28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Berita-Berita di Televisi dan Koran jadi Modal Menulis Lirik

TETAP KRITIS : Musisi Oppie Andaresta tetap konsisten melahirkan karya musik yang mengusung isu sosial.
TETAP KRITIS : Musisi Oppie Andaresta tetap konsisten melahirkan karya musik yang mengusung isu sosial.

Lama tak terdengar kabarnya, musisi Oppie Andaresta kembali muncul dengan sejumlah karya. Seakan tak bergeming dengan hadirnya sejumlah karya musik bertema cinta, Oppie konsisten dengan ciri khas lagu bertema kritik sosial.

 

Ahmad Sukarno Hamid, Jakarta

 

Musik Indonesia pernah ’’sesak’’ dengan lagu-lagu hits bertema sosial dan kemanusiaan, bertendensi politik. Acapkali dengan nada kritis.

Namun zaman bergerak, semakin hari lagu-lagu semacam itu pun tergerus waktu. Banyak musisi yang memilih lirik romantis dan mengikuti industri musik.

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Oppie. Dia malah melihat banyak hal yang harusnya dikritisi. Apalagi, tahun ini adalah tahun politik.

’’Saya merasakan galau juga belakangan ini. Kebetulan saya song writer, kalau habis baca koran, tv, lihat berita yang bikin gelisah, ujung-ujungnya saya curahkan lewat lirik lagu,’’ ujar Oppie Andaresta di kawasan Kemang, Jakarta, belum lama ini.

Oppie tidak berubah. Masih sama ketika muncul dengan lagu Cuma Khayalan yang langsung membawanya ke puncak popularitas. Lirik lagunya simpel, tapi mengandung pesan dan mengajak orang untuk melihat realita yang ada di masyarakat. Idealismenya itu membuat dirinya harus menerima konsekuensi, tidak lagi menjadi pop star.

Namun, dirinya mengaku tidak pernah menyesal dengan keputusannya untuk melawan arus industri musik tanah air. Wanita kelahiran 4 Januari 1973 itu tetap mengedepankan kreativitas, ketimbang materi.

Dirinya tidak pernah takut untuk tidak diterima di label musik lantaran berbeda visi dan dianggap tidak mampu memuaskan penikmat musik tanah air. Menurut wanita berdarah Padang itu, sebagai seniman, dia memiliki kewajiban untuk memberikan karya musik berkualitas kepada masyarakat.

’’Saya bisa buat indie. Satu label satu album. Kalau pun seandainya industri musik nyungsep sekali pun, tetap ada media kreativitas. Masih ada sosial media,’’ jelasnya.

Misalnya, dengan adanya fenomena Youtube sebagai media kreasi baru bagi para musisi muda yang kritis. Dia menyebut, salah satunya lagu Don’t Change the Wining Team yang beberapa pekan terakhir menghebohkan jagad Youtube.

Sebuah lagu yang menginginkan pasangan gubernur dan wakil gubernur Jakarta untuk tetap bersama itu sempat menjadi trend setter dan ditonton ribuan orang. ’’Itu juga karya kreativitas. Semua bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi modern seperti ini. Tinggal niatnya seperti apa,’’ ulasnya.

Tapi poin penting dari munculnya fenomena karya-karya idealis anak bangsa di youtube, menurut Oppie adalah, telah lahir kembali lagu yang penuh kejujuran dan kepolosan pesan. Sang penulis tidak memperdulikan kenyataan politik yang terjadi sekarang.

’’Lagu itu boleh cuek saja berharap. Karena memang aspirasi rakyat sebenarnya selalu saja berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Entah ini diartikan sebuah ratapan atau harapan kosong, atau bahkan lebih rendah lagi dari itu. Yang pasti karya itu telah berani memberi warna dan jujur menyampaikan aspirasi secara indah dan jujur,’’ bebernya panjang lebar.

Inspirasi diakuinya, seringkali datang tiba-tiba. Tema-tema yang ’’bersuara’’ diibaratkannya sebagai ’’wahyu’’ yang turun dari langit.

Kadang cepat dan kadang lambat. Dan itu diakuinya, membutuhkan proses yang panjang untuk mengolahnya menjadi sebuah karya musik.

’’Bukan instan dan bisa dikejar-kejar deadline. Kalau melihat industri musik tanah air kan, setiap artis seakan dikejar deadline untuk menghasilkan sebuah karya. Apakah menjadi tidak instan?’’ kritisnya.

Sebagai perempuan, Oppie memilih tema-tema perempuan. Misalkan saja, dirinya pernah membuat lagi berjudul Shela yang bercerita tentang kisah PSK yang masih belia.

’’Hampir 2-3 minggu ketemu dia terus, baru bisa jadi satu lagu,’’ akunya. Menurut Oppie, lagu juga bisa menjadi media yang menarik untuk belajar.

