SUMUTPOS.CO – Jumlah korban jiwa dan kerusakan akibat tsunami yang menerjang wilayah pantai di Selat Sunda terus bertambah. Data sementara yang dihimpun Posko BNPB hingga Minggu (23/12) pukul 16.00 WIB, tercatat 222 orang meninggal dunia, 843 orang luka dan 28 lainnya hilang. Sedangkan 556 unit rumah, 9 unit hotel, 60 warung kuliner, dan 350 kapal serta perahu rusak. Menyusul adanya potensi tsunami susulan, masyarakat diimbau menghindari aktivitas di tepi pantai.
KEPALA Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, mereka yang menjadi korban di beberapa kabupaten, yakni di Kabupaten Pandeglang, Serang, Lampung Selatan dan Tanggamus. “Jumlah (korban, Red) ini diperkirakan masih akan terus bertambah, karena belum semua berhasil dievakuasi dan belum semua Puskesmas melaporkan korban,” ujar Sutopo seperti dalam rilis yang diterima JawaPos.com (grup Sumut Pos), Minggu (23/12).
Untuk di Kabupaten Pandeglang, tercatat 164 orang meninggal dunia, 624 orang luka-luka, 2 orang lainnya hilang. Kerusakan fisik meliputi 446 rumah rusak, 9 hotel rusak, 60 warung rusak, 350 unit kapal dan perahu rusak, dan 73 kendaraan rusak.
Di Pandeglang, daerah yang terdampak tersebar di 10 kecamatan. Lokasi yang banyak ditemukan korban adalah di Hotel Mutiara Carita Cottage, Hotel Tanjung Lesung dan Kampung Sambolo.
Dikatakannya, mereka yang menjadi korban merupakan wisatawan dan masyarakat setempat. Banyak yang berada di kawasan wisata, seperti Pantai Tanjung Lesung, Pantai Sumur, Pantai Teluk Lada, Pantai Panimbang dan Pantai Carita. “Belum ada wisatawan asing yang menjadi korban,” katanya.
Sementara di Kabupaten Serang tercatat ada 11 orang meninggal dunia, 22 orang luka-luka, dan 26 orang hilang. Untuk kerusakan bangunann
masih dilakukan pendataan. Di Kabupaten Lampung Selatan, jumlah korban tercatat ada 48 orang meninggal dunia, 213 orang luka-luka dan 110 rumah rusak. Sedangkan di Kabupaten Tanggamus terdapat 1 orang meninggal dunia.
Sutopo mengimbau masyarakat maupun wisatawan yang ada di wilayah terdampak diminta agar tak melakukan aktivitas di tepi pantai. Pasalnya, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda sampai saat ini masih terus berlanjut. Aktivas tersebut tentunya berdampak pada potensi kembali terjadinya tsunami di pantai-pantai terdekatnya masih ada. “Masyarakat supaya menjauhi pantai sementara waktu. Erupsi Gunung Anak Krakatau masih terus berlangsung yang berpotensi menimbulkan tsunami susulan,” imbau Sutopo.
Dikatakannya, baik itu BNPB, BMKG, sedang menganalisis, apakah memang betul-betul erupsi Anak Krakatau yang menjadi penyebab dari tsunami tersebut.
Ini diakui Ketua Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Tiar Prasetya. Dia mengatakan, pihaknya telah mengirim tim untuk meneliti penyebab terjadinya tsunami Selat Sunda. “Tim kita sudah ke sana, ke Lampung. Itu gunanya survei ke sana. Lampung sudah dan (tim) Tangerang,” katanya di kantornya.
Saat ini, dugaan penyebab tsunami di Selat Sunda yang tidak diawali dengan gempa lantaran adanya longsoran di Gunung Anak Krakatau. Sehingga, pihaknya ingin memastikan benar. “Langkah selanjutnya penelitian lebih lanjut untuk melihat Anak Krakatau secara visual dan sonar. Apakah longsoran itu menyebabkan tsunami? Kalau cuma tsunami saja enggak besar, tapi karena gelombang tinggi dan tsunami. Debatable memang, tapi itu yang paling make sense,” ungkapnya.
