28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Dokter hanya Sekali, Selanjutnya Dokter Koas

Amatan Sumut Pos, di Ruang Rindu A dan Rindu B, RSUP H Adam Malik, yang berlantai III dengan total seluruhnya 198 ruangan itu masih ada kamar yang kosong dan belum diisi. Ruangan ini khusus untuk pasien peserta Jampersal, Jamkesda, Jamkesmas, Askes dan peserta yang memakai biaya negara.
Terlihat didalam Ruang Rindu A dan Rindu B didalam masing-masing ruangan diisi dengan enam tempat tidur yang dilengkapi dengan ambal, karpet bantal dan selimut pada masing-masing tempat tidur. Dalam ruangan itu diisi dengan enam pasien dan para pasien ditemani oleh keluarganya masing-masing.

Begitu memasuki ruangan pada masing-masing lantai, di pojok tersebut, terlebih dahulu harus melewati meja petugas medis. Di meja petugas medis tersebut ada sekitar empat yang masih bersekolah dan empat pegawai dari  perawat RSUP H Adam Malik. Sebelum memasuki ruangan, didepan pintu masuk ada meja yang diatasnya botol infus dan sarung tangan.

Di dalam ruangan itu para perawat terlihat sedang asik merapikan ruangan. “Memang sudah tugas Bang,” kata Sri Kurniati, seorang petugas yang masih bersekolah.

Tak berapa lama kemudian, petugas medis, dokter dengan berpakaian putih dengan pin di dada kiri mereka bertulisakan dokter muda (dokter coast) memasuki ruangan tersebut dengan membawa peralatan medis. Para dokter muda itu hanya sebentar saja memeriksa satu pasien lalu memeriksa pasien yang lainnya. Para dokter muda itu, berada di dalam satu kamar sekitar 15 menit. Selesai memeriksa, selanjutnya para dokter itu langsung keluar dan berpindah kekamar yang lain memeriksa pasien yang lainnya. “Mereka hanya memeriksa kondisi pasien saja apakah ada perubahan atau tidak pada pasien,” jelas petugas medis yang lain yang tak mau namanya disebutkan.

Dia pun mengatakan dokter penanggung jawab masuknya hanya sekali dalam sehari dan yang sering melakukan pemeriksaan itu dokter muda. “Maklumlah Bang, itu semua sudah diatur rumah sakit,” jelasnya.

Ayu Intan Situmorang, seorang warga yang menjaga keluarganya dirawat di Ruang Rindu B Lantai II itu mengaku yang lebih sering melakukan pemeriksaan itu adalah perawat. “Dokternya sih ada bang tapi hanya satu kali saja dan itu paginya saja memeriksa. Lebih sering dokter muda yang memeriksa,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubbag Hukum & Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih mengaku, pihak rumah sakit RSUP H Adam Malik sudah memberikan pelayanan yang lebih optimal lagi. Dijelaskannya, pihak tak ada membeda-bedakan pasien didalam rumah sakit dan semua sama. ”Rumah sakit tetap memberikan yang optimal. Ruang Rindu A dan Rindu B itu memang tempat pasien Kelas III, tapi rumah sakit tetap memberikan pelayanan yang maksimal,” jelasnya.

Tak jauh berbeda terjadi di rumah sakit dr Pirngadi. Setelah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) pada 13 Oktober 2011 lalu, tidak begitu banyak perubahan pelayanan kesehatan bagi warga miskin terutama pasien yang menggunakan kartu sakti seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Medan Sehat, Jaminan Persalinan (Jampersal) dan lainnya.

Adalah gedung kelas III yang dikhususkan buat pasien miskin di RSUD dr Pirngadi Medan.  Saat menginjakkan kaki di gedung berlantai 4 dengan kapasitas 300 tempat tidur itu pengap dan bau tak sedap langsung menyergap.  Saat menuju ke lantai 3 melalui jalan darurat, bau pesing tak kalah menusuk hidung di berbagai sudut dindingnya. Keluarga pasien terpaksa menutup hidung dan setengah berlari bila melewati jalan ini. Lampu menuju ruang rawat inap di lantai tiga ini pun sudah tidak berfungsi sehingga terlihat gelap.

