27 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dewan Dukung Pencopotan Kajatisu

MEDAN-Desakan sejumlah elemen masyarakat agar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) AK Basyuni Masyarif dicopot dan diganti mendapat apresiasi dan dukungan dari anggota dewan. Satu diantaranya adalah anggota Komisi A DPRD Sumut Syamsul Hilal, yang terkenal vokal.

“Kita tidak bisa berasumsi dengan desakan-desakan sejumlah elemen tersebut.

Tapi, kita punya mekanisme tersendiri untuk melakukan pengawasan penegakan hukum di Sumut, khususnya tindak pidana korupsi yang ditangani Kejatisu. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu diakui banyak persoalan tipikor yang belum ada penyelesaian. Saat itu, kita meminta agar Kejatisu untuk serius menangani masalah kasus-kasus korupsi, seperti korupsi kepala daerah, kemudian penanganan masalah HGU PTPN II. Tiga bulan mendatang, kita telah merencanakan pertemuan kembali, dan akan kita tagih hal itu. Seandainya, tidak terjadi peningkatan penanganan kasus-kasus korupsi tersebut, maka bisa jadi Komisi A DPRD Sumut mengeluarkan rekomendasi pergantian atau pencopotan Kajatisu ke Kejagung,” tegas politisi senior PDIP ini, kepada Sumut Pos, Selasa  (25/10).

“Persoalan kinerja aparat di Kejatisu, tetap bermuara pada atasannya. Dan pimpinannya itu adalah Kajatisu. Jadi, pimpinannya lah yang harus bertanggung jawab,” tambah Syamsul Hilal.

Dukungan yang sama terhadap desakan pencopotan Kajatisu juga dikemukakan Analis Politik Sumatera Utara asal Universitas Medan Area, Dadang Darmawan Msi.

Dikatakan analis politik muda ini, desakan pencopotan atau dengan kata lain evaluasi terhadap Kajatisu adalah cukup layak. “Jika tolok ukurnya kinerja, saya pikir itu sah-sah saja. Karena faktanya, banyak kasus yang tak terselesaikan. Dalam RDP di DPRD Sumut, Kajatisu mengakui itu. Dalam hal ini, Kajatisu berani mengambil sikap terbuka seperti itu,” urainya.

