26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Cuaca di Kota Medan Berawan, Super Blood Moon Cuma Separo

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gerhana bulan total (GBT) atau super blood moon telah terjadi tadi malam, Rabu (26/5). Fenomena alam ini merupakan momen langka, karena juga bertepatan dengan Hari Raya Waisak 2565 BE. Seluruh wilayah Indonesia pun dapat menikmati fenomena tersebut dengan mata telanjang.

SEPARO: Gerhana Bulan total atau Super Blood Moon yang teramati OIF UMSU dari Kampus Pascasarjana UMSU, Jalan Denai Medan, terlihat hanya separo, Rabu (26/5) malam.

Sayangnya, pengamatan gerhana bulan total di Kota Medan, Sumatera Utara, terkendala cuaca yang berawan. Sehingga wujud super blood moon hanya terlihat separo. “Kondisi cuaca yang sedikit berawan mengakibatkan penampakan gerhana yang sesungguhnya merupakan momen spesial tidak maksimal, karena sebagian tertutup awan.

Baru pada fase akhir cuaca tampak cerah, sehingga momen gerhana masih bisa dinikmati, bahkan dengan secara langsung tanpa bantuan teleskop,” kata Kepala OIF UMSU, Dr Arwin Juli Rahmadi Butarbutar kepada wartawan di Kampus Pascasarjana UMSU, Jalan Denai, Medan, tadi malam.

Arwin menjelaskan, gerhana bulan total ini merupakan fenomena istimewa. Dengan ciri yang paling mencolok adalah warnanya, sehingga disebut dengan super blood moon. “Fenomena bulan darah ini disebabkan oleh kondisi keterlihatan di Bumi. Saat Bulan melewati bayangan bumi, semakin sedikit sinar matahari yang jatuh ke permukaannya, dan semakin gelap,” ucapnya.

Arwin menjelaskan, warna merah bulan sendiri disebabkan salah satunya adalah karena adanya atmosfer bumi. “Formasi awan besar di Bumi juga dapat menjelaskan perbedaan kecerahan. Efek awan muncul sebagai bercak gelap di seluruh permukaan Bulan yang terhalang,” kata Arwin.

AMATI: Petugas dari OIF UMSU sedang mengamati gerhana Bulan total atau Super Blood Moon dari Kampus Pascasarjana UMSU, Rabu (26/5) malam.

Lebih lanjut, Arwin mengatakan, berbeda dengan momen gerhana sebelumnya, kali ini OIF UMSU menggelar pengamatan gerhana Bulan secara terbatas karena situasi pandemi Covid-19. “Pengamatan gerhana dimulai salat maghrib yang dilanjutkan salat gerhana dengan menerapkan protokol kesehatan,” tutur Arwin.

Untuk pengamatan gerhana, OIF UMSU menyediakan sejumlah teleskop yang dimanfaatkan masyarakat yang untuk kali ini jumlahnya dibatasi. Momen gerhana sendiri, kata Arwin, untuk di kawasan Kota Medan hanya bisa dilihat sekitar 50 persen. “Gerhana bulan mulai tampak setelah matahari terbenam dan berakhir sekitar pukul 19.52 WIB,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Hartanto menjelaskan, pengamatan gerhana bulan total teramati hanya 6 menit pada akhir fase total (U3) di wilayah Kota Medan yakni pada pukul 19.16 WIB – 19.21 WIB. “Sementara pada akhir fase sebagian (U4) tidak teramati, karena kondisi tertutup awan tebal (19.52 WIB),” kata Hartanto didampingi Tim Hilal BBMKG Wilayah I Medan lainnya.

Koordinator Bidang Data dan Informasi, Eridawati menjelaskan, berdasarkan Laporan Observasi Gerhana Bulan Total (Super Blood Moon) yang dilakukan di lapangan volly kantor BBMKG Wilayah I Medan, Rabu (26/5) mulai pukul 16.30 WIB hingga 21.00 WIB, terlihat posisi lokasi Lintang 03°32’22″LU, Bujur : 98°38’13″BT, dan Tinggi : 25 meter di atas permukaan laut.

Sedangkan waktu pengamatan Bulan terbit pada 18.29.36 WIB. U3 : 19.16 (hanya teramati sekitar 6 menit). U4 : 19.52.48 WIB (tidak teramati). P4 : 20.51.14 WIB (tidak teramati). Sedangkan kondisi cuaca, dalam keadaan berawan. “Karena cuaca berawan, GBT hanya dapat diamati selama 6-7 menit di fase U3. Dan Streaming dapat dilakukan pada pukul 17.36 WIB,” pungkasnya.

