MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wabah difteri adalah momok yang menakutkan karena dapat menyebabkan komplikasi berbahaya, bahkan hingga kematian jika tidak segera ditanggulangi. Seperti yang dialami mahasiswi Universitas Sumatera Utara (USU) yang meninggal di RSUP H Adam Malik Medan, Sabtu (21/9) lalu. Guna mengantisipasi bakteri difteri, masyarakat perlu mengetahui gejala awal dan penularannya. Seperti apa?.
MENURUT dr Restuti Hidayani Saragih SpPD dari RSUP Haji Adam Malik, difteri adalah infeksi menular yang disebabkan bakteri (Corynebacterium). Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf. Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.
Diungkapkannya, gejala penyakit ini berupa demam, sakit tenggorokan, terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. “Gejala yang paling utama adalah demam. Lalu, disusul keluhan nyeri menelan.
Bahkan, ada keluhan pada leher yang terjadi pembengkakan dimana ditemui tanda khas di rongga mulut langit-langit sampai pangkal kerongkongan. Tanda itu bisa dilihat ada membran putih keabuan yang susah dilepas dan bila ditarik mudah berdarah,” ungkapnya, kemarin.
Ia menyebutkan, penularan infeksi bakteri difteri ini melalui beberapa cara yakni droplet atau percikan ludah. Bila seseorang bersin dan tidak memakai masker atau batuk juga tidak menutup dengan tisu, maka akan mengenai orang di depannya.
Kalau seandainya yang bersin tadi penderita difteri, maka orang di depannya tadi kemungkinan terkena. “Makanya, diperlukan masker bila kita berkontak dengan pasien difteri atau suspect difteri. Menggunakan masker bedah atau masker biasa untuk melindungi dari percikan ludah,” sebutnya.
Dia menuturkan, penularan juga bisa terjadi pada orang yang berinteraksi atau kontak erat dengan pasien suspect difteri. Dalam hal ini, masa penularan 10 hari ke belakang sejak sebelum penderita atau suspect menderita nyeri menelan. “Contohnya yang satu atap satu rumah, misalnya dalam keluarga.
Bisa juga tinggal di asrama, satu kelas di kampus atau sekolah, teman sepermainan serta dokter yang merawat penderita atau tenaga medisnya. Kontak erat ini bila terjadi gelaja-gejalanya, maka harus segera dilakukan pencegahan dengan obat antibiotik selama 7 hari dan diberi vaksinasi. Selain itu, di-swab (diambil sampel) tenggorokannya dan diperiksakan untuk melihat lebih jauh,” jelas dr Restuti.
Tak hanya itu, sambung dia, penularan juga dapat terjadi pada kulit yang terbuka atau luka. Namun, untuk kasus ini jarang ditemui karena lebih banyak penularannya melalui saluran pernapasan. “Meski begitu, untuk mengetahui apakah seseorang itu memang benar-benar terinfeksi bakteri difteri perlu penegakan diagnosis di bidang medis dengan tahapan klinis yakni dilihat, diwawancara, dan tanya keluhannya serta pemeriksaan fisik,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, siapa pun di usia berapa pun dapat terkena difteri. Namun, difteri cenderung dan sangat mudah menyebar pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak diimunisasi. Seseorang lebih mungkin terjangkit infeksi ini jika tidak mendapatkan atau tidak melengkapi imunisasi difteri sewaktu kecil dulu.
Oleh sebab itu, tambah dia, begitu didapat tanda-tanda yang sangat tinggi kecurigaan difteri maka disarankan berobat ke rumah sakit. Sebab, difteri dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko. “Baik anak-anak maupun orang dewasa harus sama-sama memastikan apakah mereka sudah menerima vaksin difteri atau belum.
Jika belum, maka harus diimunisasi lagi untuk mencegah terkena penyakit ini. Dalam kasus yang parah, wabah difteri dapat mengakibatkan kematian akibat gagal pernapasan karena sumbatan tebal di saluran napas,” imbuhnya.
Sementara, Kasubbag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak mengatakan, tiga tahun terakhir sejak 2017 pihaknya menangani pasien difteri. Pasien yang ditangani sebagian besar anak-anak. “Tahun 2017 ada 2 pasien, 2018 11 pasien dan 2019 (September) 4 pasien. Sebagian besar pasien merupakan anak-anak dan sembuh. Namun, tahun ini kebetulan ada dewasa hingga meninggal dunia karena kondisinya cukup parah ketika ditangani,” ujarnya.
Diketahui, tiga mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) asal Malaysia diduga terserang bakteri difteri. Akibatnya, dari ketiga mahasiswi tersebut satu diantaranya meninggal dunia yaitu Nurul Arifah Ahmad Ali (20) yang sempat dirawat di RSUP Haji Adam Malik. Sedangkan dua orang lagi berinisial LW (21) dan U (21) yang merupakan teman satu kos Nurul, hingga kini masih dirawat intensif. (ris)