25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mendagri Dinilai tak Bijak

MEDAN-Penegasan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, agar Plt Gubernur Gatot Pujo Nugroho menganulir pemutasian sejumlah pejabat eselon II dan III di Pemprov Sumut, memunculkan reaksi di kalangan pengamat dan anggota dewan.

Pengamat Otda dari USU Ridwan Rangkuti mengatakan, penegasan Mendagri itu dipandang tidak bijak. “Bukan hal mudah untuk menganulir kebijakan itu. Alhasil, masyarakat juga akhirnya akan berpikir pemerintah pusat dan daerah seperti bermain-main dalam mengurus negara ini,” tegas Ridwan, Jumat (26/8).

Ridwan berpendapat, akan lebih bijaksana jika mendagri  tetap dengan kuputusan awal yakni Plt Gubsu diharapkan bisa melakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan yang telah diambil. “Plt Gubsu tentunya akan melakukan peninjauan terhadap kebijakannya itu dengan melakukan evaluasi. Namun, untuk mengubah kembali (kebijakan mutasi, Red) itu nantinya akan kembali menimbulkan masalah yang lebih besar di daerah ini,” kata Ridwan lagi.

Ridwan juga berkeras, mendagri mengeluarkan keputusan tidak benar dengan menganulir kebijakan Plt Gubsu tersebut hanya karena alasan tak berkoordinasi.

“Itu bisa dilakukan jika memang ada kesalahan yang tak sesuai syarat jabatan. Seperti ada jabatan yang diisi dengan pejabat yang tak sesuai golongan. Atau latar belakang pendidikan tak sesuai jabatan yang diemban, itu baru bisa dijadikan alasan tepat,” katanya.

Ia menegaskan, Indonesia merupakan negara demokratis terstruktur. “Jadi satu kebijakan itu tak serta merta hanya koordinasi atau konsultasi yang diutamakan, namun yang terpenting adalah syarat-syarat pendukungnya,” ujar Ridwan.


Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Hidayatullah menjelaskan, semua hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya. “Namun, keputusan Mendagri untuk menganulir kebijakan Plt Gubsu itu belum pernah terjadi sebelumnya,” jelasnya.

Ia berharap semua keputusan dipertimbangkan matang-matang. “Saya berharap dari keputusan yang dipikirkan dengan matang nantinya akan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Sumut, termasuk dari segi politisnya,” ujar Hidayatullah.

Sebelum ‘perintah’ anulir mutasi tersebut dituangkan dalam surat keputusan resmi, Hidayatullah meminta mendagri mengundang Plt gubsu untuk berkonsultasi. “Kan bisa dicari solusi dulu, hal ini bisa dilakukan dengan mengundang Plt Gubsu untuk berkoordinasi,” ujar Hidayatullah.

Hidayatullah mengingatkan, jika nantinya ada masalah dalam pemerintahan di Sumut, yang menjadi sorotan publik adalah Plt gubsu, bukan mendagri. “Jadi biarkan Plt gubsu sebagai orang nomor satu di Sumut melaksanakan kewewenangan mengatur pemerintahan di Sumut,” terangnya.


Lain lagi tanggapan dari Politisi Fraksi Demokrat, Sopar Siburian. Sebagai seorang pengusung hak interpelasi yang telah gagal belum lama ini, ia mengatakan sikap mendagri sudah tepat. “Plt gubsu adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Sementara mendagri adalah pembantu presiden yang notabene juga merupakan pimpinan dari masing-masing daerah dalam struktur jabatan mengenai pengangkatan atau pemutasian pejabat di daerah. Jadi, sudah tentu yang disarankan mendagri melalui surat teguran waktu itu menjadi kewajiban dan harus dipatuhi oleh Plt gubsu,” tegasnya.

Ia juga menyayangkan sikapnya yang tak bisa apa-apa saat rapat paripurna interpelasi lalu. “Dalam hati saya mengharapkan kebijakan itu memang harus dianulir. Namun, keputusan partai berbeda, karena suara partai lebih dominan, maka saya mau tak mau mengingkari hati saya,” jelas Sopar.
Anggota DPRD Sumut Fraksi Golkar Mulkan Ritonga berpendapat sama. “Mendagri merupakan atasan langsung yang membuat gawean. Jadi kita sudah pasti mendukung keputusan beliau,” ujarnya.

Mulkan juga membahas, kebijakan Plt Gubsu yang mengangkat 110 pejabat dan menonjobkan 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu menjadi satu alasan untuk mengajukan hak interpelasi. “Karena kita menilai dari kebijakan tersebut terindikasi adanya pelanggaran hukum. Nah, dengan adanya sikap Mendagri itu, kita secara blak-blakan mengapresiasi hal tersebut. Dan kita berharap Mendagri bisa melanjutkannya,” tegasnya.