Selain itu, Tiar menjelaskan, gejala alam ini memang unik. Karenanya, sampai sekarang masih bersifat dugaan. “Kasus kemarin memang sangat unik, gelombang tinggi kemudian diduga longsoran, mentrigrer tsunami dan lebih kuat dorongannya,” pungkasnya.
Sementara, dalam keterangan tertulisnya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rudy Suhendar menjelaskan aktivitas Gunung Anak Krakatau selama ini.
Rudy menjelaskan, Gunung Anak Krakatau adalah gunung api strato tipe A atau gunung api yang terbentuk karena letusan Ekstrusi (Erupsi) Ekslposif dan Ekstrusi (Erupsi) Efusif secara terus-menerus dan saling bergantian. Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda ini, merupakan gunung api muda yang muncul dalam kaldera atau fitur vulkanik yang terbentuk dari jatuhnya tanah setelah letusan vulkanik, pasca-erupsi paroksismal pada 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau.Aktivitas erupsi setelah pembentukan dimulai sejak 1927. Saat itu, tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut. Namun, pada 2013, tubuh Anak Krakatau mulai muncul ke permukaan laut. Sejak saat itu hingga kini, Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi, yang artinya membangun tubuhnya hingga besar.
PVMBG kemudian mengungkapkan, Gunung Anak Krakatau memiliki elevasi tertinggi yaitu 338 meter dari muka laut. Pengukuran tersebut dilakukan pada September 2018 lalu. Karakter letusannya adalah erupsi magmatik, yang berupa erupsi eksplosif lemah (strombolian) dan erupsi epusif berupa aliran lava.
Pada 20 Juni 2016, Gunung Anak Krakatau meletus. Kemudian pada 19 Februari 2017, kembali meletus berupa letusan strombolian. Di 2018, gunung itu kembali meletus pada 29 Juni. Sejak itu sampai saat ini, letusan Gunung Anak Krakatau berupa letusan strombolian.
Lalu, letusan pada 2018 terjadi karena diawali dengan munculnya gempa tremor dan peningkatan jumlah gempa hembusan dan low frekuensi pada 18-19 Juni 2018. Gempat tremor sendiri adalah gempa yang bisa mengindikasikan adanya aktivitas vulkanik di gunung api. Jika gempa tremor terjadi, maka bisa diprediksi dalam beberapa jam selanjutnya gunung api akan segera meletus. Sementara gempa hembusan adalah salah satu tipe gempa yang sumbernya ada di dekat permukaan.
Sejak itu, jumlah gempa hembusan yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau terus meningkat, dan akhirnya pada 29 Juni 2018, Gunung Anak Krakatau meletus. Lontaran material letusan sebagian besar jatuh di sekitar tubuh Gunung Anak Krakatau atau kurang dari 1 km dari kawah.
Dan sejak 23 Juli 2018, teramati lontaran material pijar yang jatuh di sekitar pantai, sehingga radius bahaya Gunung Anak Krakatau diperluas dari 1 km menjadi 2 km dari kawah.
Kemudian, aktivitas Gunung Anak Krakatau yang terbaru kembali terjadi pada 22 Desember 2018. Sabtu malam kemarin, Gunung Anak Krakatau meletus. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1500 meter di atas puncak kawah. Sementara, terekam juga gempa tremor dengan amplitudo overscale berkisar 58 mm.
Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), potensi bencana erupsi Gunung Anak Krakatau, menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter kurang lebih 2 km, merupakan kawasan rawan bencana.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental, hingga 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada). Sehubungan dengan status Level II (Waspada) tersebut, PVMBG melarang masyarakat mendekati Gunung Krakatau dalam radius 2 km dari kawah.
Terkait dengan tsunami yang terjadi di Selat Sunda ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, tsunami terjadi akibat longsor bawah laut yang disebabkan oleh aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau. Peristiwa ini terjadi bersamaan dengan gelombang pasang akibat peristiwa bulan purnama.
