberapa waktu lalu untuk lahan PT KAI di kawasan Deli Tua.

“Gubernur Sumut Bapak Edy Rahmayadi pernah menyampaikan bahwa dalam mengambil langkah, PT KAI harus merencanakan dengan matang, sehingga tidak menjadi masalah besar mengarah pada konflik sosial. Bahkan kita menilai, PT KAI mengambil celah dari dukungan gubernur terhadap rencana revitalisasi lahan mereka di kawasan bekas pasar di Deli Tua, melihat dari tanggalnya,” katanya.

Bahkan menurutnya PT KAI seperti tidak mengindahkan pesan Gubernur Edy tentang bagaimana skema pemindahan atau penertiban yang pada prinsipnya berlaku umum mengingat banyaknya lahan PT KAI yang sekarang ditempati warga.

“Jangan sampai ada masalah lagi. Namun saya ingatkan, setiap mengambil langkah, lakukan dengan cara yang humanis. Pesan ini harusnya diindahkan PT KAI,” kata Riza membacakan pernyataan Gubsu dalam pemberitaan di media belum lama ini.

Berdasarkan data yang disampaikan warga, surat pemberitahuan penertiban ditandatangani Vice President Divre I Sumut (PT KAI), Johannes Daniel Hutabarat. Isinya antara lain telah melakukan pendataan dan sosialisasi pada 11-13 Juli 2020, atau dua hari setelah pertemuan bersama gubernur di Deli Tua.

Selanjutnya, pendataan dan sosialisasi dilakukan tim dari internal perkeretaapian (PT KAI) sendiri, tanpa menyebutkan keterlibatan pemerintah setempat. Surat pada 20 Juli 2020 itu hanya ditembuskan kepada Pemko Medan dan jajarannya hingga tingkat lingkungan serta Polrestabes Medan dan Polsek setempat.

“Kita meminta PT KAI lebih manusiawi dan melakukan pendekatan yang baik kepada masyarakat. Sebab kalau begini, tidak ada gunanya pesan gubernur. Karena kalimat (gubernur) itu, pada prinsipnya berlaku untuk tempat yang lain,” pungkas Riza.

Sementara saat coba dikonfirmasi perihal ini, pihak PT KAI belum merespon pesan yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/