25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Banding Ditolak Pengadilan Tinggi, Meiliana Tetap Dihukum 1,5 Tahun Penjara

agusman/ SUMUT POS
SIDANG: Suasana sidang di Pengadilan Tinggi Medan terkait banding terdakwa penodaan agama, Meiliana (44), Kamis (25/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan menolak permohonan banding terdakwa penodaan agama, Meiliana (44). PT akhirnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang tetap menghukum wanita yang memprotes suara azan di Kota Tanjungbalai ini, dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Putusan tingkat banding itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Daliun Sailan dan dua anggotanya, Prasetyo Ibnu Asmara dan Ahmad Adrianda Patria, di PT Medan Jalan Ngumban Surbakti, Medan, Kamis (25/10). “Tadi saudara-saudara sudah mendengar apa yang menjadi putusan majelis hakim. Putusan yang telah diucapkan tadi adalah majelis hakim tingkat banding sependapat dengan apa yang telah diputuskan majelis hakim tingkat pertama,” kata Humas PT Medan, Adi Sutrisno.

Majelis hakim PT Medan sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim PN Medan dan amar putusan. Menurut majelis, putusan pengadilan tingkat pertama sudah sesuai dengan fakta hukum di persidangan, dan sesuai dengan rasa keadilan terdakwa dan masyarakat.

“Jadi intinya adalah majelis hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan Negeri Medan,” jelas Adi. “Yakni (terdakwa Meiliana) dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama, kemudian dipidana dengan pidana 1,5 tahun atau 1 tahun 6 bulan penjara,” sambung Adi.

Sementara penasihat hukum Meiliana, Josua Rumahorbo menyatakan, pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Meiliana untuk memutuskan, menempuh upaya kasasi atau tidak. “Jadi kita untuk melakukan upaya hukum, kita koordinasi dulu dengan Meiliana,” ucapnya.

Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim PN Medan yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan, Meiliana telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHPidana. Meiliana dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Meiliana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Perkara Meiliana ini dibawa ke pengadilan, menyusul kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu. Meiliana didakwa telah melakukan penodaan agama yang memicu kejadian itu.

Berdasarkan dakwaan, perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjungbalai, pada tanggal 22 Juli 2016 lalu.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Pada Jumat (22/7) sekitar 19.00 WIB, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu. “Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.

Sempat juga terjadi adu argumen ketika itu. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.

Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat menjadi ramai. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak.

Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.

Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.

Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjunggusta Medan, sejak 30 Mei 2018. (man)

agusman/ SUMUT POS
SIDANG: Suasana sidang di Pengadilan Tinggi Medan terkait banding terdakwa penodaan agama, Meiliana (44), Kamis (25/10).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan menolak permohonan banding terdakwa penodaan agama, Meiliana (44). PT akhirnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang tetap menghukum wanita yang memprotes suara azan di Kota Tanjungbalai ini, dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Putusan tingkat banding itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Daliun Sailan dan dua anggotanya, Prasetyo Ibnu Asmara dan Ahmad Adrianda Patria, di PT Medan Jalan Ngumban Surbakti, Medan, Kamis (25/10). “Tadi saudara-saudara sudah mendengar apa yang menjadi putusan majelis hakim. Putusan yang telah diucapkan tadi adalah majelis hakim tingkat banding sependapat dengan apa yang telah diputuskan majelis hakim tingkat pertama,” kata Humas PT Medan, Adi Sutrisno.

Majelis hakim PT Medan sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim PN Medan dan amar putusan. Menurut majelis, putusan pengadilan tingkat pertama sudah sesuai dengan fakta hukum di persidangan, dan sesuai dengan rasa keadilan terdakwa dan masyarakat.

“Jadi intinya adalah majelis hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan Negeri Medan,” jelas Adi. “Yakni (terdakwa Meiliana) dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama, kemudian dipidana dengan pidana 1,5 tahun atau 1 tahun 6 bulan penjara,” sambung Adi.

Sementara penasihat hukum Meiliana, Josua Rumahorbo menyatakan, pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Meiliana untuk memutuskan, menempuh upaya kasasi atau tidak. “Jadi kita untuk melakukan upaya hukum, kita koordinasi dulu dengan Meiliana,” ucapnya.

Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim PN Medan yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan, Meiliana telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHPidana. Meiliana dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Meiliana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Perkara Meiliana ini dibawa ke pengadilan, menyusul kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu. Meiliana didakwa telah melakukan penodaan agama yang memicu kejadian itu.

Berdasarkan dakwaan, perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjungbalai, pada tanggal 22 Juli 2016 lalu.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Pada Jumat (22/7) sekitar 19.00 WIB, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu. “Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.

Sempat juga terjadi adu argumen ketika itu. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.

Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat menjadi ramai. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak.

Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.

Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.

Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjunggusta Medan, sejak 30 Mei 2018. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/