27 C
Medan
Monday, July 8, 2024

Dimas Tewas di Tangan Geng Medan

Foto: Fahril/PM Foto Dimas semasa hidup.
Foto: Fahril/PM
Foto Dimas semasa hidup.

Kematian Dimas Dikita Handoko, alumni SMAN 3 Medan, oleh seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) menguak kabar tak sedap. Selain dihajar di kos-kosan milik Boru Siagian, Dimas pun tewas di tangan ketua atau pemimpin alias bos mahasiswa khusus Medan atau Sumatera Utara yang menimba ilmu di STIP.

 

Laporan Soetomo Samsu-Ken Girsang

 

Rumah kos itu sederhana, tak nampak ada kemewahan. Berada di Jalan Kebon Baru Blok R Gang II Nomor 29 RT 17 RW 12 Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, rumah berpagar besi itu kemarin nampak sepi. Pintu pagar digembok.

Para tetangga sekitar pun sebagian besar tak tahu bahwa di rumah itu Dimas Dikita Handoko dihajar hingga tewas oleh para seniornya, mahasiswa tingkat II (semester IV) STIP.

Warga sekitar baru terhenyak setelah kemarin pagi para jurnalis mondar-mandir ke sekitar rumah itu. Sudah tak tampak polisi karena para pelaku dan barang bukti sudah langsung diamankan jajaran Polres Metro Jakarta Utara, Sabtu dinihari.

Rumah itu berlantai dua. Hanya saja, untuk lantai dua, terlihat sederhana tak serapi lantai dasar. Setidaknya, itu lah yang tampak dari luar. Ruangan lantai atas pun tak seluas lantai dasar. Sepertinya, lantai atas hanyalah kamar tambahan, yang dibangun belakangan.

“Setahu kami di lantai dua itu memang untuk anak-anak kos. Lantai bawah untuk yang punya rumah, Ibu Siagian,” ujar seorang warga, yang tampak takut-takut memberikan keterangan kepada Sumut Pos. Dia pun tak tahu nama lengkap si pemilik kos itu.

Sejumlah warga pun hanya geleng-geleng kepala saat ditanya siapa saja yang kos di situ. Yang jelas, cerita seorang warga, di akhir pekan memang selalu ramai. “Tak tahu yang mana yang kos di situ, karena kalau malam Sabtu atau malam minggu itu biasanya ramai, keluar masuk,” ucap warga asli Betawi, yang enggan menyebut namanya itu. Namun, seorang warga lain sempat terdengar memanggilnya ‘Pak Nas’.

Sebelumnya, Jubir Kemenhub JA Barata mengatakan, setiap akhir pekan memang ada semacam plesiran bagi mahasiswa STIP. Yang rumahnya Jakarta dan sekitarnya, mereka akan pulang ke rumah. Sedang yang asalnya luar Jakarta, kata Barata, mereka biasanya pulang ke kos-kosan.

Saat ditanya apakah mendengar ada keributan di malam Sabtu lalu? Nas mengaku tidak tahu. Yang dia tahu, ya seperti biasanya, ramai, suara musik menghentak-hentak dari lantai dua itu. “Kami warga sini juga tak kenal mereka. Mereka tak pernah menyapa warga. Orang-orangnya tertutup,” ucapnya.

Sebelumnya, pihak kepolisian sudah menjelaskan, Dimas bersama enam rekannya dihajar oleh tujuh seniornya. Khusus Dimas, dia dibantai Angga, Fachry, dan Adnan. Sedang Satria, Widi, Dewa, dan Arief, menghajar enam kawan seangkatan Dimas, hingga babak belur tapi nyawanya selamat. Enam kawan Dimas itu adalah Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arief Permana, dan Imanza Marpaung.

Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes M Iqbal, pada Sabtu lalu sudah memberikan penjelasan bahwa Dimas dkk dihajar hanya karena dianggap tidak respek dan tidak kompak. Di tempat kos Angga itu, Dimas dkk dipanggil, diceramahi, lantas dihajar. Dimas ditendangi, dipukuli dengan tangan kosong di bagian perut, dada, dan ulu hati. Dimas yang pingsan dilarikan oleh pelaku ke RS Pelabuhan Jakarta Utara, namun ternyata sudah meninggal.

Hingga kemarin belum diperoleh identitas dan alamat pasti para pelaku dan korban. Hanya, informasi yang digali Sumut Pos, baik pelaku maupun korban semuanya adalah mahasiswa asal Sumut.

