26 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Komisi D: Itu Tidak Bisa..

SUMUTPOS.CO- Langkah Podomoro mengurus Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) secara bertahap dipertanyakan Komisi D DPRD Medan. Apalagi, saat ini proses pengerjaan sudah mulai berjalan walaupun belum memperoleh SIMB dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan.

Ketua Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif mempertanyakan komitmen Dinas TRTB dalam melakukan pengawasan. Apalagi, sampai membiarkan pekerjaan Podomoro berjalan tanpa mengantongi IMB.

“Sudah kita minta untuk distanvas,” kata Arif saat ditemui di gedung DPRD Medan, Selasa (24/3).

Langkah Podomoro menyicil permohonan IMB juga dipertanyakan Arif. Kata dia, seharusnya IMB diurus sekaligus. “Kok cicil, seharusnya tidak bisa,” cetusnya. Arif menilai, dengan maraknya pertumbuhan pembangunan di Kota Medan, sudah seharusnya ada instansi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khusus yang melakukan pengawasan. Dinas TRTB sendiri, kata dia, tidak akan sanggup menjangkau seluruh bangunan yang ada di Kota Medan, belum lagi adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab pengelolaan papan reklame yang sebelumnya dikelola Dinas Pertamanan.

“Segera akan kita jadwalkan untuk melakukan peninjauan Podomoro,” sebutnya.

Kepala Dinas TRTB Medan, Sampurno Pohan yang dikonfirmasi mengaku, tidak ada yang salah dan dilanggar oleh Podomoro ketika mengurus SIMB secara bertahap. Dijelaskannya, Podomoro tetap pada pendirian awal yakni membangun gedung setinggi 50 lantai. Namun, sampai saat ini belum memperoleh izin ketinggian dari Lanud Soewondo.

“Sah-sah saja izinnya dicicil,” ucap Sampurno.

Seluruh proses perizinan yang dibutuhkan untuk mengurus SIMB mulai dari analisis dampak lingkungan hidup (Amdal), Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin) sudah dimiliki Podomoro.

“Rencananya Podomoro akan dioperasionalkan 2018 mendatang,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Medan, Arif Tri Nugroho menyatakan, Podomoro mengurus Amdal sebelum proyek pembangunan dimulai.

“Sudah ada (Amdal),” ungkapnya ketika dihubungi secara terpisah.

Dijelaskannya, sebelum Podomodo operasional, terlebih dahulu harus mengurus Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) serta Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL).

“Biasanya bangunan besar seperti itu membutuhkan mesin genset untuk operasional, nanti di situ kita ukur apakah keberadaan mesin genset mengganggu lingkungan sekitarnya,” katanya.

Sekretaris Fraksi PPP, Irsal Fikri menyayangkan lemahnya pengawasan Dinas TRTB yang membiarkan Podomoro dibangun tanpa memperoleh IMB terlebih dahulu. Penyebab utama dari membandalnya Podomoro, menurutnya tidak lepas dari bangunan Centre Point yang dapat terus dibangun walaupun IMB belum diterbitkan.

“Efek Centre Point memang luar biasa,” terangnya.

Irsal mengatakan, pengurusan dokumen lingkungan hidup mulai dari Amdal, UKP-UPL dilakukan pada waktu bersamaan.

“Kenapa harus dipisah-pisah, tentu harus dipertanyakan,” ujarnya.

Irsal mengibaratkan Podomoro seperti seorang pembeli di sebuah warung nasi yang memesan makanan serta minuman dan lain sebagainya.

Dimana sudah seharusnya pembeli itu membayar semua yang sudah dipesannya. “Itu sederhananya, makanya kita mencurigai ada sesuatu yang terjadi antara Pemko Medan dan pihak pengembang,” tuturnya.(dik)

SUMUTPOS.CO- Langkah Podomoro mengurus Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) secara bertahap dipertanyakan Komisi D DPRD Medan. Apalagi, saat ini proses pengerjaan sudah mulai berjalan walaupun belum memperoleh SIMB dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan.

Ketua Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif mempertanyakan komitmen Dinas TRTB dalam melakukan pengawasan. Apalagi, sampai membiarkan pekerjaan Podomoro berjalan tanpa mengantongi IMB.

“Sudah kita minta untuk distanvas,” kata Arif saat ditemui di gedung DPRD Medan, Selasa (24/3).

Langkah Podomoro menyicil permohonan IMB juga dipertanyakan Arif. Kata dia, seharusnya IMB diurus sekaligus. “Kok cicil, seharusnya tidak bisa,” cetusnya. Arif menilai, dengan maraknya pertumbuhan pembangunan di Kota Medan, sudah seharusnya ada instansi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khusus yang melakukan pengawasan. Dinas TRTB sendiri, kata dia, tidak akan sanggup menjangkau seluruh bangunan yang ada di Kota Medan, belum lagi adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab pengelolaan papan reklame yang sebelumnya dikelola Dinas Pertamanan.

“Segera akan kita jadwalkan untuk melakukan peninjauan Podomoro,” sebutnya.

Kepala Dinas TRTB Medan, Sampurno Pohan yang dikonfirmasi mengaku, tidak ada yang salah dan dilanggar oleh Podomoro ketika mengurus SIMB secara bertahap. Dijelaskannya, Podomoro tetap pada pendirian awal yakni membangun gedung setinggi 50 lantai. Namun, sampai saat ini belum memperoleh izin ketinggian dari Lanud Soewondo.

“Sah-sah saja izinnya dicicil,” ucap Sampurno.

Seluruh proses perizinan yang dibutuhkan untuk mengurus SIMB mulai dari analisis dampak lingkungan hidup (Amdal), Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin) sudah dimiliki Podomoro.

“Rencananya Podomoro akan dioperasionalkan 2018 mendatang,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Medan, Arif Tri Nugroho menyatakan, Podomoro mengurus Amdal sebelum proyek pembangunan dimulai.

“Sudah ada (Amdal),” ungkapnya ketika dihubungi secara terpisah.

Dijelaskannya, sebelum Podomodo operasional, terlebih dahulu harus mengurus Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) serta Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL).

“Biasanya bangunan besar seperti itu membutuhkan mesin genset untuk operasional, nanti di situ kita ukur apakah keberadaan mesin genset mengganggu lingkungan sekitarnya,” katanya.

Sekretaris Fraksi PPP, Irsal Fikri menyayangkan lemahnya pengawasan Dinas TRTB yang membiarkan Podomoro dibangun tanpa memperoleh IMB terlebih dahulu. Penyebab utama dari membandalnya Podomoro, menurutnya tidak lepas dari bangunan Centre Point yang dapat terus dibangun walaupun IMB belum diterbitkan.

“Efek Centre Point memang luar biasa,” terangnya.

Irsal mengatakan, pengurusan dokumen lingkungan hidup mulai dari Amdal, UKP-UPL dilakukan pada waktu bersamaan.

“Kenapa harus dipisah-pisah, tentu harus dipertanyakan,” ujarnya.

Irsal mengibaratkan Podomoro seperti seorang pembeli di sebuah warung nasi yang memesan makanan serta minuman dan lain sebagainya.

Dimana sudah seharusnya pembeli itu membayar semua yang sudah dipesannya. “Itu sederhananya, makanya kita mencurigai ada sesuatu yang terjadi antara Pemko Medan dan pihak pengembang,” tuturnya.(dik)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/