25.6 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Fraksi PDIP Tetap Dukung Perda Retribusi Orang Mati

MEDAN-Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat tampaknya bakal mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Retribusi ini dinilai memberatkan masyarakat, khususnya yang kurang mampu. Namun, anggota dewan dari fraksi yang mendukung Perda tetap bertahan.

Seperti yang diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPRD) DPRD Kota Medan, Hasyim SE. Seperti diketahui, PDIP merupakan salah satu fraksi yang menerima revisi Perda No 32 ini. “Kita menerima revisi Perda itu karena merupakan tuntutan undang-undang. Kita berharap dengan adanya Perda ini, pelayanan Pemko Medan terhadap pemakaman semakin baik. Karena itu, kita minta Pemko Medan untuk melakukan pengawasan secara ketat,” jelas Hasyim, Selasa (26/3).

Mengenai tarif yang akan memberatkan masyarakat miskin, Hasyim yang merupakan warga etnis Tionghoa mengatakan, untuk orang miskin akan diatur oleh Peraturan Wali Kota. Dikatakannya, pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin akan gratis. Dan, kemiskinannya harus dibuktikan oleh keterangan dari lurah ataupun camat. “Kalau untuk orang miskin akan gratis dan akan diatur oleh Perwal,” katanya.

Khusus untuk pengabuan mayat, perda ini akan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium. Karena itu, pihaknya meminta agar Pemko Medan segera membangun krematorium yang layak. Begitu juga dengan tempat pemakaman harus diperluas. “Intinya, Pemko Medan harus melakukan semua yang dituntut dalam Perda ini, baru bisa diberlakukan,” tegasnya.

Selain fraksi PDIP, fraksi lain yang mendukung Perda ini adalah PAN, Golkar, Demokrat, dan PDS. Sedangkan fraksi yang menolak dengan catatan adalah PKS dan PPP. Satu-satunya fraksi yang menolak keras adalah fraksi Medan Bersatu.

Sementara itu penolakan terhadap retribusi pengabuan mayat terus mengalir, khususnya dari komunitas etnis Tionghoa. “Kita menolak revisi perda itu. Penarikan retribusi dari orang mati itu tidaklah etis. Masa orang yang sudah meninggal dikutip pajak lagi,” ujar Ketua Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi) Kota Medan, Drs Wong Cun Sen Tarigan, kemarin.

Menurutnya, perda itu tidak memihak rakyat. Sebab, retribusi pengabuan mayat sebesar Rp400 ribu untuk terbuka dan pengabuan tertutup sebesar Rp600 ribu itu sangat memberatkan masyarakat. “Keluarga yang berduka pasti sudah mengeluarkan uang untuk acara penguburan, jadi tidak etis kalau Pemko Medan kembali menagih retribusi dari meraka,” jelasnya.

Lagi pula, katanya, masyarakat bingung dengan adanya perda itu. Khusus untuk retribusi pengabuan mayat, Pemko Medan saat ini belum memiliki krematorium. “Dari mana Pemko Medan menagih retribusi pengabuan mayat itu, sedangkan krematorium belum ada di Pemko Medan. Apakah Pemko Medan akan menagih retribusi kepada setiap mayat yang akan diabukan, meski pembakaran dilakukan di Tanjungmorawa?” tanyanya.
Perda ini dikatakan belum layak untuk diterapkan di Kota Medan. Karena itu, pihaknya pun meminta kepada Pemko Medan untuk mengkaji ulang perda itu. “Mereka harus membuat perda dengan objek nyata,” tegasnya. (mag-7)

MEDAN-Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat tampaknya bakal mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Retribusi ini dinilai memberatkan masyarakat, khususnya yang kurang mampu. Namun, anggota dewan dari fraksi yang mendukung Perda tetap bertahan.

Seperti yang diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPRD) DPRD Kota Medan, Hasyim SE. Seperti diketahui, PDIP merupakan salah satu fraksi yang menerima revisi Perda No 32 ini. “Kita menerima revisi Perda itu karena merupakan tuntutan undang-undang. Kita berharap dengan adanya Perda ini, pelayanan Pemko Medan terhadap pemakaman semakin baik. Karena itu, kita minta Pemko Medan untuk melakukan pengawasan secara ketat,” jelas Hasyim, Selasa (26/3).

Mengenai tarif yang akan memberatkan masyarakat miskin, Hasyim yang merupakan warga etnis Tionghoa mengatakan, untuk orang miskin akan diatur oleh Peraturan Wali Kota. Dikatakannya, pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin akan gratis. Dan, kemiskinannya harus dibuktikan oleh keterangan dari lurah ataupun camat. “Kalau untuk orang miskin akan gratis dan akan diatur oleh Perwal,” katanya.

Khusus untuk pengabuan mayat, perda ini akan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium. Karena itu, pihaknya meminta agar Pemko Medan segera membangun krematorium yang layak. Begitu juga dengan tempat pemakaman harus diperluas. “Intinya, Pemko Medan harus melakukan semua yang dituntut dalam Perda ini, baru bisa diberlakukan,” tegasnya.

Selain fraksi PDIP, fraksi lain yang mendukung Perda ini adalah PAN, Golkar, Demokrat, dan PDS. Sedangkan fraksi yang menolak dengan catatan adalah PKS dan PPP. Satu-satunya fraksi yang menolak keras adalah fraksi Medan Bersatu.

Sementara itu penolakan terhadap retribusi pengabuan mayat terus mengalir, khususnya dari komunitas etnis Tionghoa. “Kita menolak revisi perda itu. Penarikan retribusi dari orang mati itu tidaklah etis. Masa orang yang sudah meninggal dikutip pajak lagi,” ujar Ketua Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi) Kota Medan, Drs Wong Cun Sen Tarigan, kemarin.

Menurutnya, perda itu tidak memihak rakyat. Sebab, retribusi pengabuan mayat sebesar Rp400 ribu untuk terbuka dan pengabuan tertutup sebesar Rp600 ribu itu sangat memberatkan masyarakat. “Keluarga yang berduka pasti sudah mengeluarkan uang untuk acara penguburan, jadi tidak etis kalau Pemko Medan kembali menagih retribusi dari meraka,” jelasnya.

Lagi pula, katanya, masyarakat bingung dengan adanya perda itu. Khusus untuk retribusi pengabuan mayat, Pemko Medan saat ini belum memiliki krematorium. “Dari mana Pemko Medan menagih retribusi pengabuan mayat itu, sedangkan krematorium belum ada di Pemko Medan. Apakah Pemko Medan akan menagih retribusi kepada setiap mayat yang akan diabukan, meski pembakaran dilakukan di Tanjungmorawa?” tanyanya.
Perda ini dikatakan belum layak untuk diterapkan di Kota Medan. Karena itu, pihaknya pun meminta kepada Pemko Medan untuk mengkaji ulang perda itu. “Mereka harus membuat perda dengan objek nyata,” tegasnya. (mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/