“Jadi kalau statement yang disampaikan BMKG faktor penyebab tsunami adalah longsoran bawah laut yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau, yang kebetulan terjadi bersamaan dengan gelombang pasang karena bulan purnama,” ungkap Sutopo di Yogyakarta, Minggu (23/12).
Pendeteksi Tsunami Rusak, Segera Diganti
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau masyarakat tetap tenang dalam menanggapi informasi bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda. Namun warga tetap harus waspada. “Masyarakat saya imbau untuk tetap tenang tapi juga waspada, tidak terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan,” kata Jokowi di Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Minggu (23/12).
Jokowi mengatakan, dirinya telah memerintahkan BMKG untuk terus menginformasikan kepada masyarakat terkait kondisi cuaca dan alam. “Saya juga telah perintahkan BMKG untuk terus-menerus menginformasikan kepada masyarakat mengenai situasi-situasi baik cuaca dan lainnya secepat-cepatnya kepada masyarakat,” katanya.
Jokowi juga sebelumnya mengatakan, telah memerintahkan jajaran seperti BNPB, Kementerian Sosial, Kementian PUPR, TNI dan Polri untuk bergerak cepat melakukan pencarian dan penyelamatan korban bencana tsunami di Banten dan Lampung. Bagi korban luka agar diberi perawatan segera.
“Saya telah memerintahkan untuk melakukan langkah-langkah darurat menemukan korban dan juga melakukan perawatan secepat-cepatnya,” katanya.
Dia juga mengatakan agar peralatan sistem peringatan dini (early warning system) selalu diperiksa kondisinya. “Sebetulnya sudah saya perintahkan juga untuk mengecek semua peralatan itu dan mengganti apabila ada yang rusak,” kata Jokowi.
Untuk penggantian tersebut, Jokowi mengatakan akan masuk di anggaran tahun 2019. “Tapi saya kira ini nanti masuk di anggaran baru 2019 awal Januari akan saya perintahkan agar mengganti peralatan-peralatan yang rusak atau yang sudah lama tidak bisa dipakai,” katanya.
Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, bencana alam tsunami di Selat Sunda merupakan kejadian yang tidak biasa terjadi, yakni gelombang tsunami tanpa didahului dengan gempa bumi. “Saya sudah berbicara dengan Kepala BMKG dan Geologi. Ini suatu kasus yang tidak biasa, tsunami tanpa gempa. Jadi gejalanya ada kemungkinan dari perubahan atau letusan Gunung Anak Krakatau,” kata Wapres usai memimpin rapat penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda di VVIP Room Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Minggu (23/12) siang.
Wapres mengatakan, pihaknya telah memerintahkan kepada jajaran pemerintah daerah setempat, jajaran anggota TNI dan Polri, serta Palang Merah Indonesia (PMI) untuk segera menuju lokasi bencana guna melakukan evakuasi. “Dari pemda, TNI, Polri sudah bergerak; dan juga PMI sudah bergerak semua ke sana untuk mengatasi ini,” katanya menambahkan.
Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah melakukan pemantauan dari udara untuk meninjau lokasi terdampak tsunami Selat Sunda, khususnya di wilayah Anyer, Carita, Labuan dan Tanjung Lesung. Panglima menjelaskan, kondisi bangunan yang rusak akibat terdampak tsunami terlihat jelas di wilayah sekitar Pantai Carita.
“Saya baru saja menuju sasaran. Di sepanjang bibir pantai mulai dari Anyer memang belum nampak, tapi ketika masuk di Pantai Carita memang di sana nampak ada beberapa hotel dan tempat wisata terlihat terkena dampak tsunami, termasuk di Labuan,” kata Panglima Hadi.
Helikopter yang ditumpangi Panglima TNI Hadi Tjahjanto tidak dapat mendarat di lokasi kejadian karena cuaca buruk. Sementara itu, Wapres batal melakukan tinjauan ke lokasi terdampak bencana tsunami karena cuaca buruk sehingga helikopter tidak dapat melakukan pendaratan di lokasi. (dho/jpc/bbs/adz)