32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Korupsi BLH Rp100 Juta Disita dari Henny

MEDAN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menyita uang sebesar Rp100 juta dari Kepala UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut, Henny Nainggolan, yang diduga hasil korupsi dana pendapatan di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Tahun 2012 yang tidak disetorkan ke kas daerah. Dalam proses penyidikan, penyidik menemukan jumlah kerugian negara membengkak dari awalnya Rp817 juta menjadi Rp1,206 miliar.

“Penyidik melakukan penyitaan atas dana Rp100 juta dari tersangka. Dana itu akan kita gunakan sebagai barang bukti di persidangan nantinya,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Medan, Jufri Nasution, Minggu (24/11).

Dia mengatakan setelah penyidik mendalami perkara itu, terdapat pajak yang telah dipungut, namun tidak disetorkan ke kas daerah. Di mana awalnya penerimaan dana sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi dana yang disetorkan ke kas daerah hanya Rp2,190 miliar, jadi ada Rp1,206 miliar lagi yang belum disetorkan.

“Awalnya jumlah kerugian negara ditemukan Rp817 juta. Dimana dana pendapatan dari hasil pengujian laporatorium UPT yang diperoleh dari pihak ketiga, tidak disetorkan ke kas daerah. Setelah kita dalami ditingkat penyidikan, ternyata dalam perkara ini ada dana pajak yang telah dipungut, tapi tidak disetor ke kas daerah. Sehingga jumlah kerugian negara membengkak menjadi Rp1,2 miliar. Tapi nanti kita minta apakah BPKP atau BPK agar meng-auditnya kembali,” kata Jufri.

Jufri menjelaskan, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu masing-masing Kepala UPT Laboratorium BLH Pemprovsu, Henny Nainggolan dan Bendaharanya Hervina Sari. Pada proses penyidikan juga ditemukan kedua tersangka ternyata membuat surat pertanggungjawaban fiktif atas biaya perjalanan dinas anggota UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut.

“Semua surat pertanggungjawabannya ternyata di palsukan. Jadi ada dalih uangnya digunakan untuk biaya perjalanan dinas atas nama petugas di UPT itu. Akan tetapi saat petugas itu kita klarifikasi, ternyata mereka tidak ada menerima dan meneken bukti-bukti pengeluaran uang itu,” jelas Jufri.

Menurut Jufri pada Jumat (15/11) lalu, penyidik telah memanggil kedua tersangka untuk menjalani pemeriksaan. Namun hanya Henny Nainggolan saja yang memenuhi panggilan penyidik. Sedangkan Hervina Sari mangkir tanpa alasan. “Hanya tersangka Henny saja yang hadir didampingi penasehat hukumnya. Kalau bendaharanya tidak hadir tanpa ada penjelasan. Tapi kita sudah layangkan panggilan kedua terhadapnya agar hadir pada Kamis mendatang,” terang Jufri.

Dia menambahkan apakah nantinya dilakukan penahanan terhadap kedua tersangka, tergantung kesimpulan penyidik. Pihaknya juga telah memeriksa 30 orang saksi. “Mengenai penahanan tergantung saran dari tim penyidik nantinya. Penambahan tersangka untuk saat ini belum ada. Yang pasti penyidikan masih berjalan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui dalam perkara ini pada Tahun 2012 Pemprov Sumut menargetkan penerimaan dari retribusi pemakaian kekayaan daerah melalui UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut sebesar Rp2,433 miliar dengan realisasi sesuai STS sebesar Rp2,190 miliar. Tarif retribusi itu diatur dalam Perda Provsu No.12 Tahun 2007 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah dan Peraturan Gubernur Sumut No 24 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2007 tersebut.

Kemudian, UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut telah melakukan pengujian atas permintaan pihak ketiga dan memperoleh retribusi sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi, dana pendapatan dari hasil pengujian laporatorium UPT yang diperoleh dari pihak ketiga dan dana pajak yang telah di pungut tersebut tidak disetorkan ke kas daerah. Selain itu terdapat pengeluaran fiktif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara sebesar Rp1,206 miliar. (far)

MEDAN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menyita uang sebesar Rp100 juta dari Kepala UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut, Henny Nainggolan, yang diduga hasil korupsi dana pendapatan di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Tahun 2012 yang tidak disetorkan ke kas daerah. Dalam proses penyidikan, penyidik menemukan jumlah kerugian negara membengkak dari awalnya Rp817 juta menjadi Rp1,206 miliar.