Sampah Berserak di Kamar Mandi

Pemandangan sampah yang berserakan menjadi hal lumrah meski di beberapa sudutnya tersedia tempat sampah. Di lantai 3 ini, ada beberapa ruang rawat inap bagi pasien seperti ruangan anak, therapy, dan lainnya.

Sementara di ruangan anak yang berada sudut kiri ruangan, tersedia sekitar 15 tempat tidur yang dikhususkan untuk pasien anak dengan latar belakang penyakit yang beragam serta dua kamar mandi. Di kamar mandi sendiri, sampah shampo, plastik dan lainnya tak jarang menyumbat saluran air. Sehingga air tergenang dan menambah aroma tak sedap yang menyeruak kesekitar ruangan. “Kadang sampahnya berserak di kamar mandi ini. Pintunya juga rusak dan nggak bisa ditutup. Memang ruangan ini sering terlihat sesak. Apalagi pasien anaknya juga digabungkan dari berbagai penyakit seperti demam berdarah (DBD), gizi buruk, malaria, serta penyakit dalam lainnya,” ujar br Simatupang yang merupakan keluarga pasien.

Hal senada juga disampaikan Marnatal Silitonga.  Menurut pria yang berdomisili di Tanjungbalai ini, meskipun keponakannnya telah dirawat selama 1 minggu akibat penyakit DBD, namun hingga kini, pihak keluarga tidak pernah mengetahui dokter yang menangani pasien. “Saya nggak kenal sama dokter yang menangani. Kalau pagi, cuma coast yang meriksa. Biasalah periksa terperatur panas dan infusnya. Pernah saya tanya sama mereka ke mana dokternya, tapi coast-nya bilang, kalau dokter lagi banyak praktik. Payah banyak kerjaan dokternya. Kami pun belum tahu bagaimana perkembangan pasien. Ini masih menunggu dokter,” sebutnya.

Bahkan, lanjut Martal, yang mengherankan, untuk membahas penyakit ponakannya, kecendrungan coast bertanya kepada dokter hanya melalui telepon. “Saya lihat mereka nelepon dokternya. Nanya bagaimana pemeriksaannya. Ternyata dokternya meriksa pasien melalui perantara coast. Gimana keponakan saya mau sembuh kalau begini,” urainya.

Lebih Banyak Perawat Belajar Dibanding Pasien

Selain kurangnya kebersihkan rumahsakit atas fasilitas pasien kelas III, sebagai rumah sakit pendidikan, RS dr Pirngadi Medan juga dinilai tak mampu mengatur efektivitas perawat maupun coast yang tengah menjalani proses pendidikannya.

Pasalnya jumlah perawat dan coast yang tengah menjalani pendidikan, tak sebanding dengan jumlah pasien yang dirawat. Atau bisa dikatakan empat berbanding satu, yakni lebih banyak perawat praktiknya dibanding pasien yang dirawat.

Hal ini diungkapkan salah satu Kepala Ruangan Kelas III, RSUD dr Pirngadi Medan, yang enggan identitasnya disebutkan, untuk menjaga kelanjutan karirnya. “Selama ini, jumlah perawat dan coast yang tengah menjalani pendidikannya jauh lebih banyak jumlahnya dibanding pasien. Kondisi ini tentu saja merugikan para perawat yang menimba ilmu, karena harus sabar bergantian dengan teman lainnya dan tidak menjamin semuanya mendapatkan kesempatan memperoleh pengetahuan medis sesuai kompetensinya. Tentu saja ini sangat kurang efektif bagi peserta didik,” sebutnya.

Akan tetapi kondisi ini disikapi dingin oleh, Wakil Direktur RSUD dr Pirngadi bidang SDM dan Pendidikan,  Masnelly Lubis. Dirinya menganggap, penempatan jumlah perawat yang menjalani pendidikan, sudah disesuaikan dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.
“Untuk penempatan perawat, kita sesuaikan terlebih dahulu dengan jumlah pasien yang ada di ruangan. Kalau pasiennya sedikit tidak mungkin kita tumpuk perawatnya di sana,” ucapnya.