Khusus yang menganiaya Dimas, yakni Angga, Fachry, dan Adnan ketiganya dikabarkan asal Medan. Bahkan disebut-sebut Angga merupakan Ketua Tim Mahasiswa STIP yang berasal dari Medan. Jadi, Angga semacam pimpinan mahasiswa asal Medan yang kuliah di perguruan tinggi kedinasan naungan kemenhub itu.

Kabar lain menyebut, Angga pemimpin seluruh mahasiswa STIP yang berasal dari Sumut, bukan hanya Medan. Sedang enam kawan seangkatan Dimas, ada yang dari Medan, Binjai, Tanjungbalai, dan Deliserdang.

Dikonfirmasi mengenai kabar bahwa baik pelaku maupun korban semuanya berasa dari Sumut, Jubir Kemenhub JA Barata, belum berani memastikan. Namun, dia tidak menampik bahwa para mahasiswa STIP itu biasanya ngekos dan kumpul saat libur akhir pekan, bersama-sama mahasiswa satu daerah asalnya.

“Biasanya mereka memang mengelompok berdasar asal daerahnya,” kata Barata kepada koran ini kemarin.

Barata menjelaskan, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak Polres Jakut dan pihak Kampus STIP. Hanya saja, katanya, hingga kemarin belum ada perkembangan terbaru terkait jumlah korban dan pelaku. “Masih seperti yang kemarin (Sabtu, Red),” ujarnya.

Di sisi lain, Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKB Daddy Hartadi tak menampik kalau penganiaya Dimas merupakan mahasiswa asal Medan. “Iya benar korban dan pelaku berasal dari daerah yang sama. Di sana (STIP), dilakukan pembinaan dari senior yang berasal dari satu daerah,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos di Jakarta, Minggu (27/4).

Menurut Daddy, informasi diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan sementara yang hingga tadi malam masih terus dilakukan. “Untuk alamat masing-masing pelaku dan tersangka saya tidak hafal. Tapi yang pasti sampai saat ini kita sudah menetapkan tujuh tersangka. Yaitu AG (Angga), FC (Fachry), AD (Andi), ST, WD, DW dan AR,” katanya.

Dari tujuh tersangka, Angga, Fachry dan Andi ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia. Sementara empat tersangka lainnya, ST, WD, DW dan AR, pelaku yang mengakibatkan luka berat. “Tindakan para pelaku kalau itu disebut pembinaan, saya kira itu pembinaan yang kebablasan,” ujar Daddy.

Karena itu kepolisian menurutnya akan memaksimalkan penyidikan dan akan menerapkan sangkaan berdasarkan hukum yang sesuai dengan perbuatan tindak pidana para pelaku. Apalagi aksi kekerasan terjadi di luar kampus dan dilakukan pada malam hari.

Peristiwa bermula saat salah seorang pelaku pada Senin (214), menyuruh ketujuh korban datang ke tempat kost pelaku di Jalan Kebon Baru Blok R Semper Barat Cilincing, Jakarta Utara. Para korban akhirnya datang pada Jumat (25/4) malam. Karena sesuai peraturan kampus, mahasiswa harus tinggal di asrama dari Senin-Jumat. Mereka boleh meninggalkan kampus Jumat petang dan kembali lagi ke asrama Minggu siang.

 

Foto: Fakhrul Rozi/PM Rukita Armayanti dan Budi Handoko, orangtua, Dimas Dikita Handoko saat berada di rumah duka.
Foto: Fakhrul Rozi/PM
Rukita Armayanti dan Budi Handoko, orangtua, Dimas Dikita Handoko saat berada di rumah duka.

Terus Dianiaya meski Mengerang Kesakitan

Pada awalnnya kata Daddy, para pelaku yang merupakan mahasiswa tingkat II, hanya menceramahi adik angkatannya, setelah dinilai kurang respek dan kompak satu dengan yang lain. Tindakan menceramahi dilakukan setelah pelaku mendapat teguran dari mahasiswa tingkat empat.

Namun perbuatan tidak hanya sampai di situ. Para pelaku kemudian mulai melakukan pukulan dan tendangan. Bahkan saat almarhum Dimas mengerang kesakitan, tiga pelaku masih terus melakukan pemukulan hingga tersungkur dan jatuh pingsan.

