25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Cegah dan Tanggulangi HIV/AIDS Melalui Pendidikan Agama di Keluarga

M IDRIS/sumut pos
sosialisasi: Anggota Komisi B DPRD Medan Irsal Fikri, saat sosialisasi Perda Nomor 1/2012 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS.
kepada seratusan warga di Jalan Multatuli Lingkungan IV, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, akhir pekan lalu (23/3). ()

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui pendidikan agama. Sebab, agama berperan penting membentengi diri dari penularan kedua penyakit mematikan tersebut.

Anggota Komisi B DPRD Medan Irsal Fikri mengungkapkan, agama merupakan benteng dalam berperilaku. Seseorang dengan kontrol agama yang kuat, memungkinan terjangkit HIV/AIDS sangat kecil.

“Penularan HIV/AIDS dimungkinkan terjadi akibat perilaku yang jauh dari agama. Penularan virus tersebut pada saat ini lebih banyak menular melalui seks bebas. Untuk itu, permasalahan tidak bisa diselesaikan bila pada hulunya tidak diantisipasi, yakni dengan lebih memperkuat pendidikan agama,” ungkap Irsal saat sosialisasi Perda Kota Medan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS kepada seratusan warga di Jalan Multatuli Lingkungan IV, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, akhir pekan lalu (23/3).

Menurut Irsal, pendidikan agama dimulai dari lingkungan keluarga. Karena, keluarga memegang peran paling strategis dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. “Peran seluruh anggota keluarga dalam mencegah HIV/AIDS sangat penting, karena mereka adalah guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan etika dan moral agama,” ujarnya.

Diutarakan dia, cukup banyak penelitian yang dilakukan terkait HIV/AIDS. Salah satunya, diketahui bahwa penyebab perbuatan negatif yang berujung pada penularan HIV/AIDS kurangnya pendidikan agama dalam keluarga.

“Orangtua mesti memahami dan memegang teguh ajaran agamanya, lalu mengajarkannya kepada anak-anak dan keluarga mereka. Misalnya dalam agama Islan, setiap keluarga harus memotivasi bahwa perkawinan adalah hubungan yang sehat dan menutup semua celah yang dapat mengakibatkan perbuatan dosa, seperti seks pranikah atau seks bebas,” paparnya.

Irsal mengatakan, maraknya keberadaan warnet perlu juga diawasi secara ketat karena diduga menyediakan akses situs pornografi. Orang yang biasa mengakses video porno, maka otomatis mudah terangsang. Untuk itu, orang tersebut berusaha melakukan upaya agar hasrat seksualnya tersalurkan. Makanya, tidak jarang terjadi kasus pelecehan terhadap anak-anak di tengah-tengah masyarakat akibat menonton video porno.

“Biasanya, modus pelaku mengiming-iming anak-anak dengan memberikan uang atau sesuatu misalnya permen atau mainan. Selanjutnya, pelaku membawa korbannya ke suatu tempat lalu dicabuli. Perbuatan seperti itu dapat mengakibatkan HIV/AIDS, sehingga dibutuhkan peran masyarakat dengan membentengi pendidikan agama baik pelaku maupun korbannya,” paparnya.

Tak hanya pendidikan agama di keluarga, lanjut Irsal, partisipasi para tokoh agama dan masyarakat yang dianggap sebagai panutan juga ikut andil dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Oleh karenanya, sebagai teladan mereka harus menjadi penggerak pertama untuk menanggulangi HIV/AIDS dan turut menciptakan lingkungan yang kondusif di sekitarnya.

“Tokoh agama dan tokoh masyarakat mengajak untuk mengantisipasi hal-hal negatif atau yang tidak diinginkan. Selain itu, memberdayakan lembaga keagamaan dan masyarakat juga sangat penting untuk mencegah pergaulan bebas bagi para remaja yang masih mencari jati dirinya. Termasuk juga, tidak memunculkan sikap negatif terhadap orang dengan HIV/AIDS,” tuturnya.

Irsal mengatakan, selain seks bebas pintu masuk HIV/AIDS bisa juga melalui penyalahgunaan narkoba. Seringkali, remaja dan anak muda menjadi incaran penyalahgunaan barang haram tersebut.

“Tokoh agama, tokoh masyarakat dan kepala lingkungan (kepling) bisa mengambil peran guna mengantisipasi terkait tempat-tempat yang terindikasi peredaran narkoba. Sebab, HIV/AIDS ini pintu masuknya tidak hanya dari seks bebas tetapi narkoba juga. Maka dari itu, peran serta lintas sektoral ketiganya dibutuhkan tidak hanya Pemko Medan dan aparat kepolisian,” sebutnya.

Kata dia, sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Untuk itu, DPRD dan Pemko Medan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan lewat Perda Nomor 1/2012. “Karena belum ada obatnya sampai sekarang, maka upaya yang kita lakukan bersama Pemko dengan pencegahan dan penanggulangan melalui Perda Nomor 1 Tahun 2012,” pungkasnya.

Dengan adanya perda tersebut, diharapkan bisa terhindar dari kedua penyakit menular itu,” jelas politisi dari Partai Persatuan Pembangunan ini.

Di dalam perda yang terdiri dari 12 BAB dan 36 pasal, sambung Irsal, dijelaskan bahwa pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja. Melainkan, semua pihak termasuk masyarakat. “Dalam perda tersebut, tidak hanya mengatur partisipasi semua pihak untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Akan tetapi, bagaimana perawatan terhadap penderita penyakit itu hingga tidak diskriminatif terhadap mereka. Bagi yang melanggar perda, maka akan dikenakan kurungan penjaran 6 bulan atau denda maksimal Rp50 juta,” pungkasnya. (ris/ila)

M IDRIS/sumut pos
sosialisasi: Anggota Komisi B DPRD Medan Irsal Fikri, saat sosialisasi Perda Nomor 1/2012 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS.
kepada seratusan warga di Jalan Multatuli Lingkungan IV, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, akhir pekan lalu (23/3). ()

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui pendidikan agama. Sebab, agama berperan penting membentengi diri dari penularan kedua penyakit mematikan tersebut.

