MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan pada prinsipnya siap melaksanakan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. Hanya saja, sejauh ini Pemko Medan masih menunggu petunjuk teknis lanjutan dari Kemendikbud atas kegiatan dimaksud, terutama surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri.
MENURUT Kepala Dinas Pendidikan Medan, Adlan, beradasarkan arahan dari Mendikbud Nadiem Makarim, pembelajaran tatap muka diserahkan kepada masing-masing daerah. “Namun kita masih nunggu SKB-nya, kalau sudah ada tentu akan dibahas antara kepala daerah, kepala sekolah, dan orangtua siswa,” kata Adlan menjawab wartawan, Selasa (24/11).
Dia mengungkapkan, secara fisik, sekolah di Kota Medan sudah siap untuk melaksanakan pembelajaran secara tatap muka di sekolah. Di mana, saat ini sekolah sudah menyiapkan segala sesuatu untuk penerapan protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan, face shield, masker dan sebagainya. “Jadi sudah siap, tinggal nanti dibahas lagi teknis dan mental anak-anak seperti apa. Tapi, menunggu SKB 4 menterinya tiba,” pungkasnya.
Ketua Komisi II DPRD Medan Surianto, mengingatkan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan serta aturan-aturan guna penegakan protokol kesehatan (prokes) secara ketat terkait rencana dibukanya kembali sekolah pada awal Januari 2021. Ketua Fraksi Gerindra DPRD Medan menambahkan, pemberlakuan belajar secara tatap muka tersebut juga harus melihat bagaimana kondisi dan perkembangan pandemi Covid 19 di Kota Medan. “Kalau masih zona merah, sebaiknya daringlah. Tapi kalau sudah kuning dan hijau boleh diberlakukan, tapi harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat,” tuturnya.
Dia juga mengingatkan agar pembukaan sekolah itu harus memandang segala aspek terutama prioritas tingkatan sekolah yang dimulai dari menengah atas. “Kalau masih Taman Kanak-kanak, SD dan SMP janganlah, itukan belum bisa diatur. Tapi kalau sekolah menengah atas bisalah,” katanya.
Sementara Pjs Wali Kota Medan Arief Sudarto Trinugroho saat dimintai pendapatnya ihwal ini mengakui, Pemko Medan masih menunggu bagaimana aturan yang akan diberlakukan untuk pembukaan sekolah pada awal 2021. “Kita masih menunggu, untuk Sumut ditentukan pak gubernur, sekarang sedang dikaji. Dan nanti akan kita jabarkan lagi. Secara berjenjang, dari pemerintah pusat, provinsi dan kita jabarkan lagi di Medan, nanti kita tinjau situasinya karena berbeda antara satu daerah dengan lainnya,” katanya.
Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi mengaku baru akan membahas kegiatan belajar mengajar tatap muka pada awal Januari 2021. Edy mengaku, bakal mengumpulkan dan mendengar masukan dari berbagai pihak terkait sekolah bisa dibuka atau tidak. “Ini nanti akan kita kumpulkan. Janji saya kan di awal Januari. Kita akan ketemu tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, pengajar, dokter anak kita kumpulkan. Sudah pantaskah kita sekolah tatap muka,” tandasnya.
Pusat Diminta Tetap Awasi Langsung
Kewenangan pembukaan sekolah memang diberikan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun, Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim meminta agar pengawasan oleh pemerintah pusat juga tetap dilakukan.
Dia mengatakan, perlu intervensi dari Kemendikbud serta Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengawasan ini. Sebab, dikhawatirkan para kepala daerah akan memaksa membuka sekolah tanpa pertimbangan yang matang. ’’Kemendikbud dan Kemenag harus turun tangan langsung mengecek kesiapan sekolah tadi, kesiapan infrastuktur sekolah atas protokol kesehatan, kesiapan dan izin orang tua,’’ terang dia kepada JawaPos.com, Selasa (24/11).
Pihaknya juga meragukan kesiapan sekolah dalam memenuhi syarat-syarat daftar periksa protokol kesehatan yang cukup detil. Untuk menghindari abainya pihak terkait soal protokol kesehatan, maka perlu pengawasan dari pemerintah pusat. ’’Kesiapan infrastuktur dan budaya disiplin masih belum maksimal dilaksanakan. Saran-prasarana yang menunjang protokol kesehatan bersifat mutlak, tapi banyak sekolah belum menyiapkan dengan sempurna,’’ terang dia.
