30.5 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Gugat SK Penetapan UMP dan UMK 2019 ke PTUN, FSPMI Ajak Elemen Buruh Lain

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ancaman gugatan atas surat keputusan (SK) penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2019, ternyata tidak main-main. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Medan Desember 2018 mendatang.

Namun, dalam melayangkan gugatan ini, FSPMI Sumut tak ingin sendirian. Mereka siap menjadi motor penggerak bagi elemen serikat buruh lain di Sumut dalam hal gugatan ke PTUN ini. “Kami akan mulai (permohonan gugatan ke PTUN) pada Desember mendatang. Sebab saat ini kami masih mengumpulkan data-data dan alat bukti terkait regulasi sebagai materi gugatan,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo menjawab Sumut Pos, Senin (26/11).

Dalam minggu ini, kata dia, pihaknya juga akan mengundang elemen buruh yang lain untuk menyatukan visi dan persepsi agar sama-sama berjuang menggugat penetapan upah murah buruh di Sumut ke PTUN. “Jadi gambaran kita, Desember nanti kita sampaikan gugatan tersebut. Sekitar empat elemen buruh lainnya akan ikut bergabung bersama kami untuk melakukan gugatan,” katanya.

Keterlibatan elemen buruh atau serikat pekerja lain, sambung dia, sangat penting dalam rangka menguatkan gugatan nantinya. Sebab kalau cuma FSPMI saja yang mengajukan permohonan gugatan, diakui Willy bahwa hal tersebut menjadi sia-sia.

Willy juga menilai, serikat buruh saat ini tidak kompak sehingga menyebabkan upah murah buruh di Sumut terjadi. Bahkan dirinya mengaku sering menyampaikan pernyataan tentang upah murah melalui media massa, yang kepanasan justru serikat buruh sendiri. “Harusnya kan pengusaha yang kepanasan, jadi sebenarnya upah murah ini juga kemauan dari elemen buruh sendiri. Kita duga mereka ikut membackup pengusaha,” cibirnya.

Dalam rentang waktu yang ada ini, pihaknya akan coba mematangkan komitmen dan materi gugatan bersama elemen buruh lain tersebut. Bukan tak mungkin jika respon dari elemen buruh lain tidak sevisi seperti FSPMI, maka niat melakukan gugatan tidak akan terwujud. “Gak akan ada gunanya kalau cuma kami saja yang menggugat. Kalau nanti akhirnya kawan-kawan tidak mau ikut, tentu gugatan akan kami batalkan,” pungkasnya.

Jeruk Makan Jeruk
Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB KIKES KSBSI), Usaha Tarigan mengatakan, pihaknya tidak akan mungkin ikut menggugat karena mereka berada didalam Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Kota Medan. “Justru kalau jadi gugatan dilayangkan, kamilah tergugatnya nanti,” katanya.

Menurutnya tidak mungkin hasil produk mereka sendiri digugat ke pengadilan, terkecuali pihaknya tidak berada dalam unsur Depeda. “Masak jeruk makan jeruk, kira-kira begitulah,” katanya.

Pihaknya menyebut sudah menawarkan solusi kepada Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan untuk membuat program yang berpihak bagi kaum buruh. Sebab kata Tarigan, dengan kondisi saat ini tidak mungkin besaran UMK ditetapkan diatas nilai inflasi maupun pertumbuhan ekonomi nasional.

“Faktanya KHL (Kehidupan Hidup Layak) pun di bawah UMK. Lalu inflasi dan pertumbuhan ekonomi Kota Medan juga dibawah nasional. Lantas apa dasarnya? Berbeda seperti 2017 dimana pertumbuhan ekonomi Kota Medan diatas nasional, makanya punya dasar kuat untuk menggugat,” katanya. “Makanya kita cari solusi lain dengab minta ke wali kota supaya dibuat pasar murah untuk buruh. Tinggal faktor kemauan pemerintah saja untuk merealisasikannya. Apalagi di Jakarta program itu sudah jalan,” demikian Tarigan.

Seperti diketahui, Gubsu Edy Rahmayadi sudah menandatangani SK penetapan UMK 20 kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Depeda provinsi. Besaran UMK yang akan berlaku sejak 1 Januari 2019 itu, sebagian besar juga sudah diumumkan Depeda masing-masing daerah.

Yakni Binjai Rp2.409.741, Dairi Rp2.307.801, Deliserdang Rp2.938.524, Gunungsitoli Rp2.399.083, Humbanghasundutan Rp2.326.083, Karo Rp2.829.558, Labuhanbatu Rp2.668.223, Labuhanbatu Utara Rp2.644.265, Labuhanbatu Selatan Rp2.701.106, Langkat Rp2.498.377. Nias Rp2.395.539, Padanglawas Utara Rp2.550.718, Padangsidempuan Rp2.466.325, dan Pematangsiantar Rp2.305.335.

Selanjutnya Tapanuli Selatan Rp2.675.368, Serdangbedagai Rp2.644.265. Padanglawas Rp2.521.268, Tebingtinggi Rp2.338.840, Toba Samosir Rp2.459.326, Asahan Rp2.593.986, Medan Rp2.969.824, dan Mandailingnatal Rp2.480.700. (prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ancaman gugatan atas surat keputusan (SK) penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2019, ternyata tidak main-main. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Medan Desember 2018 mendatang.

Namun, dalam melayangkan gugatan ini, FSPMI Sumut tak ingin sendirian. Mereka siap menjadi motor penggerak bagi elemen serikat buruh lain di Sumut dalam hal gugatan ke PTUN ini. “Kami akan mulai (permohonan gugatan ke PTUN) pada Desember mendatang. Sebab saat ini kami masih mengumpulkan data-data dan alat bukti terkait regulasi sebagai materi gugatan,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo menjawab Sumut Pos, Senin (26/11).

Dalam minggu ini, kata dia, pihaknya juga akan mengundang elemen buruh yang lain untuk menyatukan visi dan persepsi agar sama-sama berjuang menggugat penetapan upah murah buruh di Sumut ke PTUN. “Jadi gambaran kita, Desember nanti kita sampaikan gugatan tersebut. Sekitar empat elemen buruh lainnya akan ikut bergabung bersama kami untuk melakukan gugatan,” katanya.

Keterlibatan elemen buruh atau serikat pekerja lain, sambung dia, sangat penting dalam rangka menguatkan gugatan nantinya. Sebab kalau cuma FSPMI saja yang mengajukan permohonan gugatan, diakui Willy bahwa hal tersebut menjadi sia-sia.

Willy juga menilai, serikat buruh saat ini tidak kompak sehingga menyebabkan upah murah buruh di Sumut terjadi. Bahkan dirinya mengaku sering menyampaikan pernyataan tentang upah murah melalui media massa, yang kepanasan justru serikat buruh sendiri. “Harusnya kan pengusaha yang kepanasan, jadi sebenarnya upah murah ini juga kemauan dari elemen buruh sendiri. Kita duga mereka ikut membackup pengusaha,” cibirnya.

Dalam rentang waktu yang ada ini, pihaknya akan coba mematangkan komitmen dan materi gugatan bersama elemen buruh lain tersebut. Bukan tak mungkin jika respon dari elemen buruh lain tidak sevisi seperti FSPMI, maka niat melakukan gugatan tidak akan terwujud. “Gak akan ada gunanya kalau cuma kami saja yang menggugat. Kalau nanti akhirnya kawan-kawan tidak mau ikut, tentu gugatan akan kami batalkan,” pungkasnya.

Jeruk Makan Jeruk
Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB KIKES KSBSI), Usaha Tarigan mengatakan, pihaknya tidak akan mungkin ikut menggugat karena mereka berada didalam Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Kota Medan. “Justru kalau jadi gugatan dilayangkan, kamilah tergugatnya nanti,” katanya.

Menurutnya tidak mungkin hasil produk mereka sendiri digugat ke pengadilan, terkecuali pihaknya tidak berada dalam unsur Depeda. “Masak jeruk makan jeruk, kira-kira begitulah,” katanya.

Pihaknya menyebut sudah menawarkan solusi kepada Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan untuk membuat program yang berpihak bagi kaum buruh. Sebab kata Tarigan, dengan kondisi saat ini tidak mungkin besaran UMK ditetapkan diatas nilai inflasi maupun pertumbuhan ekonomi nasional.

“Faktanya KHL (Kehidupan Hidup Layak) pun di bawah UMK. Lalu inflasi dan pertumbuhan ekonomi Kota Medan juga dibawah nasional. Lantas apa dasarnya? Berbeda seperti 2017 dimana pertumbuhan ekonomi Kota Medan diatas nasional, makanya punya dasar kuat untuk menggugat,” katanya. “Makanya kita cari solusi lain dengab minta ke wali kota supaya dibuat pasar murah untuk buruh. Tinggal faktor kemauan pemerintah saja untuk merealisasikannya. Apalagi di Jakarta program itu sudah jalan,” demikian Tarigan.

Seperti diketahui, Gubsu Edy Rahmayadi sudah menandatangani SK penetapan UMK 20 kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Depeda provinsi. Besaran UMK yang akan berlaku sejak 1 Januari 2019 itu, sebagian besar juga sudah diumumkan Depeda masing-masing daerah.

Yakni Binjai Rp2.409.741, Dairi Rp2.307.801, Deliserdang Rp2.938.524, Gunungsitoli Rp2.399.083, Humbanghasundutan Rp2.326.083, Karo Rp2.829.558, Labuhanbatu Rp2.668.223, Labuhanbatu Utara Rp2.644.265, Labuhanbatu Selatan Rp2.701.106, Langkat Rp2.498.377. Nias Rp2.395.539, Padanglawas Utara Rp2.550.718, Padangsidempuan Rp2.466.325, dan Pematangsiantar Rp2.305.335.

Selanjutnya Tapanuli Selatan Rp2.675.368, Serdangbedagai Rp2.644.265. Padanglawas Rp2.521.268, Tebingtinggi Rp2.338.840, Toba Samosir Rp2.459.326, Asahan Rp2.593.986, Medan Rp2.969.824, dan Mandailingnatal Rp2.480.700. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/