Terjadi 195 Tahun Sekali

Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), gerhana Bulan total yang beriringan dengan Hari Raya Waisak sudah beberapa kali terjadi dalam seabad terakhir, yakni pada 24 Mei 1990, 14 Mei 1938, 14 Mei 1957, 25 Mei 1975, dan 16 Mei 2003. Fenomena serupa akan kembali terjadi pada 26 Mei 2040, 7 Mei 2050, 6 Mei 2069, 17 Mei 2087, dan 29 Mei 2106.

Sedangkan fenomena super blood moon atau bulan super merah yang beriringan dengan Hari Raya Waisak pernah terjadi sebanyak empat kali pada abad ke-19, yakni pada 10 Mei 1808, 21 Mei 1826, 1 Juni 1844, dan 21 Mei 1845. Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pusainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Emmanuel Sungging mengatakan, fenomena alam yang terjadi bersamaan dengan Hari Raya Waisak ini terjadi dalam siklus 195 tahun sekali.

“Gerhana Bulan 26 Mei 2021 ini disebut sebagai siklus gerhana Bulan Saros seri 121, untuk dua siklus saros berturut-turut, fenomena bulan super merah yang bersamaan dengan Waisak, dapat berulang setiap 195 tahun. Jadi fenomena ini akan terjadi kembali 10 Mei 2199, 21 Mei 2217, dan 16 Mei 2394,” jelasnya kepada JawaPos.com (grup Sumut Pos), Rabu (26/5).

Namun, tidak perlu khawatir. Bagi masyarakat yang ketinggalan menyaksikan super blood moon secara langsung malam ini, di Bulan November mendatang akan ada lagi. Akan tetap, gerhana bulan biasa. “Ada fenomena gerhana bulan lain, di Bulan November,” ujarnya.

Untuk detilnya, pihaknya akan meluncurkan kalender astronomi sebelum fenomena tersebut datang. “Nanti detilnya biasa kami siapkan kalau sudah deket-deket sih,” ujarnya.

Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN lainnya, Andi Pangerang juga mengungkapkan, gerhana Bulan kali ini juga cukup unik, karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi. “Mengingat lebar sudutnya yang lebih besar 13,77 persen dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge) dan kecerlangannya 15,6 persen lebih terang dibandingkan dengan rata-rata atau 29,1 persen lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge, gerhana Bulan kali ini disebut juga sebagai Bulan merah super,” ujarnya.

Durasi fase total gerhana Bulan juga terbilang cukup singkat, yakni 14 menit 30 detik. Puncak gerhana sendiri akan terjadi pada pukul 18.18.43 WIB / 19.43.18 WITA / 20.43.18 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi, sementara itu puncak Perige terjadi pada pukul 08.57.46 WIB / 09.57.46 WITA / 10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi. Hampir semua negara akan bisa menyaksikan fenomena gerhana Bulan ini jika cuaca cerah, termasuk Indonesia. Dari arah Timur-Tenggara (hingga Tenggara untuk Indonesia bagian Timur), bisa menyaksikannya sekalipun tanpa bantuan alat optik.

Sebagai informasi, secara global, GBT kali ini dapat disaksikan di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Oseania, dan sebagian besar benua Amerika kecuali Kanada bagian Timur, Kepulauan Virgin sampai dengan Trinidad-Tobago, Brazil bagian timur, Guyana, Suriname dan Guyana Prancis.

Untuk Indonesia sendiri, GBT kali ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia dari arah Timur-Tenggara (hingga Tenggara untuk Indonesia bagian Timur) tanpa menggunakan alat bantu optik apapun.

Matahari Melintas Tepat di Atas Kakbah

Berdasarkan data astronomi, pada Kamis (27/5) hari ini dan Jumat (28/5) besok, matahari akan melintas tepat di atas Kakbah. Momentum ini dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya.

Hal itu disampaikan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Agus Salim. ’’Peristiwa alam ini akan terjadi pada pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA. Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana saja, akan mengarah lurus ke Ka’bah,” terangnya di Jakarta, Rabu (26/5).

Ia menjelaskan, peristiwa semacam ini dikenal dengan nama Istiwa A’zham atau Rashdul Qiblah. Artinya, waktu matahari di atas Ka’bah, bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjukkan arah kiblat. “Momentum ini, dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya. Caranya, sesuaikan arah kiblat dengan arah bayang-bayang benda pada saat Rashdul Qiblah,” katanya.