Berkaitan dengan penegakan hukum, lanjut Dadang, pada prinsipnya bukan penanganan kasus-kasus korupsi di Kejatisu saja yang mandek, melainkan hal yang sama juga terjadi di institusi kejaksaan di daerah-daerah di Sumatera Utara.
Maka dari itu, kata Dadang, hal yang sangat elegan dan bisa jadi memang semestinya, sambungnya, adalah kasus-kasus yang ditangani Kejatisu diserahkan ke KPK.
“Penanganan kasus, khususnya korupsi tidak hanya di Kejatisu, tapi terjadi juga di institusi kejaksaan di semua daerah di Sumut. Ini harusnya menjadi perhatian dari Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung), untuk mengambil sikap,” tukasnya.
Soal kinerja Kejatisu, pengamat hukum Sumatera Utara Julheri Sinaga SH Mhum pun buka suara. Dia lebih mempertanyakan keputusan Kejatisu yang melepaskan dua tersangka dugaan korupsi pembangunan 7 gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Batubara.
“Tidak ada alasan Kejatisu melepaskan dua tersangka pelaku dugaan korupsi dengan berdalih pengalihan tahanan menjadi tahanan kota.Penetapan tahanan kota bagi pelaku korupsi tidak mendasar. Dengan alasan apa,” urai Julheri Sinaga, kemarin.
Bagi Julheri, keputusan Kejatisu ini cukup mengherankan. “ Kalau kemarin Kejatisu sangat menggebu-gebu melakukan penangkapan terhadap pelaku korupsi 7 pembangunan gedung SKPD. Seingat saya penangkapan yang dilakukan Kejatisu secara paksa tepatnya pada 19 Agustus lalu beberapa hari menjelang Idul Fitri. Namun, kenapa pihak Kejatisu berbalik arah dengan melakukan pemberian tahanan kota bagi pelaku,” ucap Julheri Sinaga.
Julheri Sinaga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Kejatisu pada dua tersangka yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Pertambangan Pemkab Batubara Irwansyah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Syahrial Lafau, sangat bertolak belakang dengan sistem penegakan hukum. “Diharapkan Kejagung RI untuk segera mengevaluasi kinerja Kajatisu AK Basuni Masyarif karena dinilai tidak mendukung program pemberantasan korupsi,” tegas Julheri Sinaga.
Julheri Sinaga juga meminta agar Jamwas Kejagung RI untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap personel Kejatisu yang terindakasi dan disinyalir menerima sesuatu dari tersangka, sehingga kedua tersangka bisa menghirup udara segar.
Sementara itu sebelumnya Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Pidana Khusus (Pidsus), Jufri SH membenarkan pihaknya telah mengalihkan tahanan tersangkan menjadi tahanan kota.
Langkah tersebut diambil karena kedua tersangka berjanji akan memberikan seluruh barang bukti yang diperlukan oleh penyidik Pidsus. “Mereka berjanji tidak akan menghilangkan barang bukti dan akan menyerahkan semuanya,” jelas Jufri.
Dalam pekerjaan tersebut ditemukan kerugian negara mencapai Rp1,8 miliar dari total pembiayaan Rp6,7 miliar yang bersumber dari APBD 2009. Sebelumnya, kedua tersangka ditangkap setelah empat kali mangkir dari panggilan tim penyidik Pidsus Kejatisu dengan alasan tugas dinas.
Harusnya AK Basyuni Mendesak Polisi
Terkait kasus pencurian di rumah dinas Kajatisu beberapa waktu lalu, yang disinyalir menelan kerugian sebesar Rp10 miliar, semestinya AK Basyuni dalam konteks ini sebagai korban, meminta dan mendesak agar kasus tersebut segera terungkap.
Karena, dengan tidak terungkapnya kasus tersebut akan secara otomatis memberi citra negatif pada pribadi dari Kajatisu. “Harusnya Kajatisu mendesak kepolisian daerah, untuk segera mengungkap ini. Agar tidak terjadi polemik berkepanjangan, yang akhirnya menjadi rumor. Dengan pengungkapan itu, maka nantinya akan menjadi jawaban riil dan nyata seberapa besar kerugian yang diderita,” ungkap Dadang Darnawan.
Seandainya benar, sambung Dadang, memang bukan mustahil nominal kerugian tersebut nantinya akan tercium oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi, seandainya memang tidak terbukti jumlah kerugian yang diderita, setelah kasus tersebut diungkap, maka secara langsung dan tidak langsung polemik yang terus berkembang itu akan berakhir, dan pastinya citra Kajatisu tidak lagi negatif.
“Maka dari itu, tidak ada kata lain adalah pengungkapan kasus ini. Polisi harus profesional, begitupun Kajatisu. Ini sudah menjadi konsumsi publik. Jadi harus segera dibuktikan. Jika benar kerugian seperti itu, tidak menutup kemungkinan ekses yang akan dihadapi Kajatisu akan tercium oleh KPK. Tapi, itu konsekuensi dan untuk menegakkan hukum. Artinya, polisi harus melakukan penegakan hukum yang sebenar-benarnya,” tukasnya lagi.
Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI P Syamsul Hilal menyatakan, pembuktian atas kerugian yang diderita Kajatisu dalam kasus pencurian di rumahnya, tidak lain dan tidak bukan terletak pada fungsi kepolisian. “Harusnya, Kajatisu meminta kepolisian mengungkap ini. Jangan malah menutup-nutupi. Kalau menutup-nutupi, berarti benar nominalnya sebesar itu (Rp10 miliar, Red). Jadi, sangat tidak salah bila akhirnya KPK turun tangan untuk melakukan penyelidikan kepemilikan harta sebesar itu sementara masa jabatannya baru beberapa bulan,” tegas anggota DPRD Sumut yang selalu mengenakan kopiah hitam tersebut.(ari/rud)

MEDAN-Desakan sejumlah elemen masyarakat agar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) AK Basyuni Masyarif dicopot dan diganti mendapat apresiasi dan dukungan dari anggota dewan. Satu diantaranya adalah anggota Komisi A DPRD Sumut Syamsul Hilal, yang terkenal vokal.

