MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ranto Sibarani selaku Kuasa Hukum dari 7 calon anggota KPID Sumut periode 2021-2024, mendesak Polda Sumut untuk menindaklanjuti pemeriksaan terkait dugaan korupsi di KPID Sumut. Menurut Ranto, dugaan penyelewengan anggaran negara di KPID Sumut sebenarnya sudah bisa diendus sejak terbitnya SK perpanjangan yang terbit tanggal 12 Agustus 2019 dengan nomor surat 800/8211 dan ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Dr Ir Hj Sabrina MSi yang diduga tidak sah.
Padahal, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 10 Ayat 3 dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 1/P/KPI/07/2014 Bab I Ketentuan Umum Pasal I Ayat 2 secara tegas dinyatakan, Anggota KPI Daerah dipilih oleh DPRD provinsi dan secara administratif disahkan oleh gubernur.
“Tidak sahnya SK perpanjangan anggota KPID Sumut, termasuk Petahana yang diloloskan ini sudah disebut oleh mantan Ketua Komisi A DPRD Sumut, Hendro Susanto di media massa kalau SK mereka tidak sah. Kalau SK tidak sah, anggaran yang diterima tidak boleh mereka gunakan,” cecar Ranto, Selasa (26/7/2022) siang.
Tidak sampai di situ, para komisioner dengan SK perpanjangan tidak sah tersebut ternyata merangkap jabatan menjadi bendahara. Merujuk poin 6 pada Surat Edaran Kemendagri Nomor 903/2930/SJ tanggal 22 Juni 2017 dan ditujukan kepada seluruh Gubernur di Indonesia, bahwa untuk mendukung tugas-tugas adminsitrasi keuangan pada sekretariat KPID, Gubernur menugaskan PNS untuk membantu sekretariat KPID. “Nah, kok dibiarkan? Aturan sudah ada, tapi dilanggar. Kita bingung jadinya,” ujarnya.
Dilanjutkan Ranto, perkara ini terungkap secara jelas ke publik setelah kisruh pemilihan anggota KPID Sumut periode 2021-2024 terjadi, dan dialami oleh 7 kliennya. Bahkan Lingkar Indonesia yang sejak bulan Maret tahun 2022 lalu sudah melaporkan kasus dugaan penyelewengan keuangan negara ke Polda Sumut.
Selain itu, Ranto juga mengaku turut memperkarakan mantan ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto ke pengadilan. Pasalnya, sebagai pimpinan di Komisi A politisi PKS tersebut bertanggungjawab atas kisruh yang terjadi tidak kunjung menunjukkan itikad baik atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut.
Padahal menurutnya, pimpinan dewan telah dua kali rapat dengan Komisi A, tapi tak ada hasil. Malah Komisi A buang badan, dan pimpinan dewan yang pasang badan. Alhasil, hingga saat ini tidak ada solusi atas kisruh yang diciptakan oleh Komisi A. Parahnya, saat ini Hendro balik menuduh Timsel, Ketua DPRD Sumut serta Gubernur sebagai biang kerusuhan KPID Sumut. (adz)