Dijelaskan Agus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses verifikasi arah kiblat, yaitu pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau pergunakan lot atau bandul. Kemudian, permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata. “Jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom,” tandasnya. (gus/mag-1/jpc/dtc)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gerhana bulan total (GBT) atau super blood moon telah terjadi tadi malam, Rabu (26/5). Fenomena alam ini merupakan momen langka, karena juga bertepatan dengan Hari Raya Waisak 2565 BE. Seluruh wilayah Indonesia pun dapat menikmati fenomena tersebut dengan mata telanjang.

SEPARO: Gerhana Bulan total atau Super Blood Moon yang teramati OIF UMSU dari Kampus Pascasarjana UMSU, Jalan Denai Medan, terlihat hanya separo, Rabu (26/5) malam.

Sayangnya, pengamatan gerhana bulan total di Kota Medan, Sumatera Utara, terkendala cuaca yang berawan. Sehingga wujud super blood moon hanya terlihat separo. “Kondisi cuaca yang sedikit berawan mengakibatkan penampakan gerhana yang sesungguhnya merupakan momen spesial tidak maksimal, karena sebagian tertutup awan.

Baru pada fase akhir cuaca tampak cerah, sehingga momen gerhana masih bisa dinikmati, bahkan dengan secara langsung tanpa bantuan teleskop,” kata Kepala OIF UMSU, Dr Arwin Juli Rahmadi Butarbutar kepada wartawan di Kampus Pascasarjana UMSU, Jalan Denai, Medan, tadi malam.

Arwin menjelaskan, gerhana bulan total ini merupakan fenomena istimewa. Dengan ciri yang paling mencolok adalah warnanya, sehingga disebut dengan super blood moon. “Fenomena bulan darah ini disebabkan oleh kondisi keterlihatan di Bumi. Saat Bulan melewati bayangan bumi, semakin sedikit sinar matahari yang jatuh ke permukaannya, dan semakin gelap,” ucapnya.

Arwin menjelaskan, warna merah bulan sendiri disebabkan salah satunya adalah karena adanya atmosfer bumi. “Formasi awan besar di Bumi juga dapat menjelaskan perbedaan kecerahan. Efek awan muncul sebagai bercak gelap di seluruh permukaan Bulan yang terhalang,” kata Arwin.

AMATI: Petugas dari OIF UMSU sedang mengamati gerhana Bulan total atau Super Blood Moon dari Kampus Pascasarjana UMSU, Rabu (26/5) malam.

Lebih lanjut, Arwin mengatakan, berbeda dengan momen gerhana sebelumnya, kali ini OIF UMSU menggelar pengamatan gerhana Bulan secara terbatas karena situasi pandemi Covid-19. “Pengamatan gerhana dimulai salat maghrib yang dilanjutkan salat gerhana dengan menerapkan protokol kesehatan,” tutur Arwin.

Untuk pengamatan gerhana, OIF UMSU menyediakan sejumlah teleskop yang dimanfaatkan masyarakat yang untuk kali ini jumlahnya dibatasi. Momen gerhana sendiri, kata Arwin, untuk di kawasan Kota Medan hanya bisa dilihat sekitar 50 persen. “Gerhana bulan mulai tampak setelah matahari terbenam dan berakhir sekitar pukul 19.52 WIB,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Hartanto menjelaskan, pengamatan gerhana bulan total teramati hanya 6 menit pada akhir fase total (U3) di wilayah Kota Medan yakni pada pukul 19.16 WIB – 19.21 WIB. “Sementara pada akhir fase sebagian (U4) tidak teramati, karena kondisi tertutup awan tebal (19.52 WIB),” kata Hartanto didampingi Tim Hilal BBMKG Wilayah I Medan lainnya.

Koordinator Bidang Data dan Informasi, Eridawati menjelaskan, berdasarkan Laporan Observasi Gerhana Bulan Total (Super Blood Moon) yang dilakukan di lapangan volly kantor BBMKG Wilayah I Medan, Rabu (26/5) mulai pukul 16.30 WIB hingga 21.00 WIB, terlihat posisi lokasi Lintang 03°32’22″LU, Bujur : 98°38’13″BT, dan Tinggi : 25 meter di atas permukaan laut.

Sedangkan waktu pengamatan Bulan terbit pada 18.29.36 WIB. U3 : 19.16 (hanya teramati sekitar 6 menit). U4 : 19.52.48 WIB (tidak teramati). P4 : 20.51.14 WIB (tidak teramati). Sedangkan kondisi cuaca, dalam keadaan berawan. “Karena cuaca berawan, GBT hanya dapat diamati selama 6-7 menit di fase U3. Dan Streaming dapat dilakukan pada pukul 17.36 WIB,” pungkasnya.