Anggota Komisi B DPRD Medan Irsal Fikri mengungkapkan, agama merupakan benteng dalam berperilaku. Seseorang dengan kontrol agama yang kuat, memungkinan terjangkit HIV/AIDS sangat kecil.

“Penularan HIV/AIDS dimungkinkan terjadi akibat perilaku yang jauh dari agama. Penularan virus tersebut pada saat ini lebih banyak menular melalui seks bebas. Untuk itu, permasalahan tidak bisa diselesaikan bila pada hulunya tidak diantisipasi, yakni dengan lebih memperkuat pendidikan agama,” ungkap Irsal saat sosialisasi Perda Kota Medan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS kepada seratusan warga di Jalan Multatuli Lingkungan IV, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, akhir pekan lalu (23/3).

Menurut Irsal, pendidikan agama dimulai dari lingkungan keluarga. Karena, keluarga memegang peran paling strategis dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. “Peran seluruh anggota keluarga dalam mencegah HIV/AIDS sangat penting, karena mereka adalah guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan etika dan moral agama,” ujarnya.

Diutarakan dia, cukup banyak penelitian yang dilakukan terkait HIV/AIDS. Salah satunya, diketahui bahwa penyebab perbuatan negatif yang berujung pada penularan HIV/AIDS kurangnya pendidikan agama dalam keluarga.

“Orangtua mesti memahami dan memegang teguh ajaran agamanya, lalu mengajarkannya kepada anak-anak dan keluarga mereka. Misalnya dalam agama Islan, setiap keluarga harus memotivasi bahwa perkawinan adalah hubungan yang sehat dan menutup semua celah yang dapat mengakibatkan perbuatan dosa, seperti seks pranikah atau seks bebas,” paparnya.

Irsal mengatakan, maraknya keberadaan warnet perlu juga diawasi secara ketat karena diduga menyediakan akses situs pornografi. Orang yang biasa mengakses video porno, maka otomatis mudah terangsang. Untuk itu, orang tersebut berusaha melakukan upaya agar hasrat seksualnya tersalurkan. Makanya, tidak jarang terjadi kasus pelecehan terhadap anak-anak di tengah-tengah masyarakat akibat menonton video porno.

“Biasanya, modus pelaku mengiming-iming anak-anak dengan memberikan uang atau sesuatu misalnya permen atau mainan. Selanjutnya, pelaku membawa korbannya ke suatu tempat lalu dicabuli. Perbuatan seperti itu dapat mengakibatkan HIV/AIDS, sehingga dibutuhkan peran masyarakat dengan membentengi pendidikan agama baik pelaku maupun korbannya,” paparnya.

Tak hanya pendidikan agama di keluarga, lanjut Irsal, partisipasi para tokoh agama dan masyarakat yang dianggap sebagai panutan juga ikut andil dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Oleh karenanya, sebagai teladan mereka harus menjadi penggerak pertama untuk menanggulangi HIV/AIDS dan turut menciptakan lingkungan yang kondusif di sekitarnya.

“Tokoh agama dan tokoh masyarakat mengajak untuk mengantisipasi hal-hal negatif atau yang tidak diinginkan. Selain itu, memberdayakan lembaga keagamaan dan masyarakat juga sangat penting untuk mencegah pergaulan bebas bagi para remaja yang masih mencari jati dirinya. Termasuk juga, tidak memunculkan sikap negatif terhadap orang dengan HIV/AIDS,” tuturnya.

Irsal mengatakan, selain seks bebas pintu masuk HIV/AIDS bisa juga melalui penyalahgunaan narkoba. Seringkali, remaja dan anak muda menjadi incaran penyalahgunaan barang haram tersebut.

“Tokoh agama, tokoh masyarakat dan kepala lingkungan (kepling) bisa mengambil peran guna mengantisipasi terkait tempat-tempat yang terindikasi peredaran narkoba. Sebab, HIV/AIDS ini pintu masuknya tidak hanya dari seks bebas tetapi narkoba juga. Maka dari itu, peran serta lintas sektoral ketiganya dibutuhkan tidak hanya Pemko Medan dan aparat kepolisian,” sebutnya.

Kata dia, sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Untuk itu, DPRD dan Pemko Medan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan lewat Perda Nomor 1/2012. “Karena belum ada obatnya sampai sekarang, maka upaya yang kita lakukan bersama Pemko dengan pencegahan dan penanggulangan melalui Perda Nomor 1 Tahun 2012,” pungkasnya.

Dengan adanya perda tersebut, diharapkan bisa terhindar dari kedua penyakit menular itu,” jelas politisi dari Partai Persatuan Pembangunan ini.

Di dalam perda yang terdiri dari 12 BAB dan 36 pasal, sambung Irsal, dijelaskan bahwa pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja. Melainkan, semua pihak termasuk masyarakat. “Dalam perda tersebut, tidak hanya mengatur partisipasi semua pihak untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Akan tetapi, bagaimana perawatan terhadap penderita penyakit itu hingga tidak diskriminatif terhadap mereka. Bagi yang melanggar perda, maka akan dikenakan kurungan penjaran 6 bulan atau denda maksimal Rp50 juta,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/