25.9 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Uang Bansos Dipotong di Rumah Makan

Saksi Beber Cara Terdakwa Adi Sucipto Cairkan Dana saat Sidang

MEDAN-Adi Sucipto selaku calo atau perantara dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2009 melakukan pemotongan 40 hingga 60 persen dana bansos dari yayasan atau masjid yang diurusnya. Pemotongan dana tersebut dilakukan Adi dengan mengajak pengelola yayasan atau masjid ke sebuah rumah makan dengan mengaku uang tersebut akan diberikan kepada pejabat di Pemprov Sumut.

Dalam persidangan dengan terdakwa Syawaluddin, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekda Pemprov Sumut (berkas terpisah), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty menghadirkan tiga saksi di antaranya Asmuri Hafiz selaku Ketua Yayasan Pendidikan Al Hikmah, Agus Salim selaku Bendahara Yayasan Pendidikan Islam Nurul Hasanah serta Panitia Pembangunan Mesjid An-Nawawi dan Suherliman selaku Panitia Masjid Istiqomah.

Di ruang utama Pengadilan Tipikor, Kamis (22/11), saksi Asmuri Hafiz mengaku Yayasan Pendidikan Al Hikmah yang dipimpinnya dua kali memperoleh pencairan dana bansos pada Tahun 2009. Di antaranya bulan Juli sebesar Rp150 juta dan pada Desember Rp200 juta. Seluruh pengurusan proposal itu diurus oleh Adi Sucipto.

“Proposal itu disetujui oleh Pemprov Sumut. Saya tahu soal dana bansos ini dari Adi Sucipto. Dia yang memberitahukan pada saya semua syarat-syarat untuk memperoleh dana itu serta mengurus seluruh proposalnya,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dana bansos itu masuk ke rekening yayasan. Lalu dirinya, Adi Sucipto dan Nursalim selaku Bendahara Yayasan Pendidikan Al Hikmah bersama-sama ke Bank Sumut. Setelah uang itu dicairkan, Adi Sucipto mengajak mereka makan disebuah rumah makan. Sesampainya di sana, Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik dan mengaku uang itu sebagai biaya mengurus proposal.

“Dia mengajak kami ke sebuah rumah makan. Disana, Pak Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik. Saya terkejut, dia sendiri yang ngambil uangnya. Dari pencairan pertama Rp150 juta dipotong Rp40 juta dan dari dana Rp200 juta dipotong Rp60 juta oleh Adi Sucipto. Dua kali pencairan dana, dua kali pula dana itu dipotong. Saya sempat mempertanyakannya, dia bilang uang itu untuk mengurus orang dalam Pemprov Sumut,” ungkapnya.
Ditambahkannya, untuk laporan pertanggungjawaban, Adi Sucipto juga memerintahkan saksi agar membuatnya sesuai dana yang diterima pertama kali meski dana tersebut telah dipotong. “Saya terpaksa membuatnya. Karena Pak Adi Sucipto yang memaksa. Dia juga memberikan contoh surat pertangungjawaban. Memang setelah dana itu dipotong, saya tidak pernah lapor ke pihak berwajib ataupun Pemprov Sumut. Itulah kesalahan saya. Tapi dana yang saya terima, memang sudah direalisasikan untuk pembangunan yayasan,” urainya.

Tidak berbeda jauh, saksi Agus Salim juga mengaku yang sama. Pada bulan Juli 2009 Yayasan Pendidikan Islam Nurul Hasanah memperoleh dana bansos Rp150 juta, namun dipotong oleh Adi Sucipto Rp40juta. Kemudian pada Desember 2009 yayasan tersebut juga memperoleh dana Rp200juta tapi dipotong Adi Sucipto Rp60juta. Pada hari yang sama Panitia Pembangunan Mesjid An-Nawawi juga memperoleh dana Rp200 juta lalu dipotong Adi Sucipto sebesar Rp60 juta.
Menurutnya, pada saat pencairan, Adi Sucipto meneleponnya. Lalu mengajaknya ke sebuah rumah makan. Disana, Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik yang disimpan saksi.
“Saya diajak makan ke Jalan Ayahanda Medan. Di sana, dia ambil sendiri uang itu dari dalam platik yang saya bawa. Saya sempat tanya, kok sebanyak itu pak? Dia bilang, karena uangnya telah cair, jadi sebagiannya harus diberikan ke pejabat Pemprov,” urai saksi.

Sementara Suherliman, selaku Panitia Mesjid Istiqomah juga mengaku dari dana yang diperolehnya sebesar Rp200 juta pada bulan November 2009 dipotong oleh Adi Sucipto sebesar Rp30 juta.
“Sebenarnya saya tidak rela dana itu dipotong. Tapi saya dipaksa dan uang itu diambil sendiri dari dalam plastik. Saya mengenal Pak Adi Sucipto sebagai penceramah agama. Tapi karena dia yang mengurus proposal ke Pemprov Sumut hingga pencairan, apa boleh buat, saya nggak bisa banyak protes soal pemotongan itu, terlebih lagi dia memaksa saya,” ucapnya.

Seperti diketahui, Syawaluddin yang mengelola khusus belanja bantuan sosial belanja hibah bersama Adi Sucipto selaku penerima dan perantara penerima dana bansos (berkas terpisah) melakukan pemotongan 50 hingga 60 persen terhadap 17 yayasan penerima dana bansos.

Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp1.452.750.000. Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim yang diketuai Jonny Sitohang menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan dari 8 orang saksi yang dihadirkan JPU. (far)

Saksi Beber Cara Terdakwa Adi Sucipto Cairkan Dana saat Sidang

MEDAN-Adi Sucipto selaku calo atau perantara dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2009 melakukan pemotongan 40 hingga 60 persen dana bansos dari yayasan atau masjid yang diurusnya. Pemotongan dana tersebut dilakukan Adi dengan mengajak pengelola yayasan atau masjid ke sebuah rumah makan dengan mengaku uang tersebut akan diberikan kepada pejabat di Pemprov Sumut.

Dalam persidangan dengan terdakwa Syawaluddin, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekda Pemprov Sumut (berkas terpisah), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty menghadirkan tiga saksi di antaranya Asmuri Hafiz selaku Ketua Yayasan Pendidikan Al Hikmah, Agus Salim selaku Bendahara Yayasan Pendidikan Islam Nurul Hasanah serta Panitia Pembangunan Mesjid An-Nawawi dan Suherliman selaku Panitia Masjid Istiqomah.

Di ruang utama Pengadilan Tipikor, Kamis (22/11), saksi Asmuri Hafiz mengaku Yayasan Pendidikan Al Hikmah yang dipimpinnya dua kali memperoleh pencairan dana bansos pada Tahun 2009. Di antaranya bulan Juli sebesar Rp150 juta dan pada Desember Rp200 juta. Seluruh pengurusan proposal itu diurus oleh Adi Sucipto.

“Proposal itu disetujui oleh Pemprov Sumut. Saya tahu soal dana bansos ini dari Adi Sucipto. Dia yang memberitahukan pada saya semua syarat-syarat untuk memperoleh dana itu serta mengurus seluruh proposalnya,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dana bansos itu masuk ke rekening yayasan. Lalu dirinya, Adi Sucipto dan Nursalim selaku Bendahara Yayasan Pendidikan Al Hikmah bersama-sama ke Bank Sumut. Setelah uang itu dicairkan, Adi Sucipto mengajak mereka makan disebuah rumah makan. Sesampainya di sana, Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik dan mengaku uang itu sebagai biaya mengurus proposal.

“Dia mengajak kami ke sebuah rumah makan. Disana, Pak Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik. Saya terkejut, dia sendiri yang ngambil uangnya. Dari pencairan pertama Rp150 juta dipotong Rp40 juta dan dari dana Rp200 juta dipotong Rp60 juta oleh Adi Sucipto. Dua kali pencairan dana, dua kali pula dana itu dipotong. Saya sempat mempertanyakannya, dia bilang uang itu untuk mengurus orang dalam Pemprov Sumut,” ungkapnya.
Ditambahkannya, untuk laporan pertanggungjawaban, Adi Sucipto juga memerintahkan saksi agar membuatnya sesuai dana yang diterima pertama kali meski dana tersebut telah dipotong. “Saya terpaksa membuatnya. Karena Pak Adi Sucipto yang memaksa. Dia juga memberikan contoh surat pertangungjawaban. Memang setelah dana itu dipotong, saya tidak pernah lapor ke pihak berwajib ataupun Pemprov Sumut. Itulah kesalahan saya. Tapi dana yang saya terima, memang sudah direalisasikan untuk pembangunan yayasan,” urainya.

Tidak berbeda jauh, saksi Agus Salim juga mengaku yang sama. Pada bulan Juli 2009 Yayasan Pendidikan Islam Nurul Hasanah memperoleh dana bansos Rp150 juta, namun dipotong oleh Adi Sucipto Rp40juta. Kemudian pada Desember 2009 yayasan tersebut juga memperoleh dana Rp200juta tapi dipotong Adi Sucipto Rp60juta. Pada hari yang sama Panitia Pembangunan Mesjid An-Nawawi juga memperoleh dana Rp200 juta lalu dipotong Adi Sucipto sebesar Rp60 juta.
Menurutnya, pada saat pencairan, Adi Sucipto meneleponnya. Lalu mengajaknya ke sebuah rumah makan. Disana, Adi Sucipto mengambil sendiri uang tersebut dari dalam plastik yang disimpan saksi.
“Saya diajak makan ke Jalan Ayahanda Medan. Di sana, dia ambil sendiri uang itu dari dalam platik yang saya bawa. Saya sempat tanya, kok sebanyak itu pak? Dia bilang, karena uangnya telah cair, jadi sebagiannya harus diberikan ke pejabat Pemprov,” urai saksi.

Sementara Suherliman, selaku Panitia Mesjid Istiqomah juga mengaku dari dana yang diperolehnya sebesar Rp200 juta pada bulan November 2009 dipotong oleh Adi Sucipto sebesar Rp30 juta.
“Sebenarnya saya tidak rela dana itu dipotong. Tapi saya dipaksa dan uang itu diambil sendiri dari dalam plastik. Saya mengenal Pak Adi Sucipto sebagai penceramah agama. Tapi karena dia yang mengurus proposal ke Pemprov Sumut hingga pencairan, apa boleh buat, saya nggak bisa banyak protes soal pemotongan itu, terlebih lagi dia memaksa saya,” ucapnya.

Seperti diketahui, Syawaluddin yang mengelola khusus belanja bantuan sosial belanja hibah bersama Adi Sucipto selaku penerima dan perantara penerima dana bansos (berkas terpisah) melakukan pemotongan 50 hingga 60 persen terhadap 17 yayasan penerima dana bansos.

Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp1.452.750.000. Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim yang diketuai Jonny Sitohang menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan dari 8 orang saksi yang dihadirkan JPU. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/