26 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Saat Sakit Rancang Pertemuan Bahas Perjuangan

Selain cinta keluarga dan patriot, Bang Buyung sangat mencintai profesinya dan rela membantu rakyat kecil. “Beliau orang hukum cinta profesi. Bahkan ia memberi bantuan hukum cuma-cuma kepada masyatakat kecil,” kenangnya.

Buyung mendirikan LBH pada Oktober 1970. Pemicunya adalah pengalamannya semasa menjadi jaksa. Dia kerap melihat warga yang pasrah dan tidak berdaya saat diadili. Akhirnya, setelah lulus S-2 dari Universitas Melbourne, Australia, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum 2007-2009 itu mendapatkan ide untuk membentuk LBH. Namun, konsekuensinya, dia harus terlebih dulu menanggalkan posisinya sebagai jaksa.

Karena keseriusannya, upaya mendirikan LBH tersebut bahkan didukung Soeharto, presiden saat itu. Soeharto membantu dengan memberikan sepuluh sepeda motor jenis vespa. Buyung mendirikan LBH bersama Nono Anwar Makarim dan Marie Muhammad. Pada 1980 LBH naik status menjadi YLBHI.

Sepanjang karirnya, ada sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Buyung. Antara lain kasus Cicak-Buaya & Bibit-Chandra dan kasus korupsi proyek Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum. Yang terbaru, nama Buyung masuk dalam daftar pengacara yang membela koleganya, O.C. Kaligis.

Perjalanan panjang Buyung di dunia hukum sebagai jaksa, pengacara di LBH, dan pendiri firma hukum terpandang Adnan Buyung & Associates itulah yang membuatnya dekat dengan banyak kalangan. Itu pula sebabnya, kepergiannya mengundang ribuan pelayat untuk bertakziah ke rumah duka kemarin.

Tampak begitu banyak tokoh hukum yang turut datang untuk berbelasungkawa. Di rumah duka, jenazah Buyung berada di ruang tengah. Ketika Jawa Pos bertakziah, tampak Tengku Sabariah Sabaroedin, sang istri, tengah tersedu di dekat jenazah.

Tidak jauh dari istri almarhum, terlihat pengacara senior Muhammad Assegaf yang berkali-kali juga meneteskan air mata. Dia mengusap pipi yang basah dengan sapu tangan merah gelap. Saat berbincang dengan Jawa Pos, suara Assegaf yang beberapa kali bekerja sama dengan Buyung dalam penanganan kasus terdengar serak. Dia kerap menghentikan pembicaraan karena tak kuat menahan kesedihan.

Assegaf menceritakan, ada gagasan-gagasan almarhum yang diwariskan kepada semua penegak hukum. Sebulan lalu, misalnya, saat bertemu dengannya, Buyung tampak begitu gembira. Senyumnya merekah dan mereka mengobrol panjang lebar. Padahal, saat itu Buyung baru saja selesai cuci darah di RSPI.

Sejurus kemudian, Buyung meminta Assegaf mendekat. Muh (sapaan akrab Assegaf, Red), titip Lembaga Bantuan Hukum ya. Saya sekarang sudah siap untuk kondisi terburuk, bisik Buyung kepada sang kolega. Assegaf mengaku kaget ketika itu. “Saya tak pernah mengira itu seperti dia pamitan kepada saya,” katanya.

Bambang Widjojanto adalah salah seorang junior dan anak didik Buyung di LBH. Bahkan, Bambang-lah dulu yang menggantikan kedudukan Buyung sebagai ketua Dewan Penyantun YLBHI. “Kita kehilangan tokoh besar dalam bidang hokum,” ujarnya.

Nyali Buyung yang tak pernah surut itu pernah membuat dirinya menjadi salah satu sosok yang sangat kritis kepada rezim Orde Baru. Dia, misalnya, pernah menjadi pembela Jenderal H.R. Dharsono yang didakwa terlibat kasus subversif.

BW menuturkan, secara tersirat ada titipan dari Buyung, yakni menjaga keadilan dan kemanusiaan. “Itu yang saya dapat selama belajar dari Bang Buyung. Saya yakin ada saatnya muncul Buyung-Buyung lainnya,” tutur dia.

Di tengah berbagai kesibukannya di dunia hukum itu, Buyung toh tak pernah sampai menomorduakan keluarga. Istri, anak-anak, dan cucu mengenangnya sebagai sosok yang penuh perhatian dan humanistis. Hal yang paling disukainya adalah menghabiskan waktu untuk momong cucu. “Ya, sebelum sakit, beliau memang suka pergi sama cucu-cucunya,” ujar putra kedua Buyung, Maully Nasution.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, dua pekan lalu Buyung menelepon dan bersurat kepada dirinya, meminta waktu untuk bertemu. Tjahjo lalu berinisiatif mendatangi Buyung, tidak menunggu dia datang ke kantornya.

Buyung dan Tjahjo lalu mengobrol di teras belakang kediaman sang pengacara kondang. Buyung, terang Tjahjo, banyak bercerita seputar karirnya sebagai jaksa maupun aktivis. “Beliau kemudian mengajak saya berdiskusi soal permasalahan pengacara senior Bapak O.C. Kaligis,” ucapnya.

Tjahjo mengungkapkan mengenal Buyung lewat almarhum Taufiq Kiemas. Buyung pun sempat bercerita tentang kedekatannya dengan Kiemas dan perhatian yang diberikan mantan ketua MPR itu. ”Waktu ketemu, beliau masih semangat dan memberikan nasihat kepada saya untuk terus mengabdi kepada masyarakat,” tambahnya. (*/c9/ttg/jpg/ril)

Selain cinta keluarga dan patriot, Bang Buyung sangat mencintai profesinya dan rela membantu rakyat kecil. “Beliau orang hukum cinta profesi. Bahkan ia memberi bantuan hukum cuma-cuma kepada masyatakat kecil,” kenangnya.