Terjadi 195 Tahun Sekali

Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), gerhana Bulan total yang beriringan dengan Hari Raya Waisak sudah beberapa kali terjadi dalam seabad terakhir, yakni pada 24 Mei 1990, 14 Mei 1938, 14 Mei 1957, 25 Mei 1975, dan 16 Mei 2003. Fenomena serupa akan kembali terjadi pada 26 Mei 2040, 7 Mei 2050, 6 Mei 2069, 17 Mei 2087, dan 29 Mei 2106.

Sedangkan fenomena super blood moon atau bulan super merah yang beriringan dengan Hari Raya Waisak pernah terjadi sebanyak empat kali pada abad ke-19, yakni pada 10 Mei 1808, 21 Mei 1826, 1 Juni 1844, dan 21 Mei 1845. Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pusainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Emmanuel Sungging mengatakan, fenomena alam yang terjadi bersamaan dengan Hari Raya Waisak ini terjadi dalam siklus 195 tahun sekali.

“Gerhana Bulan 26 Mei 2021 ini disebut sebagai siklus gerhana Bulan Saros seri 121, untuk dua siklus saros berturut-turut, fenomena bulan super merah yang bersamaan dengan Waisak, dapat berulang setiap 195 tahun. Jadi fenomena ini akan terjadi kembali 10 Mei 2199, 21 Mei 2217, dan 16 Mei 2394,” jelasnya kepada JawaPos.com (grup Sumut Pos), Rabu (26/5).

Namun, tidak perlu khawatir. Bagi masyarakat yang ketinggalan menyaksikan super blood moon secara langsung malam ini, di Bulan November mendatang akan ada lagi. Akan tetap, gerhana bulan biasa. “Ada fenomena gerhana bulan lain, di Bulan November,” ujarnya.

Untuk detilnya, pihaknya akan meluncurkan kalender astronomi sebelum fenomena tersebut datang. “Nanti detilnya biasa kami siapkan kalau sudah deket-deket sih,” ujarnya.

Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN lainnya, Andi Pangerang juga mengungkapkan, gerhana Bulan kali ini juga cukup unik, karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi. “Mengingat lebar sudutnya yang lebih besar 13,77 persen dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge) dan kecerlangannya 15,6 persen lebih terang dibandingkan dengan rata-rata atau 29,1 persen lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge, gerhana Bulan kali ini disebut juga sebagai Bulan merah super,” ujarnya.

Durasi fase total gerhana Bulan juga terbilang cukup singkat, yakni 14 menit 30 detik. Puncak gerhana sendiri akan terjadi pada pukul 18.18.43 WIB / 19.43.18 WITA / 20.43.18 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi, sementara itu puncak Perige terjadi pada pukul 08.57.46 WIB / 09.57.46 WITA / 10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi. Hampir semua negara akan bisa menyaksikan fenomena gerhana Bulan ini jika cuaca cerah, termasuk Indonesia. Dari arah Timur-Tenggara (hingga Tenggara untuk Indonesia bagian Timur), bisa menyaksikannya sekalipun tanpa bantuan alat optik.

Sebagai informasi, secara global, GBT kali ini dapat disaksikan di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Oseania, dan sebagian besar benua Amerika kecuali Kanada bagian Timur, Kepulauan Virgin sampai dengan Trinidad-Tobago, Brazil bagian timur, Guyana, Suriname dan Guyana Prancis.

Untuk Indonesia sendiri, GBT kali ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia dari arah Timur-Tenggara (hingga Tenggara untuk Indonesia bagian Timur) tanpa menggunakan alat bantu optik apapun.

Matahari Melintas Tepat di Atas Kakbah

Berdasarkan data astronomi, pada Kamis (27/5) hari ini dan Jumat (28/5) besok, matahari akan melintas tepat di atas Kakbah. Momentum ini dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya.

Hal itu disampaikan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Agus Salim. ’’Peristiwa alam ini akan terjadi pada pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA. Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana saja, akan mengarah lurus ke Ka’bah,” terangnya di Jakarta, Rabu (26/5).

Ia menjelaskan, peristiwa semacam ini dikenal dengan nama Istiwa A’zham atau Rashdul Qiblah. Artinya, waktu matahari di atas Ka’bah, bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjukkan arah kiblat. “Momentum ini, dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya. Caranya, sesuaikan arah kiblat dengan arah bayang-bayang benda pada saat Rashdul Qiblah,” katanya.

Dijelaskan Agus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses verifikasi arah kiblat, yaitu pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau pergunakan lot atau bandul. Kemudian, permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata. “Jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom,” tandasnya. (gus/mag-1/jpc/dtc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/