Hal ini juga bilangnya, sebagai bentuk peningkatan kompetensi perawat yang tengah menjalani pendidikan. “Semua sudah kita sesuaikan dengan uji kompetensi sesuai Permenkes nomor 1796/Menkes/Perawatan/VIII/Tahun 2011, dimana semua lulusan harus memiliki kompetensi,” sebutnya. (uma/jon/far)

Amatan Sumut Pos, di Ruang Rindu A dan Rindu B, RSUP H Adam Malik, yang berlantai III dengan total seluruhnya 198 ruangan itu masih ada kamar yang kosong dan belum diisi. Ruangan ini khusus untuk pasien peserta Jampersal, Jamkesda, Jamkesmas, Askes dan peserta yang memakai biaya negara.
Terlihat didalam Ruang Rindu A dan Rindu B didalam masing-masing ruangan diisi dengan enam tempat tidur yang dilengkapi dengan ambal, karpet bantal dan selimut pada masing-masing tempat tidur. Dalam ruangan itu diisi dengan enam pasien dan para pasien ditemani oleh keluarganya masing-masing.

Begitu memasuki ruangan pada masing-masing lantai, di pojok tersebut, terlebih dahulu harus melewati meja petugas medis. Di meja petugas medis tersebut ada sekitar empat yang masih bersekolah dan empat pegawai dari  perawat RSUP H Adam Malik. Sebelum memasuki ruangan, didepan pintu masuk ada meja yang diatasnya botol infus dan sarung tangan.

Di dalam ruangan itu para perawat terlihat sedang asik merapikan ruangan. “Memang sudah tugas Bang,” kata Sri Kurniati, seorang petugas yang masih bersekolah.

Tak berapa lama kemudian, petugas medis, dokter dengan berpakaian putih dengan pin di dada kiri mereka bertulisakan dokter muda (dokter coast) memasuki ruangan tersebut dengan membawa peralatan medis. Para dokter muda itu hanya sebentar saja memeriksa satu pasien lalu memeriksa pasien yang lainnya. Para dokter muda itu, berada di dalam satu kamar sekitar 15 menit. Selesai memeriksa, selanjutnya para dokter itu langsung keluar dan berpindah kekamar yang lain memeriksa pasien yang lainnya. “Mereka hanya memeriksa kondisi pasien saja apakah ada perubahan atau tidak pada pasien,” jelas petugas medis yang lain yang tak mau namanya disebutkan.

Dia pun mengatakan dokter penanggung jawab masuknya hanya sekali dalam sehari dan yang sering melakukan pemeriksaan itu dokter muda. “Maklumlah Bang, itu semua sudah diatur rumah sakit,” jelasnya.

Ayu Intan Situmorang, seorang warga yang menjaga keluarganya dirawat di Ruang Rindu B Lantai II itu mengaku yang lebih sering melakukan pemeriksaan itu adalah perawat. “Dokternya sih ada bang tapi hanya satu kali saja dan itu paginya saja memeriksa. Lebih sering dokter muda yang memeriksa,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubbag Hukum & Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih mengaku, pihak rumah sakit RSUP H Adam Malik sudah memberikan pelayanan yang lebih optimal lagi. Dijelaskannya, pihak tak ada membeda-bedakan pasien didalam rumah sakit dan semua sama. ”Rumah sakit tetap memberikan yang optimal. Ruang Rindu A dan Rindu B itu memang tempat pasien Kelas III, tapi rumah sakit tetap memberikan pelayanan yang maksimal,” jelasnya.

Tak jauh berbeda terjadi di rumah sakit dr Pirngadi. Setelah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) pada 13 Oktober 2011 lalu, tidak begitu banyak perubahan pelayanan kesehatan bagi warga miskin terutama pasien yang menggunakan kartu sakti seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Medan Sehat, Jaminan Persalinan (Jampersal) dan lainnya.

Adalah gedung kelas III yang dikhususkan buat pasien miskin di RSUD dr Pirngadi Medan.  Saat menginjakkan kaki di gedung berlantai 4 dengan kapasitas 300 tempat tidur itu pengap dan bau tak sedap langsung menyergap.  Saat menuju ke lantai 3 melalui jalan darurat, bau pesing tak kalah menusuk hidung di berbagai sudut dindingnya. Keluarga pasien terpaksa menutup hidung dan setengah berlari bila melewati jalan ini. Lampu menuju ruang rawat inap di lantai tiga ini pun sudah tidak berfungsi sehingga terlihat gelap.

Sampah Berserak di Kamar Mandi

Pemandangan sampah yang berserakan menjadi hal lumrah meski di beberapa sudutnya tersedia tempat sampah. Di lantai 3 ini, ada beberapa ruang rawat inap bagi pasien seperti ruangan anak, therapy, dan lainnya.