’’Kita butuh musik yang bagus. Secara musikalitas dan pesan, bukan hiperbola,’’ tandasnya. (*)

TETAP KRITIS : Musisi Oppie Andaresta tetap konsisten melahirkan karya musik yang mengusung isu sosial.
TETAP KRITIS : Musisi Oppie Andaresta tetap konsisten melahirkan karya musik yang mengusung isu sosial.

Lama tak terdengar kabarnya, musisi Oppie Andaresta kembali muncul dengan sejumlah karya. Seakan tak bergeming dengan hadirnya sejumlah karya musik bertema cinta, Oppie konsisten dengan ciri khas lagu bertema kritik sosial.

 

Ahmad Sukarno Hamid, Jakarta

 

Musik Indonesia pernah ’’sesak’’ dengan lagu-lagu hits bertema sosial dan kemanusiaan, bertendensi politik. Acapkali dengan nada kritis.

Namun zaman bergerak, semakin hari lagu-lagu semacam itu pun tergerus waktu. Banyak musisi yang memilih lirik romantis dan mengikuti industri musik.

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Oppie. Dia malah melihat banyak hal yang harusnya dikritisi. Apalagi, tahun ini adalah tahun politik.

’’Saya merasakan galau juga belakangan ini. Kebetulan saya song writer, kalau habis baca koran, tv, lihat berita yang bikin gelisah, ujung-ujungnya saya curahkan lewat lirik lagu,’’ ujar Oppie Andaresta di kawasan Kemang, Jakarta, belum lama ini.

Oppie tidak berubah. Masih sama ketika muncul dengan lagu Cuma Khayalan yang langsung membawanya ke puncak popularitas. Lirik lagunya simpel, tapi mengandung pesan dan mengajak orang untuk melihat realita yang ada di masyarakat. Idealismenya itu membuat dirinya harus menerima konsekuensi, tidak lagi menjadi pop star.

Namun, dirinya mengaku tidak pernah menyesal dengan keputusannya untuk melawan arus industri musik tanah air. Wanita kelahiran 4 Januari 1973 itu tetap mengedepankan kreativitas, ketimbang materi.

Dirinya tidak pernah takut untuk tidak diterima di label musik lantaran berbeda visi dan dianggap tidak mampu memuaskan penikmat musik tanah air. Menurut wanita berdarah Padang itu, sebagai seniman, dia memiliki kewajiban untuk memberikan karya musik berkualitas kepada masyarakat.

’’Saya bisa buat indie. Satu label satu album. Kalau pun seandainya industri musik nyungsep sekali pun, tetap ada media kreativitas. Masih ada sosial media,’’ jelasnya.

Misalnya, dengan adanya fenomena Youtube sebagai media kreasi baru bagi para musisi muda yang kritis. Dia menyebut, salah satunya lagu Don’t Change the Wining Team yang beberapa pekan terakhir menghebohkan jagad Youtube.

Sebuah lagu yang menginginkan pasangan gubernur dan wakil gubernur Jakarta untuk tetap bersama itu sempat menjadi trend setter dan ditonton ribuan orang. ’’Itu juga karya kreativitas. Semua bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi modern seperti ini. Tinggal niatnya seperti apa,’’ ulasnya.

Tapi poin penting dari munculnya fenomena karya-karya idealis anak bangsa di youtube, menurut Oppie adalah, telah lahir kembali lagu yang penuh kejujuran dan kepolosan pesan. Sang penulis tidak memperdulikan kenyataan politik yang terjadi sekarang.

’’Lagu itu boleh cuek saja berharap. Karena memang aspirasi rakyat sebenarnya selalu saja berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Entah ini diartikan sebuah ratapan atau harapan kosong, atau bahkan lebih rendah lagi dari itu. Yang pasti karya itu telah berani memberi warna dan jujur menyampaikan aspirasi secara indah dan jujur,’’ bebernya panjang lebar.

Inspirasi diakuinya, seringkali datang tiba-tiba. Tema-tema yang ’’bersuara’’ diibaratkannya sebagai ’’wahyu’’ yang turun dari langit.

Kadang cepat dan kadang lambat. Dan itu diakuinya, membutuhkan proses yang panjang untuk mengolahnya menjadi sebuah karya musik.

’’Bukan instan dan bisa dikejar-kejar deadline. Kalau melihat industri musik tanah air kan, setiap artis seakan dikejar deadline untuk menghasilkan sebuah karya. Apakah menjadi tidak instan?’’ kritisnya.

Sebagai perempuan, Oppie memilih tema-tema perempuan. Misalkan saja, dirinya pernah membuat lagi berjudul Shela yang bercerita tentang kisah PSK yang masih belia.

’’Hampir 2-3 minggu ketemu dia terus, baru bisa jadi satu lagu,’’ akunya. Menurut Oppie, lagu juga bisa menjadi media yang menarik untuk belajar.

’’Kita butuh musik yang bagus. Secara musikalitas dan pesan, bukan hiperbola,’’ tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/