Ia secara pribadi memohon maaf kepada masyarakat Sumut karena sebagai seorang penggagas hak interpelasi harus kandas di rapat paripurna belum lama ini. “Sebagai kader partai, saya harus loyal kepada pimpinan partai. Walau dengan berat hati karena memang saya sangat mendukung hak interpelasi tersebut,” kata Mulkan.

Sementara Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga merasa senang, karena sikap Mendagri semakin menunjukkan interpelasi tak diperlukan. “Dari hal ini kita bisa mengindikasikan Mendagri berusaha menangani permasalahan ini, yang ternyata bukan hanya teguran. Ini juga menjadi satu alasan saya kenapa menolak interpelasi,” jelasnya.

Meurut Chaidir, dianulir atau tidak itu tergantung sejauh mana hubungan Plt gubsu dengan mendagri. “Meski diakui terlambat oleh mendagri, Plt gubsu tentunya harus bisa menerangkan dan mengakui adanya kekeliruan dan keterlambatan koordinasi. Karena itu, Plt gubsu bisa meminta kebijakan dan jalan keluar kepada mendagri,” jelasnya Politisi Fraksi Golkar DPRD Sumut ini.

Ia juga berharap Mendagri jangan atau tak perlu terpengaruh secara psikologis di eksternal Kemendagri. “Kalau memang tak ada jalan keluar ya harus dianulir. Tapi jangan ditutup pula kemungkinan adanya kewenangan dari Plt Gubsu sebagai kepala daerah. Kita sebaiknya jangan bersikap emosional. Kita juga berharap adanya solusi yang baik dari Mendagri agar masalah ini tak meluas,” kata Chaidir.


Seperti diberitakan kemarin, Jumat (26/8), Mendagri Gamawan Fauzi menganggap kedatangan Plt Gubenur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang menemuinya di gedung Kemendagri beberapa hari lalu, sudah terlambat. Pasalnya, konsultasi masalah mutasi baru dilakukan setelah mutasi-mutasi dilakukan dan setelah mendapat surat teguran.

Gamawan menyatakan, mutasi yang sudah telanjur dilakukan Gatot tanpa konsultasi dengan dirinya, harus dibatalkan. “Karena itu sudah disampaikan tidak sesuai dengan PP, maka saya minta untuk dievaluasi kembali,” ujar Gamawan Fauzi melalui layanan pesan singkat (SMS) kepada Sumut Pos, Kamis (25/8).

Mantan gubernur Sumbar itu kukuh pada pendiriannya bahwa aturan main harus dipegang teguh. Tak ada kompromi bagi Gatot yang sudah menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.(saz)

MEDAN-Penegasan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, agar Plt Gubernur Gatot Pujo Nugroho menganulir pemutasian sejumlah pejabat eselon II dan III di Pemprov Sumut, memunculkan reaksi di kalangan pengamat dan anggota dewan.

Pengamat Otda dari USU Ridwan Rangkuti mengatakan, penegasan Mendagri itu dipandang tidak bijak. “Bukan hal mudah untuk menganulir kebijakan itu. Alhasil, masyarakat juga akhirnya akan berpikir pemerintah pusat dan daerah seperti bermain-main dalam mengurus negara ini,” tegas Ridwan, Jumat (26/8).

Ridwan berpendapat, akan lebih bijaksana jika mendagri  tetap dengan kuputusan awal yakni Plt Gubsu diharapkan bisa melakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan yang telah diambil. “Plt Gubsu tentunya akan melakukan peninjauan terhadap kebijakannya itu dengan melakukan evaluasi. Namun, untuk mengubah kembali (kebijakan mutasi, Red) itu nantinya akan kembali menimbulkan masalah yang lebih besar di daerah ini,” kata Ridwan lagi.

Ridwan juga berkeras, mendagri mengeluarkan keputusan tidak benar dengan menganulir kebijakan Plt Gubsu tersebut hanya karena alasan tak berkoordinasi.

“Itu bisa dilakukan jika memang ada kesalahan yang tak sesuai syarat jabatan. Seperti ada jabatan yang diisi dengan pejabat yang tak sesuai golongan. Atau latar belakang pendidikan tak sesuai jabatan yang diemban, itu baru bisa dijadikan alasan tepat,” katanya.

Ia menegaskan, Indonesia merupakan negara demokratis terstruktur. “Jadi satu kebijakan itu tak serta merta hanya koordinasi atau konsultasi yang diutamakan, namun yang terpenting adalah syarat-syarat pendukungnya,” ujar Ridwan.


Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Hidayatullah menjelaskan, semua hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya. “Namun, keputusan Mendagri untuk menganulir kebijakan Plt Gubsu itu belum pernah terjadi sebelumnya,” jelasnya.

Ia berharap semua keputusan dipertimbangkan matang-matang. “Saya berharap dari keputusan yang dipikirkan dengan matang nantinya akan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Sumut, termasuk dari segi politisnya,” ujar Hidayatullah.

