Untung, salah seorang pengungsi bisa mengendalikan perahu. Dia adalah Muhammad Ami, 46, yang mampu membawa perahu itu berjalan sehari semalam tanpa tujuan. Kapal kembali terhenti karena kehabisan bahan bakar. Saat itulah, datang kapal Angkatan Laut Thailand. Namun, begitu mengetahui yang terdampar kapal pengungsi Rohingya, kapal Thailand tak bersedia mendekat. Mereka hanya mengamati dari kejauhan, kemudian pergi.
Pukul 12 siang (Tayyub lupa tanggalnya), datanglah empat nelayan Indonesia yang berbaik hati memberikan bantuan makanan, minuman, dan bahan bakar. Bahkan, mereka mengajari para pengungsi itu mengemudikan kapal secara benar.
”Di mana ini? Kami ingin ke Malaysia,” ujar Tayyub kepada nelayan Indonesia itu.
”Ini adalah perbatasan Indonesia. Dan, itu di sana Malaysia,” jawab nelayan tersebut seperti ditirukan Tayyub.
Setelah nelayan pergi, kapal kembali bergerak. Namun, karena tak tahu arah, kapal malah mengarah ke wilayah Indonesia. Saat malam kapal itu dihentikan kapal patroli TNI-AL dan polisi air yang mendekat. Kapal TNI-AL memberikan bantuan 10 dus air mineral, 10 dus mi instan, dan 2 boks biskuit untuk para pengungsi. Tetapi, setelah itu, kapal patroli Indonesia tersebut menggeret kapal pengungsi Rohingya ke luar wilayah Indonesia menuju Malaysia. Perjalanan itu memakan waktu sehari semalam.
Sampai di wilayah teritori Malaysia, kapal pengungsi ditinggal pergi. Selang esoknya, datanglah tiga kapal imigrasi dan Tentera Laut Diraja Malaysia.
”Tuan, kami benar-benar dalam masalah. Anak-anak dan para perempuan menangis semua. Kami kelaparan dan kehausan, berbulan-bulan kami di lautan,” kata Tayyub kepada tentara Malaysia itu.
”Oke-oke, kami akan mengedrop kalian ke kapal di belakang dan membawa ke Malaysia,” ucap seorang tentara seperti ditirukan Tayyub.
Tambang kapal pun kembali dikaitkan. Saat senja, perjalanan menuju Malaysia dimulai. Selama 12 jam di tengah gelap gulita malam, para pengungsi merasa senang karena hampir sampai tujuan.
Tapi, harapan yang sudah di ubun-ubun itu ternyata hanya ilusi. Sebab, ternyata tentara Malaysia tersebut membawa kapal pengungsi tersebut kembali ke perairan Indonesia. Setelah kapal pengungsi tiba di wilayah Indonesia, mereka memotong tali kaitannya dan melenggang pergi, meninggalkan pengungsi yang kembali linglung di tengah laut.
”Para penumpang pun menangis dan berteriak histeris. Ya Allah… Ya Allah… Mereka tahu ini bukan Malaysia. Sejauh mata memandang hanya ada laut, laut, dan laut. Apa salah kami kepada mereka? Sudah tiga kali kami diperlakukan dan dibohongi,” ucap Tayyub lirih.
Beberapa penumpang yang stres dan frustrasi akhirnya memilih menceburkan diri, berenang menyeberangi lautan luas. Entah bagaimana nasib mereka selanjutnya. (*/c5/c10/ari/bersambung)
Dor… Dor… Kapten Kapal Menembaki Penumpang yang Protes
Untung, salah seorang pengungsi bisa mengendalikan perahu. Dia adalah Muhammad Ami, 46, yang mampu membawa perahu itu berjalan sehari semalam tanpa tujuan. Kapal kembali terhenti karena kehabisan bahan bakar. Saat itulah, datang kapal Angkatan Laut Thailand. Namun, begitu mengetahui yang terdampar kapal pengungsi Rohingya, kapal Thailand tak bersedia mendekat. Mereka hanya mengamati dari kejauhan, kemudian pergi.
Pukul 12 siang (Tayyub lupa tanggalnya), datanglah empat nelayan Indonesia yang berbaik hati memberikan bantuan makanan, minuman, dan bahan bakar. Bahkan, mereka mengajari para pengungsi itu mengemudikan kapal secara benar.
”Di mana ini? Kami ingin ke Malaysia,” ujar Tayyub kepada nelayan Indonesia itu.
”Ini adalah perbatasan Indonesia. Dan, itu di sana Malaysia,” jawab nelayan tersebut seperti ditirukan Tayyub.
Setelah nelayan pergi, kapal kembali bergerak. Namun, karena tak tahu arah, kapal malah mengarah ke wilayah Indonesia. Saat malam kapal itu dihentikan kapal patroli TNI-AL dan polisi air yang mendekat. Kapal TNI-AL memberikan bantuan 10 dus air mineral, 10 dus mi instan, dan 2 boks biskuit untuk para pengungsi. Tetapi, setelah itu, kapal patroli Indonesia tersebut menggeret kapal pengungsi Rohingya ke luar wilayah Indonesia menuju Malaysia. Perjalanan itu memakan waktu sehari semalam.
Sampai di wilayah teritori Malaysia, kapal pengungsi ditinggal pergi. Selang esoknya, datanglah tiga kapal imigrasi dan Tentera Laut Diraja Malaysia.
”Tuan, kami benar-benar dalam masalah. Anak-anak dan para perempuan menangis semua. Kami kelaparan dan kehausan, berbulan-bulan kami di lautan,” kata Tayyub kepada tentara Malaysia itu.
”Oke-oke, kami akan mengedrop kalian ke kapal di belakang dan membawa ke Malaysia,” ucap seorang tentara seperti ditirukan Tayyub.
Tambang kapal pun kembali dikaitkan. Saat senja, perjalanan menuju Malaysia dimulai. Selama 12 jam di tengah gelap gulita malam, para pengungsi merasa senang karena hampir sampai tujuan.
Tapi, harapan yang sudah di ubun-ubun itu ternyata hanya ilusi. Sebab, ternyata tentara Malaysia tersebut membawa kapal pengungsi tersebut kembali ke perairan Indonesia. Setelah kapal pengungsi tiba di wilayah Indonesia, mereka memotong tali kaitannya dan melenggang pergi, meninggalkan pengungsi yang kembali linglung di tengah laut.
”Para penumpang pun menangis dan berteriak histeris. Ya Allah… Ya Allah… Mereka tahu ini bukan Malaysia. Sejauh mata memandang hanya ada laut, laut, dan laut. Apa salah kami kepada mereka? Sudah tiga kali kami diperlakukan dan dibohongi,” ucap Tayyub lirih.
Beberapa penumpang yang stres dan frustrasi akhirnya memilih menceburkan diri, berenang menyeberangi lautan luas. Entah bagaimana nasib mereka selanjutnya. (*/c5/c10/ari/bersambung)