MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara (Sumut) mendalami dugaan pelanggaran kode etik, terkait dua oknum dokter yang diamankan dalam kasus dugaan jual beli vaksin Covid-19 jatah lembaga pemasyarakatan (lapas).
Ketua IDI Sumut Edy Ardiyansyah SpOG mengatakan, pihaknya masih menunggu proses hukum lebih lanjut terkait keterlibatan dua oknum dokter berinisial IW dan KS dalam penjualan vaksin Covid-19 tersebut. Di samping itu, kedua dokter itu rencananya juga akan menjalani pemeriksaan kode etik di internal organisasi profesi kedokteran. “Proses hukum dengan indikasi penjualan vaksin Covid-19 masuk ke tindak pidana. Kami saat ini menunggu proses yang sedang berlangsung di Polda Sumut,” ujar Edy dihubungi wartawan, Selasa (25/5).
Edy menyatakan, kedua oknum dokter itu saat ini masih berstatus sebagai dokter dan belum ada dilakukan pemecatan karena pelanggaran yang dilakukan bukan masuk ke kategori pelayanan. “Ada persoalan etik yang dibicarakan di internal organisasi profesi. Sesuai dengan praktiknya, pelanggaran yang dilakukan oleh keduanya tidak masuk ke dalam kategori pelayanan,” jelasnya.
Namun demikian, kata t dia, dari tindakan yang dilakukan keduanya terlihat dalam bekerja mengedepankan untuk memperoleh keuntungan. Ini akan menjadi pertimbangan bagi IDI Sumut untuk mengambil langkah selanjutnya. “Tentunya ini akan dilakukan setelah proses hukum yang berlangsung sudah selesai,” ucap Edy.
Edy menyebutkan, seseorang dapat digugurkan profesi kedokterannya jika nantinya terbukti melanggar AD/ART organisasi kedokteran. Hal itu juga atas pertimbangan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).
Sebelumnya, Ketua IDI Cabang Medan dr Wijaya Juwarna SpTHT-KL mengakui jika sikap IDI adalah mendukung penuh proses hukum terhadap kasus jual beli vaksin Covid-19 tersebut. Karena, kata Wijaya, siapa saja yang melakukan perbuatan melanggar hukum yang berlaku tentunya sanksinya adalah sanksi hukum. “Sikap IDI jelas mendukung proses hukum jika terjadi pelanggaran hukum siapapun pelakunya,” ungkap dia.
Oleh karena itu, Wijaya menyatakan, secara internal kedokteran, pihaknya tidak dapat memberikan sanksi. Sebab kasus jual beli vaksin Covid-19 itu notabene berada di luar ranah profesi kedokteran yakni memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. “Kewenangan berada di pihak yang berwajib,” pungkasnya.
Diketahui, Polda Sumut menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan jual beli vaksin Covid-19 tersebut. Para tersangka masing-masing berinisial SW selaku pemberi suap, IW dokter di Lapas Tanjung Gusta Medan, KS dokter di Dinkes Sumut selaku penerima suap, dan SH staf di Dinkes Sumut.
Pengungkapan kasus ini bermula dari informasi yang diterima dan dilakukan penyelidikan oleh polisi. Informasi itu menyebutkan, vaksinasi dilakukan dengan imbalan tertentu kepada kelompok masyarakat yang seharusnya belum menerima.
“Pada Selasa (18 Mei 2021) tim menemukan adanya kegiatan vaksin di sebuah perumahan. Pemberian vaksin tersebut dikoordinir oleh SW yang merupakan agen properti yang bekerja sama dengan IW dan KS. Sebelumnya, kepada penerima vaksin diminta biaya berupa uang sebesar Rp250 ribu,” kata Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak saat memberikan keterangan pers di Lapangan KS Tubun Mapolda Sumut, Jumat (21/5).
Panca menjelaskan, modus yang dilakukan yaitu SW koordinasi dengan IW dan KS. Padahal, seharusnya vaksin tersebut diberikan kepada petugas publik dan napi di Lapas Tanjung Gusta Medan. Namun, vaksin itu diberikan kepada masyarakat yang membayar. “Total uang yang sudah mereka terima selama 15 kali vaksinasi tersebut mencapai sebesar Rp271.250.000. Lalu fee yang diberikan kepada SW dari hasil kegiatan tersebut sebesar Rp32.550.000,” ujarnya. (ris/ila)