Sebelum ‘perintah’ anulir mutasi tersebut dituangkan dalam surat keputusan resmi, Hidayatullah meminta mendagri mengundang Plt gubsu untuk berkonsultasi. “Kan bisa dicari solusi dulu, hal ini bisa dilakukan dengan mengundang Plt Gubsu untuk berkoordinasi,” ujar Hidayatullah.

Hidayatullah mengingatkan, jika nantinya ada masalah dalam pemerintahan di Sumut, yang menjadi sorotan publik adalah Plt gubsu, bukan mendagri. “Jadi biarkan Plt gubsu sebagai orang nomor satu di Sumut melaksanakan kewewenangan mengatur pemerintahan di Sumut,” terangnya.


Lain lagi tanggapan dari Politisi Fraksi Demokrat, Sopar Siburian. Sebagai seorang pengusung hak interpelasi yang telah gagal belum lama ini, ia mengatakan sikap mendagri sudah tepat. “Plt gubsu adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Sementara mendagri adalah pembantu presiden yang notabene juga merupakan pimpinan dari masing-masing daerah dalam struktur jabatan mengenai pengangkatan atau pemutasian pejabat di daerah. Jadi, sudah tentu yang disarankan mendagri melalui surat teguran waktu itu menjadi kewajiban dan harus dipatuhi oleh Plt gubsu,” tegasnya.

Ia juga menyayangkan sikapnya yang tak bisa apa-apa saat rapat paripurna interpelasi lalu. “Dalam hati saya mengharapkan kebijakan itu memang harus dianulir. Namun, keputusan partai berbeda, karena suara partai lebih dominan, maka saya mau tak mau mengingkari hati saya,” jelas Sopar.
Anggota DPRD Sumut Fraksi Golkar Mulkan Ritonga berpendapat sama. “Mendagri merupakan atasan langsung yang membuat gawean. Jadi kita sudah pasti mendukung keputusan beliau,” ujarnya.

Mulkan juga membahas, kebijakan Plt Gubsu yang mengangkat 110 pejabat dan menonjobkan 26 pejabat eselon III di jajaran Pemprovsu menjadi satu alasan untuk mengajukan hak interpelasi. “Karena kita menilai dari kebijakan tersebut terindikasi adanya pelanggaran hukum. Nah, dengan adanya sikap Mendagri itu, kita secara blak-blakan mengapresiasi hal tersebut. Dan kita berharap Mendagri bisa melanjutkannya,” tegasnya.

Ia secara pribadi memohon maaf kepada masyarakat Sumut karena sebagai seorang penggagas hak interpelasi harus kandas di rapat paripurna belum lama ini. “Sebagai kader partai, saya harus loyal kepada pimpinan partai. Walau dengan berat hati karena memang saya sangat mendukung hak interpelasi tersebut,” kata Mulkan.

Sementara Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga merasa senang, karena sikap Mendagri semakin menunjukkan interpelasi tak diperlukan. “Dari hal ini kita bisa mengindikasikan Mendagri berusaha menangani permasalahan ini, yang ternyata bukan hanya teguran. Ini juga menjadi satu alasan saya kenapa menolak interpelasi,” jelasnya.

Meurut Chaidir, dianulir atau tidak itu tergantung sejauh mana hubungan Plt gubsu dengan mendagri. “Meski diakui terlambat oleh mendagri, Plt gubsu tentunya harus bisa menerangkan dan mengakui adanya kekeliruan dan keterlambatan koordinasi. Karena itu, Plt gubsu bisa meminta kebijakan dan jalan keluar kepada mendagri,” jelasnya Politisi Fraksi Golkar DPRD Sumut ini.

Ia juga berharap Mendagri jangan atau tak perlu terpengaruh secara psikologis di eksternal Kemendagri. “Kalau memang tak ada jalan keluar ya harus dianulir. Tapi jangan ditutup pula kemungkinan adanya kewenangan dari Plt Gubsu sebagai kepala daerah. Kita sebaiknya jangan bersikap emosional. Kita juga berharap adanya solusi yang baik dari Mendagri agar masalah ini tak meluas,” kata Chaidir.


Seperti diberitakan kemarin, Jumat (26/8), Mendagri Gamawan Fauzi menganggap kedatangan Plt Gubenur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang menemuinya di gedung Kemendagri beberapa hari lalu, sudah terlambat. Pasalnya, konsultasi masalah mutasi baru dilakukan setelah mutasi-mutasi dilakukan dan setelah mendapat surat teguran.

Gamawan menyatakan, mutasi yang sudah telanjur dilakukan Gatot tanpa konsultasi dengan dirinya, harus dibatalkan. “Karena itu sudah disampaikan tidak sesuai dengan PP, maka saya minta untuk dievaluasi kembali,” ujar Gamawan Fauzi melalui layanan pesan singkat (SMS) kepada Sumut Pos, Kamis (25/8).

Mantan gubernur Sumbar itu kukuh pada pendiriannya bahwa aturan main harus dipegang teguh. Tak ada kompromi bagi Gatot yang sudah menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.(saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/