MEDAN-Peta saluran drainase Medan Metropolitan Urban Development Project (MMUDP) yang hilang beberapa tahun lalu sampai saat ini belum juga ditemukan.
Kepala Dinas Bina Marga, Khairul Syahnan mengaku tidak tahu menahu mengenai peta saluran drainase yang raib bak ditelan bumi beberapa tahun lalu. “Saya tidak tahu mengenai peta saluran drainase itu,” ujarnya di sela-sela acara Perkemahan Bumi Serumpun di Lapangan Cadika Johor, Kamis (24/10).
Ditanya mengenai dasar pengerjaan proyek saluran drainase di Medan, pria berkacamata ini mengaku pihaknya melakukannya berdasarkan laporan dari masyarakat serta berdasarkan musyawarah rencana pembangunan (Musrembang).
Disinggung lagi mengenai hasil pemetaan daerah yang rawan banjir beberapa tahun lalu, dia juga belum mengetahui informasi secara pasti. “Kalau itu saya tidak terlalu paham, coba konfirmasi saja langsung ke Bappeda,” sebutnya.
Namun begitu ke depan Dinas Bina Marga Medan akan melakukan pembangunan beberapa titik daerah resapan air, yang akan berguna untuk menampung air sebelum menyalurkannya kesaluran drainase sehingga tidak akan ada lagi air yang tergenang di bahu-bahu jalan.
Lebih lanjut diungkapkannya, daerah resapan air yang akan dibangun nantinya ada empat, di mana daerah yang dipilih merupakan kawasan yang selalu digenangi air apabila turun hujan.
“Tahapan awal ada empat resapan air yang akan dibuat, seperti Hulu jembatan Avros Seifeli, Malina Seiselayang, Pasar II Seiselayang serta Asam Kumbang Seibelawan,” urainya. Mengenai waktu pengerjaan akan dilakukan pada tahun 2015 mendatang. Pasalnya untuk tahun anggran 2014 harus dilakukan studi kelayakan tentang resapan air tersebut.
Angaran untuk studi kelayakan itu berkisar Rp300 juta dalam kurun waktu enam bulan. Disinggung apakah anggaran tersebut terlalu besar untuk sekadar studi kelayakan, Khairul membantah. ” Biaya itu sudah sesuai standar, dan anggaran itu dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU),” sebutnya.
Sementara itu Pengamat Tata Kota, Hendy Bhakti Alamsyah mengaku pelaksanaan pekerjaan itu nantinya harus dilakukan oleh konsultan yang memiliki kredibel serta kemampuan yang mumpuni.
“Konsultan yang dipilih nantinya harus berdasarkan kemampuan, bukan karena kedekatan satu sama lain,” harapnya.
Selain itu Dinas Bina Marga juga perlu melakukan Maping atau pemetaan untuk menentukan titik mana yang dapat dijadikan sebagai resapan air. Resapan airnya juga dapat memanfaatkan panas matahari, sehingga air itu dapat menguap sebelum disalurkan ke drainase.
Mengenai biaya, Hendy mengaku jumlah itu masih dalam tahapan wajar karena harus menyewa jasa dari konsultan. “Kalau untuk studi kelayakan biaya Rp300 juta masih sebatas wajar,” tandas Dosen di Universitas Pancabudi ini.
Di sisi lain Wakil Ketua DPRD Medan, Ikrimah Hamidy mendesak Pemko Medan mencari keberadaan peta saluran drainase yang sudah hilang keberadaanya sejak beberapa tahun lalu.
Dia mengakui dengan tidak adanya peta tersebut maka kerja dari Dinas Bina Marga tidak akan maksimal. Mengenai anggaran Dinas Bina Marga setiap tahunnya mencapai Rp400 miliar dan selalu disetujui oleh DPRD Medan, Politisi PKS ini membenarkan hal tersebut, karena kalau anggran tidak disetujui maka saluran drainase di kota Medan akan bertambah parah. “Dengan keadaan seperti ini anggota dewan menjadi serba salah,” akunya. (dik)