31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Petani Humbahas Demo di Poldasu

MEDAN- Seratusan petani dari Desa Pandumaan Sipituhuta Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) geruduk Markas Kepolisian Daerah Sumatera (Mapoldasu) Selasa (23/10) pagi. Mereka menuntut ketidaknyaman yang disebabkan oleh sebuah perusahaan raksasa yang berada di kawasan itu.

DEMO: Masyarakat Kabupaten Humbahas saat demo  Mapoldasu Selasa (23/10).//sumut pos
DEMO: Masyarakat Kabupaten Humbahas saat demo di Mapoldasu Selasa (23/10).//sumut pos

Didampingi bebeberapa elemen masyarakat seperti Bakumsu, KSPPM, LBH Medan, Kontras dan GMKI Medan, sembari membawa sejumlah poster, spanduk petani menggelar orasinya di depan pintu masuk Mapoldasu. Mereka juga menunut pembesan delapan rekan mereka yang ditahan. “Lepaskan 8 rekan kami. Rekan kami yang mempertahankan areal hutan kenapa di diskriminalisasi,” teriak Koordinator Aksi, P Marbun.

Masyarakat hanyalah mempertahankan haknya, sambung Marbun, untuk mengelola lahan hutan kemenyan yang dikelola sejak ratusan tahun silam. Tanah itu merupakan tanah adat yang dimiliki nenek moyang. “Kami minta delapan warga yang ditangkap segera dibebaskan karena lahan 4100 hektar adalah milik warga, bukan milik perusahaan,” ungkapnya.

Dalam tuntutannya, selain meminta polisi segara menutup dan mencabut izin perusahaan tersebut, massa juga meminta agar pasukan Brimob ditarik dari lokasi. “Tarik Brimob dari tanah rakyat Pandumaan dan Sipituhuta. Selamatkan hutan kemenyan dan mendesak pemerintah menyelesaikan konflik agraria,” pintanya.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum AKBP Mashudi yang menemui massa, menjelaskan dalam kasus ini pihak kepolisian sudah bersikap netral. Mashudi mengatakan, pihaknya akan mendalami lagi terkait informasi diberikan pengunjuk rasa tersebut. “Kami akan mendalami kasusnya lebih dulu. Tetapi penegakan hukum juga tetap akan kami lakukan,” ujar Mashudi singkat. Mendengarkan keterangan tersebut akhirnya massa membubarkan diri dengan tertib dan damai.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Humbahas AKBP Heri Sulesmono, malah membantah soal penahanan delapan warga yang dimaksud. Saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (23/10) malam, dia mengatakan, pihaknya sejauh ini belum memeriksa delapan warga Desa Pandumaan dan Sipituhuta yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus bentrok dengan petugas keamanan di area konsesi perusahaan raksasa tersebut. “Siapa bilang ada 8 warga Pandumaan ditahan, diperiksa saja belum,” ujar Heri kepada Metro (grup Sumut Pos).

Ditanya soal tudingan warga terhadap Polres Humbahas yang tebang pilih atas kasus tersebut, Heri menegaskan, kedelapan warga yang sudah ditetapkan sebagai tersangka jelas melakukan perusakan.

“Loh, kan mereka (8 tersangka, red) yang merusak. Kan dari hasil keterangan yang kita dapat mereka pelakunya, kecuali kalau ada pelaku lain yang tidak ditetapkan sebagai tersangka, baru itu namanya tebang pilih. Kalau perizinan, itu bukan kewenangan saya,” pungkasnya. (mag-12/smg)

MEDAN- Seratusan petani dari Desa Pandumaan Sipituhuta Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) geruduk Markas Kepolisian Daerah Sumatera (Mapoldasu) Selasa (23/10) pagi. Mereka menuntut ketidaknyaman yang disebabkan oleh sebuah perusahaan raksasa yang berada di kawasan itu.

DEMO: Masyarakat Kabupaten Humbahas saat demo  Mapoldasu Selasa (23/10).//sumut pos
DEMO: Masyarakat Kabupaten Humbahas saat demo di Mapoldasu Selasa (23/10).//sumut pos

Didampingi bebeberapa elemen masyarakat seperti Bakumsu, KSPPM, LBH Medan, Kontras dan GMKI Medan, sembari membawa sejumlah poster, spanduk petani menggelar orasinya di depan pintu masuk Mapoldasu. Mereka juga menunut pembesan delapan rekan mereka yang ditahan. “Lepaskan 8 rekan kami. Rekan kami yang mempertahankan areal hutan kenapa di diskriminalisasi,” teriak Koordinator Aksi, P Marbun.

Masyarakat hanyalah mempertahankan haknya, sambung Marbun, untuk mengelola lahan hutan kemenyan yang dikelola sejak ratusan tahun silam. Tanah itu merupakan tanah adat yang dimiliki nenek moyang. “Kami minta delapan warga yang ditangkap segera dibebaskan karena lahan 4100 hektar adalah milik warga, bukan milik perusahaan,” ungkapnya.

Dalam tuntutannya, selain meminta polisi segara menutup dan mencabut izin perusahaan tersebut, massa juga meminta agar pasukan Brimob ditarik dari lokasi. “Tarik Brimob dari tanah rakyat Pandumaan dan Sipituhuta. Selamatkan hutan kemenyan dan mendesak pemerintah menyelesaikan konflik agraria,” pintanya.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum AKBP Mashudi yang menemui massa, menjelaskan dalam kasus ini pihak kepolisian sudah bersikap netral. Mashudi mengatakan, pihaknya akan mendalami lagi terkait informasi diberikan pengunjuk rasa tersebut. “Kami akan mendalami kasusnya lebih dulu. Tetapi penegakan hukum juga tetap akan kami lakukan,” ujar Mashudi singkat. Mendengarkan keterangan tersebut akhirnya massa membubarkan diri dengan tertib dan damai.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Humbahas AKBP Heri Sulesmono, malah membantah soal penahanan delapan warga yang dimaksud. Saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (23/10) malam, dia mengatakan, pihaknya sejauh ini belum memeriksa delapan warga Desa Pandumaan dan Sipituhuta yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus bentrok dengan petugas keamanan di area konsesi perusahaan raksasa tersebut. “Siapa bilang ada 8 warga Pandumaan ditahan, diperiksa saja belum,” ujar Heri kepada Metro (grup Sumut Pos).

Ditanya soal tudingan warga terhadap Polres Humbahas yang tebang pilih atas kasus tersebut, Heri menegaskan, kedelapan warga yang sudah ditetapkan sebagai tersangka jelas melakukan perusakan.

“Loh, kan mereka (8 tersangka, red) yang merusak. Kan dari hasil keterangan yang kita dapat mereka pelakunya, kecuali kalau ada pelaku lain yang tidak ditetapkan sebagai tersangka, baru itu namanya tebang pilih. Kalau perizinan, itu bukan kewenangan saya,” pungkasnya. (mag-12/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/