“Kita tidak bisa berasumsi dengan desakan-desakan sejumlah elemen tersebut.

Tapi, kita punya mekanisme tersendiri untuk melakukan pengawasan penegakan hukum di Sumut, khususnya tindak pidana korupsi yang ditangani Kejatisu. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu diakui banyak persoalan tipikor yang belum ada penyelesaian. Saat itu, kita meminta agar Kejatisu untuk serius menangani masalah kasus-kasus korupsi, seperti korupsi kepala daerah, kemudian penanganan masalah HGU PTPN II. Tiga bulan mendatang, kita telah merencanakan pertemuan kembali, dan akan kita tagih hal itu. Seandainya, tidak terjadi peningkatan penanganan kasus-kasus korupsi tersebut, maka bisa jadi Komisi A DPRD Sumut mengeluarkan rekomendasi pergantian atau pencopotan Kajatisu ke Kejagung,” tegas politisi senior PDIP ini, kepada Sumut Pos, Selasa  (25/10).

“Persoalan kinerja aparat di Kejatisu, tetap bermuara pada atasannya. Dan pimpinannya itu adalah Kajatisu. Jadi, pimpinannya lah yang harus bertanggung jawab,” tambah Syamsul Hilal.

Dukungan yang sama terhadap desakan pencopotan Kajatisu juga dikemukakan Analis Politik Sumatera Utara asal Universitas Medan Area, Dadang Darmawan Msi.

Dikatakan analis politik muda ini, desakan pencopotan atau dengan kata lain evaluasi terhadap Kajatisu adalah cukup layak. “Jika tolok ukurnya kinerja, saya pikir itu sah-sah saja. Karena faktanya, banyak kasus yang tak terselesaikan. Dalam RDP di DPRD Sumut, Kajatisu mengakui itu. Dalam hal ini, Kajatisu berani mengambil sikap terbuka seperti itu,” urainya.