Walaupun pemda diberikan kewenangan untuk menentukan sekolah di wilayahnya boleh buka atau tidak, Kemendikbud, Kemenag, dan juga Kemendagri jangan lepas tangan. Kementerian tersebut masih punya tanggung jawab besar untuk mengawasi langsung secara ketat ke lapangan.
’’Harus turun langsung mengecek kesiapan sekolah dibuka kembali. Kemendikbud harus betul-betul memastikan sekolah sudah siap memenuhi sarana-prasarana penunjang protokol kesehatan, tanpa kecuali,’’ urainya.
Gunakan Kurikulum Darurat
Menyikapi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yang mengizinkan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021, Manajer Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) Medan-Deliserdang, Anwar Situmorang meminta pemda memperbaiki penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebelum membuka sekolah. Menurut dia, salah satu poin penting yang harus dievaluasi adalah penggunaan kurikulum.
Sejumlah keluhan dari orangtua dan murid menunjukkan, materi PJJ masih sering memberatkan siswa. GNI menemukan materi dan metode belajar yang membosankan serta minimnya interaksi dengan guru, menjadi alasan utama siswa tidak selalu mengikuti PJJ. Biar pun siswa memiliki handphone android dan kuota internet yang cukup, namun mereka tidak selalu tertarik ikut belajar.
“Dari 125 siswa yang memiliki HP android, hanya 29,60 persen yang setiap hari mengikuti pembelajaran. Sedangkan 70,40 persen pernah absen beberapa kali. Survey ini melibatkan 227 respoden yang berada di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang,” ujarnya.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, kurikulum darurat didesain untuk mengurangi beban mengajar guru dan beban belajar siswa. Penyederhanaan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran, memberikan guru kesempatan lebih besar kepada guru untuk fokus mengajarkan kompetensi prasyarat dan esensial. Kompetensi pra-syarat dan esensial, adalah kompetensi yang dibutuhkan agar siswa mampu belajar pada level pendidikan selanjutnya. Di tingkat sekolah dasar (SD), kompetensi ini merujuk kepada literasi, numerasi, dan karakter.
Sekalipun kurikulum darurat efektif mengurangi beban mengajar, sambung dia, namun masih banyak guru belum menggunakan kurikulum darurat. Survey Balitbang Kemdikbud yang diumumkan baru-baru ini, menunjukkan hanya 52% guru yang menerapkan kurikulum darurat. “Kurangnya sosialisasi dan tidak ada kebijakan pemda untuk mengarahkan guru, merupakan dua faktor utama yang menghambat penggunaan kurikulum darurat,” ungkapnya.
GNI sebagai organisasi yang berfokus pada pemenuhan hak anak dan pemberdayaan masyarakat, mendorong pemda untuk menggunakan kurikulum darurat. Terlebih dalam menyambut SKB 4 menteri, penggunaan kurikulum darurat akan membantu pemda menyelenggarakan pembelajaran tatap muka yang lebih efektif. “Kami berkomitmen membantu pemda di wilayah dimana kami bekerja untuk menerapkan kurikulum darurat,” tambah Anwar.
Sebagai Langkah awal mendukung pemda menerapkan kurikulum darurat, GNI akan menyelenggarakan webinar nasional bertajuk Strategi Implementasi Kurikulum Darurat di Daerah. Webinar ini menghadirkan pembicara kunci dari Pusat Assessmen dan Pembelajaran (Pusmejar) Kemendikbud, Disdikbud Kabupaten Tana Tidung (KTT), dan jurnalis media nasional.
Pusmenjar akan menjelaskan esensi kurikulum darurat. Melalui penjelasan ini pemda dan guru bisa lebih paham dalam menggunakan kurikulum darurat. Sedangkan Kabupaten Tana Tidung (KTT) dari Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), akan berbagi praktik baik penggunaan kurikulum darurat baik dari segi kebijakan dan implementasi di tingkat sekolah. KTT merupakan daerah pertama di Kaltara yang secara tegas menggunakan kurikulum darurat. Terobosan yang dilakukan KTT, membuat daerah ini dikenal inovatif dalam merespon pembelajaran di era pandemi Covid-19. Sedangkan jurnalis dari media nasional, akan mendorong peran media massa untuk mensosialisasikan penggunaan kurikulum darurat. (prn/jpc)