“Penyidik melakukan penyitaan atas dana Rp100 juta dari tersangka. Dana itu akan kita gunakan sebagai barang bukti di persidangan nantinya,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Medan, Jufri Nasution, Minggu (24/11).

Dia mengatakan setelah penyidik mendalami perkara itu, terdapat pajak yang telah dipungut, namun tidak disetorkan ke kas daerah. Di mana awalnya penerimaan dana sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi dana yang disetorkan ke kas daerah hanya Rp2,190 miliar, jadi ada Rp1,206 miliar lagi yang belum disetorkan.

“Awalnya jumlah kerugian negara ditemukan Rp817 juta. Dimana dana pendapatan dari hasil pengujian laporatorium UPT yang diperoleh dari pihak ketiga, tidak disetorkan ke kas daerah. Setelah kita dalami ditingkat penyidikan, ternyata dalam perkara ini ada dana pajak yang telah dipungut, tapi tidak disetor ke kas daerah. Sehingga jumlah kerugian negara membengkak menjadi Rp1,2 miliar. Tapi nanti kita minta apakah BPKP atau BPK agar meng-auditnya kembali,” kata Jufri.

Jufri menjelaskan, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu masing-masing Kepala UPT Laboratorium BLH Pemprovsu, Henny Nainggolan dan Bendaharanya Hervina Sari. Pada proses penyidikan juga ditemukan kedua tersangka ternyata membuat surat pertanggungjawaban fiktif atas biaya perjalanan dinas anggota UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut.

“Semua surat pertanggungjawabannya ternyata di palsukan. Jadi ada dalih uangnya digunakan untuk biaya perjalanan dinas atas nama petugas di UPT itu. Akan tetapi saat petugas itu kita klarifikasi, ternyata mereka tidak ada menerima dan meneken bukti-bukti pengeluaran uang itu,” jelas Jufri.

Menurut Jufri pada Jumat (15/11) lalu, penyidik telah memanggil kedua tersangka untuk menjalani pemeriksaan. Namun hanya Henny Nainggolan saja yang memenuhi panggilan penyidik. Sedangkan Hervina Sari mangkir tanpa alasan. “Hanya tersangka Henny saja yang hadir didampingi penasehat hukumnya. Kalau bendaharanya tidak hadir tanpa ada penjelasan. Tapi kita sudah layangkan panggilan kedua terhadapnya agar hadir pada Kamis mendatang,” terang Jufri.

Dia menambahkan apakah nantinya dilakukan penahanan terhadap kedua tersangka, tergantung kesimpulan penyidik. Pihaknya juga telah memeriksa 30 orang saksi. “Mengenai penahanan tergantung saran dari tim penyidik nantinya. Penambahan tersangka untuk saat ini belum ada. Yang pasti penyidikan masih berjalan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui dalam perkara ini pada Tahun 2012 Pemprov Sumut menargetkan penerimaan dari retribusi pemakaian kekayaan daerah melalui UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut sebesar Rp2,433 miliar dengan realisasi sesuai STS sebesar Rp2,190 miliar. Tarif retribusi itu diatur dalam Perda Provsu No.12 Tahun 2007 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah dan Peraturan Gubernur Sumut No 24 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2007 tersebut.

Kemudian, UPT Laboratorium BLH Pemprov Sumut telah melakukan pengujian atas permintaan pihak ketiga dan memperoleh retribusi sebesar Rp3,397 miliar. Akan tetapi, dana pendapatan dari hasil pengujian laporatorium UPT yang diperoleh dari pihak ketiga dan dana pajak yang telah di pungut tersebut tidak disetorkan ke kas daerah. Selain itu terdapat pengeluaran fiktif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara sebesar Rp1,206 miliar. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/