Sementara di ruangan anak yang berada sudut kiri ruangan, tersedia sekitar 15 tempat tidur yang dikhususkan untuk pasien anak dengan latar belakang penyakit yang beragam serta dua kamar mandi. Di kamar mandi sendiri, sampah shampo, plastik dan lainnya tak jarang menyumbat saluran air. Sehingga air tergenang dan menambah aroma tak sedap yang menyeruak kesekitar ruangan. “Kadang sampahnya berserak di kamar mandi ini. Pintunya juga rusak dan nggak bisa ditutup. Memang ruangan ini sering terlihat sesak. Apalagi pasien anaknya juga digabungkan dari berbagai penyakit seperti demam berdarah (DBD), gizi buruk, malaria, serta penyakit dalam lainnya,” ujar br Simatupang yang merupakan keluarga pasien.

Hal senada juga disampaikan Marnatal Silitonga.  Menurut pria yang berdomisili di Tanjungbalai ini, meskipun keponakannnya telah dirawat selama 1 minggu akibat penyakit DBD, namun hingga kini, pihak keluarga tidak pernah mengetahui dokter yang menangani pasien. “Saya nggak kenal sama dokter yang menangani. Kalau pagi, cuma coast yang meriksa. Biasalah periksa terperatur panas dan infusnya. Pernah saya tanya sama mereka ke mana dokternya, tapi coast-nya bilang, kalau dokter lagi banyak praktik. Payah banyak kerjaan dokternya. Kami pun belum tahu bagaimana perkembangan pasien. Ini masih menunggu dokter,” sebutnya.

Bahkan, lanjut Martal, yang mengherankan, untuk membahas penyakit ponakannya, kecendrungan coast bertanya kepada dokter hanya melalui telepon. “Saya lihat mereka nelepon dokternya. Nanya bagaimana pemeriksaannya. Ternyata dokternya meriksa pasien melalui perantara coast. Gimana keponakan saya mau sembuh kalau begini,” urainya.

Lebih Banyak Perawat Belajar Dibanding Pasien

Selain kurangnya kebersihkan rumahsakit atas fasilitas pasien kelas III, sebagai rumah sakit pendidikan, RS dr Pirngadi Medan juga dinilai tak mampu mengatur efektivitas perawat maupun coast yang tengah menjalani proses pendidikannya.

Pasalnya jumlah perawat dan coast yang tengah menjalani pendidikan, tak sebanding dengan jumlah pasien yang dirawat. Atau bisa dikatakan empat berbanding satu, yakni lebih banyak perawat praktiknya dibanding pasien yang dirawat.

Hal ini diungkapkan salah satu Kepala Ruangan Kelas III, RSUD dr Pirngadi Medan, yang enggan identitasnya disebutkan, untuk menjaga kelanjutan karirnya. “Selama ini, jumlah perawat dan coast yang tengah menjalani pendidikannya jauh lebih banyak jumlahnya dibanding pasien. Kondisi ini tentu saja merugikan para perawat yang menimba ilmu, karena harus sabar bergantian dengan teman lainnya dan tidak menjamin semuanya mendapatkan kesempatan memperoleh pengetahuan medis sesuai kompetensinya. Tentu saja ini sangat kurang efektif bagi peserta didik,” sebutnya.

Akan tetapi kondisi ini disikapi dingin oleh, Wakil Direktur RSUD dr Pirngadi bidang SDM dan Pendidikan,  Masnelly Lubis. Dirinya menganggap, penempatan jumlah perawat yang menjalani pendidikan, sudah disesuaikan dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.
“Untuk penempatan perawat, kita sesuaikan terlebih dahulu dengan jumlah pasien yang ada di ruangan. Kalau pasiennya sedikit tidak mungkin kita tumpuk perawatnya di sana,” ucapnya.

Hal ini juga bilangnya, sebagai bentuk peningkatan kompetensi perawat yang tengah menjalani pendidikan. “Semua sudah kita sesuaikan dengan uji kompetensi sesuai Permenkes nomor 1796/Menkes/Perawatan/VIII/Tahun 2011, dimana semua lulusan harus memiliki kompetensi,” sebutnya. (uma/jon/far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/