Berkaitan dengan penegakan hukum, lanjut Dadang, pada prinsipnya bukan penanganan kasus-kasus korupsi di Kejatisu saja yang mandek, melainkan hal yang sama juga terjadi di institusi kejaksaan di daerah-daerah di Sumatera Utara.
Maka dari itu, kata Dadang, hal yang sangat elegan dan bisa jadi memang semestinya, sambungnya, adalah kasus-kasus yang ditangani Kejatisu diserahkan ke KPK.
“Penanganan kasus, khususnya korupsi tidak hanya di Kejatisu, tapi terjadi juga di institusi kejaksaan di semua daerah di Sumut. Ini harusnya menjadi perhatian dari Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung), untuk mengambil sikap,” tukasnya.
Soal kinerja Kejatisu, pengamat hukum Sumatera Utara Julheri Sinaga SH Mhum pun buka suara. Dia lebih mempertanyakan keputusan Kejatisu yang melepaskan dua tersangka dugaan korupsi pembangunan 7 gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Batubara.
“Tidak ada alasan Kejatisu melepaskan dua tersangka pelaku dugaan korupsi dengan berdalih pengalihan tahanan menjadi tahanan kota.Penetapan tahanan kota bagi pelaku korupsi tidak mendasar. Dengan alasan apa,” urai Julheri Sinaga, kemarin.
Bagi Julheri, keputusan Kejatisu ini cukup mengherankan. “ Kalau kemarin Kejatisu sangat menggebu-gebu melakukan penangkapan terhadap pelaku korupsi 7 pembangunan gedung SKPD. Seingat saya penangkapan yang dilakukan Kejatisu secara paksa tepatnya pada 19 Agustus lalu beberapa hari menjelang Idul Fitri. Namun, kenapa pihak Kejatisu berbalik arah dengan melakukan pemberian tahanan kota bagi pelaku,” ucap Julheri Sinaga.
Julheri Sinaga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Kejatisu pada dua tersangka yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Pertambangan Pemkab Batubara Irwansyah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Syahrial Lafau, sangat bertolak belakang dengan sistem penegakan hukum. “Diharapkan Kejagung RI untuk segera mengevaluasi kinerja Kajatisu AK Basuni Masyarif karena dinilai tidak mendukung program pemberantasan korupsi,” tegas Julheri Sinaga.
Julheri Sinaga juga meminta agar Jamwas Kejagung RI untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap personel Kejatisu yang terindakasi dan disinyalir menerima sesuatu dari tersangka, sehingga kedua tersangka bisa menghirup udara segar.
Sementara itu sebelumnya Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Pidana Khusus (Pidsus), Jufri SH membenarkan pihaknya telah mengalihkan tahanan tersangkan menjadi tahanan kota.
Langkah tersebut diambil karena kedua tersangka berjanji akan memberikan seluruh barang bukti yang diperlukan oleh penyidik Pidsus. “Mereka berjanji tidak akan menghilangkan barang bukti dan akan menyerahkan semuanya,” jelas Jufri.
Dalam pekerjaan tersebut ditemukan kerugian negara mencapai Rp1,8 miliar dari total pembiayaan Rp6,7 miliar yang bersumber dari APBD 2009. Sebelumnya, kedua tersangka ditangkap setelah empat kali mangkir dari panggilan tim penyidik Pidsus Kejatisu dengan alasan tugas dinas.
Harusnya AK Basyuni Mendesak Polisi
Terkait kasus pencurian di rumah dinas Kajatisu beberapa waktu lalu, yang disinyalir menelan kerugian sebesar Rp10 miliar, semestinya AK Basyuni dalam konteks ini sebagai korban, meminta dan mendesak agar kasus tersebut segera terungkap.
Karena, dengan tidak terungkapnya kasus tersebut akan secara otomatis memberi citra negatif pada pribadi dari Kajatisu. “Harusnya Kajatisu mendesak kepolisian daerah, untuk segera mengungkap ini. Agar tidak terjadi polemik berkepanjangan, yang akhirnya menjadi rumor. Dengan pengungkapan itu, maka nantinya akan menjadi jawaban riil dan nyata seberapa besar kerugian yang diderita,” ungkap Dadang Darnawan.
Seandainya benar, sambung Dadang, memang bukan mustahil nominal kerugian tersebut nantinya akan tercium oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi, seandainya memang tidak terbukti jumlah kerugian yang diderita, setelah kasus tersebut diungkap, maka secara langsung dan tidak langsung polemik yang terus berkembang itu akan berakhir, dan pastinya citra Kajatisu tidak lagi negatif.
“Maka dari itu, tidak ada kata lain adalah pengungkapan kasus ini. Polisi harus profesional, begitupun Kajatisu. Ini sudah menjadi konsumsi publik. Jadi harus segera dibuktikan. Jika benar kerugian seperti itu, tidak menutup kemungkinan ekses yang akan dihadapi Kajatisu akan tercium oleh KPK. Tapi, itu konsekuensi dan untuk menegakkan hukum. Artinya, polisi harus melakukan penegakan hukum yang sebenar-benarnya,” tukasnya lagi.
Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI P Syamsul Hilal menyatakan, pembuktian atas kerugian yang diderita Kajatisu dalam kasus pencurian di rumahnya, tidak lain dan tidak bukan terletak pada fungsi kepolisian. “Harusnya, Kajatisu meminta kepolisian mengungkap ini. Jangan malah menutup-nutupi. Kalau menutup-nutupi, berarti benar nominalnya sebesar itu (Rp10 miliar, Red). Jadi, sangat tidak salah bila akhirnya KPK turun tangan untuk melakukan penyelidikan kepemilikan harta sebesar itu sementara masa jabatannya baru beberapa bulan,” tegas anggota DPRD Sumut yang selalu mengenakan kopiah hitam tersebut.(ari/rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/