Buyung mendirikan LBH pada Oktober 1970. Pemicunya adalah pengalamannya semasa menjadi jaksa. Dia kerap melihat warga yang pasrah dan tidak berdaya saat diadili. Akhirnya, setelah lulus S-2 dari Universitas Melbourne, Australia, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum 2007-2009 itu mendapatkan ide untuk membentuk LBH. Namun, konsekuensinya, dia harus terlebih dulu menanggalkan posisinya sebagai jaksa.

Karena keseriusannya, upaya mendirikan LBH tersebut bahkan didukung Soeharto, presiden saat itu. Soeharto membantu dengan memberikan sepuluh sepeda motor jenis vespa. Buyung mendirikan LBH bersama Nono Anwar Makarim dan Marie Muhammad. Pada 1980 LBH naik status menjadi YLBHI.

Sepanjang karirnya, ada sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Buyung. Antara lain kasus Cicak-Buaya & Bibit-Chandra dan kasus korupsi proyek Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum. Yang terbaru, nama Buyung masuk dalam daftar pengacara yang membela koleganya, O.C. Kaligis.

Perjalanan panjang Buyung di dunia hukum sebagai jaksa, pengacara di LBH, dan pendiri firma hukum terpandang Adnan Buyung & Associates itulah yang membuatnya dekat dengan banyak kalangan. Itu pula sebabnya, kepergiannya mengundang ribuan pelayat untuk bertakziah ke rumah duka kemarin.

Tampak begitu banyak tokoh hukum yang turut datang untuk berbelasungkawa. Di rumah duka, jenazah Buyung berada di ruang tengah. Ketika Jawa Pos bertakziah, tampak Tengku Sabariah Sabaroedin, sang istri, tengah tersedu di dekat jenazah.

Tidak jauh dari istri almarhum, terlihat pengacara senior Muhammad Assegaf yang berkali-kali juga meneteskan air mata. Dia mengusap pipi yang basah dengan sapu tangan merah gelap. Saat berbincang dengan Jawa Pos, suara Assegaf yang beberapa kali bekerja sama dengan Buyung dalam penanganan kasus terdengar serak. Dia kerap menghentikan pembicaraan karena tak kuat menahan kesedihan.

Assegaf menceritakan, ada gagasan-gagasan almarhum yang diwariskan kepada semua penegak hukum. Sebulan lalu, misalnya, saat bertemu dengannya, Buyung tampak begitu gembira. Senyumnya merekah dan mereka mengobrol panjang lebar. Padahal, saat itu Buyung baru saja selesai cuci darah di RSPI.

Sejurus kemudian, Buyung meminta Assegaf mendekat. Muh (sapaan akrab Assegaf, Red), titip Lembaga Bantuan Hukum ya. Saya sekarang sudah siap untuk kondisi terburuk, bisik Buyung kepada sang kolega. Assegaf mengaku kaget ketika itu. “Saya tak pernah mengira itu seperti dia pamitan kepada saya,” katanya.

Bambang Widjojanto adalah salah seorang junior dan anak didik Buyung di LBH. Bahkan, Bambang-lah dulu yang menggantikan kedudukan Buyung sebagai ketua Dewan Penyantun YLBHI. “Kita kehilangan tokoh besar dalam bidang hokum,” ujarnya.

Nyali Buyung yang tak pernah surut itu pernah membuat dirinya menjadi salah satu sosok yang sangat kritis kepada rezim Orde Baru. Dia, misalnya, pernah menjadi pembela Jenderal H.R. Dharsono yang didakwa terlibat kasus subversif.

BW menuturkan, secara tersirat ada titipan dari Buyung, yakni menjaga keadilan dan kemanusiaan. “Itu yang saya dapat selama belajar dari Bang Buyung. Saya yakin ada saatnya muncul Buyung-Buyung lainnya,” tutur dia.

Di tengah berbagai kesibukannya di dunia hukum itu, Buyung toh tak pernah sampai menomorduakan keluarga. Istri, anak-anak, dan cucu mengenangnya sebagai sosok yang penuh perhatian dan humanistis. Hal yang paling disukainya adalah menghabiskan waktu untuk momong cucu. “Ya, sebelum sakit, beliau memang suka pergi sama cucu-cucunya,” ujar putra kedua Buyung, Maully Nasution.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, dua pekan lalu Buyung menelepon dan bersurat kepada dirinya, meminta waktu untuk bertemu. Tjahjo lalu berinisiatif mendatangi Buyung, tidak menunggu dia datang ke kantornya.

Buyung dan Tjahjo lalu mengobrol di teras belakang kediaman sang pengacara kondang. Buyung, terang Tjahjo, banyak bercerita seputar karirnya sebagai jaksa maupun aktivis. “Beliau kemudian mengajak saya berdiskusi soal permasalahan pengacara senior Bapak O.C. Kaligis,” ucapnya.

Tjahjo mengungkapkan mengenal Buyung lewat almarhum Taufiq Kiemas. Buyung pun sempat bercerita tentang kedekatannya dengan Kiemas dan perhatian yang diberikan mantan ketua MPR itu. ”Waktu ketemu, beliau masih semangat dan memberikan nasihat kepada saya untuk terus mengabdi kepada masyarakat,” tambahnya. (*/c9/ttg/jpg/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru