29 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Masuk dan Dwelling Time Pelabuhan Belawan ‘Wajib Bayar’

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Pungutan liar (pungli) diduga pemicu tingginya tarif Dwelling Time di Pelabuhan Belawan berjalan terstruktur. Bahkan, praktik kutipan yang diistilahkan ‘biar lancar’ wajib membayar. Prilaku pungli itu dimulai biaya masuk pelabuhan hingga pengurusan dokumen kapal..

Praktik dugaan pungli baik yang kecil-kecilan maupun kelas elit, sepertinya telah menjadi suatu hal yang lazim. Pelaku pungli dimulai dari oknum petugas keamanan, pengurusan dokumen harus memakai biaya ‘pelicin’ dan biaya jaga pintu.

“Ini adalah pelabuhan. Segala urusan bisa jadi uang. Baik di Belawan maupun di pelabuhan lain, sama saja,” kata seorang petugas di Pelabuhan Belawan yang tidak mau ditulis namanya, Kamis (15/9).

Dia menyebutkan, untuk pungli kecil-kecilan adalah terhadap truk pengangkut barang, yang melangsir atau hilir mudik. “Kalau tidak percaya, kunjungi semua pos di pelabuhan… semuanya sama. Tapi untuk saat ini mungkin sulit terpantau, karena sudah banyak petugas intel,” ujarnya.

ria berbaju dinas lengkap itu pengaman di pelabuhan itu menyebutkan, untuk setiap truk, dikutip Rp2.000 kepada sopirnya. Pungutan tersebut terjadi di Jalan Pelabuhan Raya Gabion, Belawan atau sekitar satu kilometer di luar dari pintu masuk pelabuhan Belawan International Container Terminal (BICT). “Tidak cuma di BICT, di pintu masuk menuju Pelabuhan Ujung Baru Belawan juga ada,” ujarnya.

Setelah urusan truk, maka urusan kapal sandar atau hendak berangkat meninggalkan dermaga pelabuhan diwajibkan melaporkan dokumen kapal, untuk setiap pengurusan maka dikenakan biaya Rp25 ribu sebagai biaya administrasi. “Memang petugas di setiap pos tidak minta. Cuma tetap saja harus diberi pelicin, supaya urusannya cepat,” ungkap pria paruh baya tersebut.

Untuk pendapatan, petugas ini tidak mau membeberkan. Cuma lagi, diakuinya bahwa dugaan praktik pungli yang terjadi di pelabuhan Belawan sudah berlangsung sejak lama. “Soal pendapatan tak akan saya sebutkan, dapat berapa uang dari sopir truk. Karena ini cuma kecil-kecilan,” sebutnya.

Pungli terjadi di pelabuhan menurutnya, bukan hanya dilakukan oknum tertentu di institusi pengelola jasa kepelabuhanan. Namun, aparatur di lingkungan pelabuhan disinyalir banyak terlibat. “Ini berjalan terstruktur. Banyak pihak terlibat disini. Kabarnya juga ada setoran untuk kelas elit,” timpalnya.

Senada dengan penuturan petugas ini, pelaku jasa di Pelabuhan Belawan berinisial, DP turut berujar, terkadang pengusaha juga bermasalah di dalam mekanisme proses masuk dan keluarnya barang dari serta menuju ke pelabuhan. Misalkan saja lanjut dia, soal masuknya ratusan mobil baru (tambang) di pelabuhan Belawan. Sesuai aturannya, kenderaan baru produksi pabrik tanpa nomor plat polisi, tidak boleh langsung melintas di jalan raya untuk menuju ke tempat penumpukan.

“Seharusnya, mobil baru yang dibongkar dari kapal diangkut pakai truk. Tapi, kenyataannya kenapa bisa. Berartikan ada kesalahan pengusaha, lalu jadi ajang bagi oknum petugas,” kata, DP.

Permasalahan pungli menurutnya, jika mau ditelusuri memang benar terjadi. Tinggal lagi, persoalannya ada atau tidak keseriusan dari aparat penegak hukum untuk mengungkapnya.

“Saya rasa berat terungkap, karena banyak keterlibatan. Dan bukan cuma di terminal internasional saja, tapi di antar pulau juga sama,” ucapnya.

Menurut dia, jika pemerintah berniat ingin membersihkan pungli dan meminimalisir terjadi dwelling time, harusnya pengawasan tidak hanya ditujukan pada PT Pelindo I, tapi instansi lain seperti Bea Cukai, Karantina, Otoritas Pelabuhan (OP) dan lainnya juga mesti diawasi.

“Di pelabuhan bukan cuma Pelindo, tapi banyak instansi lain. Dan, proses kapal berlabuh jangkar di tengah laut sebelum sandar di dermaga, juga mesti diawasi,” kata DP.

Amatan Sumut Pos, petugas intel kepolisian tampak masih disebar. Mereka ada yang membaur dengan buruh bongkar muat, maupun melakukan pemantauan terhadap aktivitas di pelabuhan Belawan.

Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Tri Setyadi Arnoto mengatakan, pihaknya bersama Poldasu masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap pungli di Pelabuhan Belawan. “Kita masih selidiki, butuh waktu untuk mengungkapnya,” ujar, Tri Setyadi.

