28.9 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Kakak Beradik Ini Raih Medali Emas Lewat Alat Belajar Braille untuk Tuna Netra

Foto: M Idris/Sumut Pos
Fira Fatmasiefa dan Bramasto Rahman Prasojo (tengah) didampingi ibundanya dr Diah (kiri kedua) Ketua Yayasan Chandra Kusuma School Malahayati Holland (kedua kanan), Kepala Chandra Kusuma School Miss Rita (kanan), dan guru pembimbing Sungguh Ponten Pranata (kiri), saat temu pers di sekolah tersebut, Rabu (26/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Siswa Chandra Kusuma School kembali menorehkan prestasi dalam kompetisi tingkat internasional. Siswa tersebut adalah Fira Fatmasiefa. Kelas II SMA dan Bramasto Rahman Prasojo Kelas III SMP. Kakak beradik itu meraih dua medali emas pada dua kategori bidang computer science (Research Prasentation dan Poster Session), dalam ajang International Conference of Young Scientis (ICYS) 2017 di Jerman.

Fira dan Bramasto yang ditemui di sekolahnya mengungkapkan, pada ajang yang diikuti oleh para pelajar dari banyak negara di dunia ini, mereka mengangkat penelitian berjudul ‘Braille Learning Algorithm’. Riset tersebut berkaitan dengan membuat sebuah alat untuk tuna netra belajar braille secara mandiri.

“Alat kami dapat men-display pola-pola braille terhadap anak-anak tuna netra. Kemudian, dalam praktik pengajarannya, setiap sesi ada empat huruf. Alat ini juga bisa tahu atau menilai, apakah anak yang baru saja belajar mengerti dengan huruf yang dipelajarinya. Artinya, anak tersebut sudah lancar atau paham dengan pola-pola braille yang baru dipelajarinya,” ungkap Fira didampingi ibundanya dr Diah, Ketua Yayasan Chandra Kusuma School Malahayati Holland, Kepala Chandra Kusuma School Miss Rita, dan guru pembimbing Sungguh Ponten Pranata, Rabu (26/4).

Dikatakannya, latar belakang munculnya ide penelitian ini lahir karena melihat seorang tuna netra, Berkah Stefanus, saat berkunjung ke Yayasan Pendidikan Tuna Netra (Yapentra) Tanjungmorawa, Deliserdang. Tuna netra itu ingin sekali kembali dapat membaca dan menulis.Melihat semangat Berkah Stefanus yang kini berusia 20 tahun, hati Fira tergerak. Selanjutnya, berdiskusi dengan Bramasto untuk membantu harapan dan keinginannya itu.

“Braille itu merupakan suatu writing system yang digunakan bagi para tuna netra untuk membaca dan menulis. Namun, bagi dia (Berkah Stefanus) sangat susah dipelajari karena mengalami kebutaan bukan sejak lahir, melainkan ketika usianya 13 tahun akibat sakit. Sehingga, jari-jarinya tidak sensitif mengenali pola-pola braille yang kecil dan halus,” sebut anak sulung dari dua bersaudara ini.

Tak hanya Berkah Stefanus, anak-anak SLB di Yapentra Tanjungmorawa juga mengalami kesulitan untuk mengenali pola-pola braille. Dari situlah, inspirasi muncul dan tergerak membuat Braille Learning Algorithm. “Para juri menilai, penelitian yang kami angkat memiliki aspek sosial yang tinggi dibanding peserta lainnya. Apalagi, riset kami juga belum ada yang membuatnya. Sebab, sangat jarang riset di bidang komputer sains dapat memberikan dampak besar kepada masyarakat,” jelas Fira.

Foto: M Idris/Sumut Pos
Fira Fatmasiefa dan Bramasto Rahman Prasojo (tengah) didampingi ibundanya dr Diah (kiri kedua) Ketua Yayasan Chandra Kusuma School Malahayati Holland (kedua kanan), Kepala Chandra Kusuma School Miss Rita (kanan), dan guru pembimbing Sungguh Ponten Pranata (kiri), saat temu pers di sekolah tersebut, Rabu (26/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Siswa Chandra Kusuma School kembali menorehkan prestasi dalam kompetisi tingkat internasional. Siswa tersebut adalah Fira Fatmasiefa. Kelas II SMA dan Bramasto Rahman Prasojo Kelas III SMP. Kakak beradik itu meraih dua medali emas pada dua kategori bidang computer science (Research Prasentation dan Poster Session), dalam ajang International Conference of Young Scientis (ICYS) 2017 di Jerman.

Fira dan Bramasto yang ditemui di sekolahnya mengungkapkan, pada ajang yang diikuti oleh para pelajar dari banyak negara di dunia ini, mereka mengangkat penelitian berjudul ‘Braille Learning Algorithm’. Riset tersebut berkaitan dengan membuat sebuah alat untuk tuna netra belajar braille secara mandiri.

“Alat kami dapat men-display pola-pola braille terhadap anak-anak tuna netra. Kemudian, dalam praktik pengajarannya, setiap sesi ada empat huruf. Alat ini juga bisa tahu atau menilai, apakah anak yang baru saja belajar mengerti dengan huruf yang dipelajarinya. Artinya, anak tersebut sudah lancar atau paham dengan pola-pola braille yang baru dipelajarinya,” ungkap Fira didampingi ibundanya dr Diah, Ketua Yayasan Chandra Kusuma School Malahayati Holland, Kepala Chandra Kusuma School Miss Rita, dan guru pembimbing Sungguh Ponten Pranata, Rabu (26/4).

Dikatakannya, latar belakang munculnya ide penelitian ini lahir karena melihat seorang tuna netra, Berkah Stefanus, saat berkunjung ke Yayasan Pendidikan Tuna Netra (Yapentra) Tanjungmorawa, Deliserdang. Tuna netra itu ingin sekali kembali dapat membaca dan menulis.Melihat semangat Berkah Stefanus yang kini berusia 20 tahun, hati Fira tergerak. Selanjutnya, berdiskusi dengan Bramasto untuk membantu harapan dan keinginannya itu.

“Braille itu merupakan suatu writing system yang digunakan bagi para tuna netra untuk membaca dan menulis. Namun, bagi dia (Berkah Stefanus) sangat susah dipelajari karena mengalami kebutaan bukan sejak lahir, melainkan ketika usianya 13 tahun akibat sakit. Sehingga, jari-jarinya tidak sensitif mengenali pola-pola braille yang kecil dan halus,” sebut anak sulung dari dua bersaudara ini.

Tak hanya Berkah Stefanus, anak-anak SLB di Yapentra Tanjungmorawa juga mengalami kesulitan untuk mengenali pola-pola braille. Dari situlah, inspirasi muncul dan tergerak membuat Braille Learning Algorithm. “Para juri menilai, penelitian yang kami angkat memiliki aspek sosial yang tinggi dibanding peserta lainnya. Apalagi, riset kami juga belum ada yang membuatnya. Sebab, sangat jarang riset di bidang komputer sains dapat memberikan dampak besar kepada masyarakat,” jelas Fira.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/