31 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Hapsari Tangani 51 Kasus pada 2019, KDRT Mendominasi

PENJELASAN: Hapsari saat memberikan penjelasan kepada media terkait kasus yang mereka tangani.
PENJELASAN: Hapsari saat memberikan penjelasan kepada media terkait kasus yang mereka tangani.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih mendominasi kekerasan dialami perempuan dan anak di Sumatera Utara (Sumut). Dengan itu, Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) meminta pemerintah untuk fokus dan memperhatikan kasus tersebut.

Hal itu diungkapkan Koordinator Program Advokasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Hapsari, Sri Rahayu kepada wartawan di Medan, Selasa (25/2). Ia menjelaskan berbagai temuan dalam catatan tahunan (catahu) Hapsari tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun 2018.

“Relasi yang tidak setara, masih kuatnya budaya patriarkhi, kurangnya edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di tinggkat masyarakat hingga lemahnya upaya penegakan hukum adalah beberapa penyebab langgengnya kekerasan terhadap perempuan,” jelas Sri.

Sri mengungkapkan, pada 2018 tercatat 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Hapsari bersama P2TP2A dan lembaga mitra. Tapi, penuntasan dilakukan maksimal dengan penyelesaian kasus tersebut.

“Dari jumlah tersebut, 51 kasus ditangani sendiri oleh Hapsari. Sedangkan tahun 2019 jumlah kasus yang ditangani sendiri oleh Hapsari meningkat 47,05 persen menjadi 75 kasus. Kasus tertinggi adalah KDRT yang mencapai 92 persen atau sebanyak 69 kasus dan kekerasan seksual 8 persen atau 6 kasus,” tutur Sri.

Sri menambahkan bahwa sepanjang 2018 hingga 2019, dari total 126 jumlah kasus yang ditangani, selain dari Deli Serdang ada sebanyak 33 kasus dan Serdang Bedagai sebanyak 40 kasus sebagai wilayah fokus kerja Hapsari.

“Empat kasus merupakan rujukan dari anggota Forum Pengada Layanan (FPL), di mana Hapsari juga menjadi anggotanya dan P2TP2A di mana Hapsari berjaringan,” ungkapnya.

Sri menjelaskan bahwa dilihat dari usia, perempuan korban kekerasan juga berasal dari kalangan anak, remaja, hingga dewasa dengan rentang usia 5 sampai di atas 55 tahun.

“Dari latar belakang pendidikan, korban paling banyak pendidikan formal tingkat SMP dan SMA masing-masing 27 orang atau 36 persen,” jelasnya.

Selain itu, Sri mengungkapkan bahwa ranah paling beresiko bagi terjadinya kekerasan terhadap perempuan adalah ranah pribadi atau personal. Di antaranya, perkawinan atau dalam rumah tangga, berupa KDRT sebanyak 69 kasus dari 76 kasus atau sebesar 92 persen dan dalam hubungan personal sebanyak 7 kasus atau sebesar 9 persen.”Dari ranah personal ini, tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual,” sebut Sri.

Sri menambahkan, pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah orang yang cukup dikenal oleh korban yaitu suami, ayah, teman, sepupu, tetangga, guru, dosen, hingga mantan pacar.

“Dalam kasus kekerasan yang ditangani Hapsari, pelaku terbanyak adalah suami dengan jumlah 52 kasus atau 68,4 persen berupa KDRT, mantan suami atau pacar sebanyak 8 kasus berupa kekerasan dalam pacaran (KDP) dan tetangga 8 kasus berupa pelecehan seksual,” pungkasnya.(gus)

PENJELASAN: Hapsari saat memberikan penjelasan kepada media terkait kasus yang mereka tangani.
PENJELASAN: Hapsari saat memberikan penjelasan kepada media terkait kasus yang mereka tangani.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih mendominasi kekerasan dialami perempuan dan anak di Sumatera Utara (Sumut). Dengan itu, Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) meminta pemerintah untuk fokus dan memperhatikan kasus tersebut.

Hal itu diungkapkan Koordinator Program Advokasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Hapsari, Sri Rahayu kepada wartawan di Medan, Selasa (25/2). Ia menjelaskan berbagai temuan dalam catatan tahunan (catahu) Hapsari tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun 2018.

“Relasi yang tidak setara, masih kuatnya budaya patriarkhi, kurangnya edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di tinggkat masyarakat hingga lemahnya upaya penegakan hukum adalah beberapa penyebab langgengnya kekerasan terhadap perempuan,” jelas Sri.

Sri mengungkapkan, pada 2018 tercatat 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Hapsari bersama P2TP2A dan lembaga mitra. Tapi, penuntasan dilakukan maksimal dengan penyelesaian kasus tersebut.

“Dari jumlah tersebut, 51 kasus ditangani sendiri oleh Hapsari. Sedangkan tahun 2019 jumlah kasus yang ditangani sendiri oleh Hapsari meningkat 47,05 persen menjadi 75 kasus. Kasus tertinggi adalah KDRT yang mencapai 92 persen atau sebanyak 69 kasus dan kekerasan seksual 8 persen atau 6 kasus,” tutur Sri.

Sri menambahkan bahwa sepanjang 2018 hingga 2019, dari total 126 jumlah kasus yang ditangani, selain dari Deli Serdang ada sebanyak 33 kasus dan Serdang Bedagai sebanyak 40 kasus sebagai wilayah fokus kerja Hapsari.

“Empat kasus merupakan rujukan dari anggota Forum Pengada Layanan (FPL), di mana Hapsari juga menjadi anggotanya dan P2TP2A di mana Hapsari berjaringan,” ungkapnya.

Sri menjelaskan bahwa dilihat dari usia, perempuan korban kekerasan juga berasal dari kalangan anak, remaja, hingga dewasa dengan rentang usia 5 sampai di atas 55 tahun.

“Dari latar belakang pendidikan, korban paling banyak pendidikan formal tingkat SMP dan SMA masing-masing 27 orang atau 36 persen,” jelasnya.

Selain itu, Sri mengungkapkan bahwa ranah paling beresiko bagi terjadinya kekerasan terhadap perempuan adalah ranah pribadi atau personal. Di antaranya, perkawinan atau dalam rumah tangga, berupa KDRT sebanyak 69 kasus dari 76 kasus atau sebesar 92 persen dan dalam hubungan personal sebanyak 7 kasus atau sebesar 9 persen.”Dari ranah personal ini, tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual,” sebut Sri.

Sri menambahkan, pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah orang yang cukup dikenal oleh korban yaitu suami, ayah, teman, sepupu, tetangga, guru, dosen, hingga mantan pacar.

“Dalam kasus kekerasan yang ditangani Hapsari, pelaku terbanyak adalah suami dengan jumlah 52 kasus atau 68,4 persen berupa KDRT, mantan suami atau pacar sebanyak 8 kasus berupa kekerasan dalam pacaran (KDP) dan tetangga 8 kasus berupa pelecehan seksual,” pungkasnya.(gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/