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Pungutan liar (pungli) diduga pemicu tingginya tarif Dwelling Time di Pelabuhan Belawan berjalan terstruktur. Bahkan, praktik kutipan yang diistilahkan ‘biar lancar’ wajib membayar. Prilaku pungli itu dimulai biaya masuk pelabuhan hingga pengurusan dokumen kapal..

Praktik dugaan pungli baik yang kecil-kecilan maupun kelas elit, sepertinya telah menjadi suatu hal yang lazim. Pelaku pungli dimulai dari oknum petugas keamanan, pengurusan dokumen harus memakai biaya ‘pelicin’ dan biaya jaga pintu.

“Ini adalah pelabuhan. Segala urusan bisa jadi uang. Baik di Belawan maupun di pelabuhan lain, sama saja,” kata seorang petugas di Pelabuhan Belawan yang tidak mau ditulis namanya, Kamis (15/9).

Dia menyebutkan, untuk pungli kecil-kecilan adalah terhadap truk pengangkut barang, yang melangsir atau hilir mudik. “Kalau tidak percaya, kunjungi semua pos di pelabuhan… semuanya sama. Tapi untuk saat ini mungkin sulit terpantau, karena sudah banyak petugas intel,” ujarnya.

ria berbaju dinas lengkap itu pengaman di pelabuhan itu menyebutkan, untuk setiap truk, dikutip Rp2.000 kepada sopirnya. Pungutan tersebut terjadi di Jalan Pelabuhan Raya Gabion, Belawan atau sekitar satu kilometer di luar dari pintu masuk pelabuhan Belawan International Container Terminal (BICT). “Tidak cuma di BICT, di pintu masuk menuju Pelabuhan Ujung Baru Belawan juga ada,” ujarnya.

Setelah urusan truk, maka urusan kapal sandar atau hendak berangkat meninggalkan dermaga pelabuhan diwajibkan melaporkan dokumen kapal, untuk setiap pengurusan maka dikenakan biaya Rp25 ribu sebagai biaya administrasi. “Memang petugas di setiap pos tidak minta. Cuma tetap saja harus diberi pelicin, supaya urusannya cepat,” ungkap pria paruh baya tersebut.

Untuk pendapatan, petugas ini tidak mau membeberkan. Cuma lagi, diakuinya bahwa dugaan praktik pungli yang terjadi di pelabuhan Belawan sudah berlangsung sejak lama. “Soal pendapatan tak akan saya sebutkan, dapat berapa uang dari sopir truk. Karena ini cuma kecil-kecilan,” sebutnya.

Pungli terjadi di pelabuhan menurutnya, bukan hanya dilakukan oknum tertentu di institusi pengelola jasa kepelabuhanan. Namun, aparatur di lingkungan pelabuhan disinyalir banyak terlibat. “Ini berjalan terstruktur. Banyak pihak terlibat disini. Kabarnya juga ada setoran untuk kelas elit,” timpalnya.

Senada dengan penuturan petugas ini, pelaku jasa di Pelabuhan Belawan berinisial, DP turut berujar, terkadang pengusaha juga bermasalah di dalam mekanisme proses masuk dan keluarnya barang dari serta menuju ke pelabuhan. Misalkan saja lanjut dia, soal masuknya ratusan mobil baru (tambang) di pelabuhan Belawan. Sesuai aturannya, kenderaan baru produksi pabrik tanpa nomor plat polisi, tidak boleh langsung melintas di jalan raya untuk menuju ke tempat penumpukan.

“Seharusnya, mobil baru yang dibongkar dari kapal diangkut pakai truk. Tapi, kenyataannya kenapa bisa. Berartikan ada kesalahan pengusaha, lalu jadi ajang bagi oknum petugas,” kata, DP.

Permasalahan pungli menurutnya, jika mau ditelusuri memang benar terjadi. Tinggal lagi, persoalannya ada atau tidak keseriusan dari aparat penegak hukum untuk mengungkapnya.

“Saya rasa berat terungkap, karena banyak keterlibatan. Dan bukan cuma di terminal internasional saja, tapi di antar pulau juga sama,” ucapnya.

Menurut dia, jika pemerintah berniat ingin membersihkan pungli dan meminimalisir terjadi dwelling time, harusnya pengawasan tidak hanya ditujukan pada PT Pelindo I, tapi instansi lain seperti Bea Cukai, Karantina, Otoritas Pelabuhan (OP) dan lainnya juga mesti diawasi.

“Di pelabuhan bukan cuma Pelindo, tapi banyak instansi lain. Dan, proses kapal berlabuh jangkar di tengah laut sebelum sandar di dermaga, juga mesti diawasi,” kata DP.

Amatan Sumut Pos, petugas intel kepolisian tampak masih disebar. Mereka ada yang membaur dengan buruh bongkar muat, maupun melakukan pemantauan terhadap aktivitas di pelabuhan Belawan.

Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Tri Setyadi Arnoto mengatakan, pihaknya bersama Poldasu masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap pungli di Pelabuhan Belawan. “Kita masih selidiki, butuh waktu untuk mengungkapnya,” ujar, Tri Setyadi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/