Ia berharap, dengan alat tersebut bisa membawa suatu perubahan dan membantu para tuna netra agar bisa belajar braille lebih cepat dan gampang. Dengan begitu, mereka semakin cepat kembali memiliki kemampuan membaca dan menulis.
Ibunda Fira, dr Diah mengaku, sangat bersyukur melihat prestasi yang diraih anaknya. Kata Diah, sebagai orang tua dia selalu menanamkan kepada anaknya bahwa terpenting dalam suatu kompetisi adalah proses bukan hasilnya. Sebab, bila proses yang dilakukan dengan sungguh-sungguh maka hasil akan dicapai tentu baik.
“Saya tidak pernah memaksakannya terlalu berlebihan untuk meraih juara. Terpenting, bagi saya pengalaman yang didapatnya lebih berharga. Karena, kesempatan seperti itu sangat jarang didapat,” ucapnya.
Sementara, Kepala Chandra Kusuma School, Miss Rita menuturkan, penelitian yang dilakukan Fira dan Bramasto bukan hanya segi teknologi serta pemikiran yang menjadi nilai lebih. Melainkan, dampak positif kepada orang-orang yang membutuhkan.
“Sekolah tidak pernah memaksakan kepada anak-anak agar meraih juara. Dengan ikut ajang internasional saja, kami sudah cukup bangga karena telah mengharumkan nama sekolah dan juga Indonesia,” tutur Rita.
Dia menyebutkan, setiap siswa di Chandra Kusuma School tidak dibatasi untuk mengeksplor potensi diri. Asalkan, potensi diri itu merupakan hal yang positif.
“Apapun yang dilakukan siswa dalam orientasi untuk kepentingan orang banyak, maka kita akan mendukung dan memfasilitasinya. Sebab, dibalik prestasi yang besar ada ‘harga mahal’ yang harus dikeluarkan,” imbuhnya. (ris/adz)