Panik dengan hal tersebut, pelaku mencoba menyadarkan pelaku dengan mengoleskan minyak angin ke hidung korban. Mereka juga mencoba menciprat-cipratkan air. Namun korban tidak juga sadar hingga akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan di Jakarta Utara. Dimas diketahui menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (26/4) dini hari, sekitar pukul 00.30 WIB.

“Ini peristiwa kedua adanya korban meninggal dunia dalam enam tahun terakhir. Sebelumnya pada tahun 2008 juga pernah ada mahasiswa STIP yang tewas diduga dianiaya seniornya,” kata Daddy.

Atas peristiwa ini, belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak kampus. Namun sebagai lembaga yang menaungi STIP, Kementerian Perhubungan menyatakan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Bila ditemukan terdapat kelalaian kampus maupun mahasiswa, Kemenhub kata Juru Bicaranya, Julius Andravida Barata, tidak akan segan-segan menjatuhkan sanksi.

“Saat ini kita masih koordinasi dengan kepoolisian. Nah nanti hasilnya akan kita sinkronkan dengan tindakan apa yang akan kita ambil. Dapat berupa tindakan pemecatan terhadap para pelaku penganiayaan,” katanya.

IS Belum Pulang-pulang

Sementara itu informasi yang diperoleh dari salah seorang orangtua mahasiswa tingkat pertama STIP, anaknya hingga Minggu malam tidak kembali ke rumah. Padahal biasanya setiap Jumat malam, mahasiswa berinisial IS, selalu pulang ke rumah di bilangan Pondok Gede.

“Kita bingung juga. Sejak dengar peristiwa kemarin saya sudah berusaha mencari. Tapi telepon genggamnya tidak aktif-aktif. Saya sudah hubungi pihak kampus dan seniornya, katanya dia ada di kampus. Tapi tolong nulis namanya inisial saja ya. Saya takut nanti malah dia jadi disiksa seniornya pula,” kata Siregar.

Menurutnya, kekerasan memang kerap dialami putranya. Bahkan seperti minggu kemarin, IS pulang dalam keadaan bibir bengkak. Saat ditanya sang anak mengatakan, digampar senior.

“Aku bilang sama dia, kalau di kampus oke senior-junior harus saling menghormati. Tapi kalau di luar kampus kamu dianiaya, lawan. Tapi anak saya bilang nggak apa-apa. Paling perlakuan yang ia alami hanya tinggal beberapa bulan lagi. Karena sebentar lagi mereka sudah tingkat dua,” katanya. (rbb)

Foto: Fahril/PM Foto Dimas semasa hidup.
Foto: Fahril/PM
Foto Dimas semasa hidup.

Kematian Dimas Dikita Handoko, alumni SMAN 3 Medan, oleh seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) menguak kabar tak sedap. Selain dihajar di kos-kosan milik Boru Siagian, Dimas pun tewas di tangan ketua atau pemimpin alias bos mahasiswa khusus Medan atau Sumatera Utara yang menimba ilmu di STIP.

 

Laporan Soetomo Samsu-Ken Girsang

 

Rumah kos itu sederhana, tak nampak ada kemewahan. Berada di Jalan Kebon Baru Blok R Gang II Nomor 29 RT 17 RW 12 Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, rumah berpagar besi itu kemarin nampak sepi. Pintu pagar digembok.

Para tetangga sekitar pun sebagian besar tak tahu bahwa di rumah itu Dimas Dikita Handoko dihajar hingga tewas oleh para seniornya, mahasiswa tingkat II (semester IV) STIP.

Warga sekitar baru terhenyak setelah kemarin pagi para jurnalis mondar-mandir ke sekitar rumah itu. Sudah tak tampak polisi karena para pelaku dan barang bukti sudah langsung diamankan jajaran Polres Metro Jakarta Utara, Sabtu dinihari.

Rumah itu berlantai dua. Hanya saja, untuk lantai dua, terlihat sederhana tak serapi lantai dasar. Setidaknya, itu lah yang tampak dari luar. Ruangan lantai atas pun tak seluas lantai dasar. Sepertinya, lantai atas hanyalah kamar tambahan, yang dibangun belakangan.

“Setahu kami di lantai dua itu memang untuk anak-anak kos. Lantai bawah untuk yang punya rumah, Ibu Siagian,” ujar seorang warga, yang tampak takut-takut memberikan keterangan kepada Sumut Pos. Dia pun tak tahu nama lengkap si pemilik kos itu.

Sejumlah warga pun hanya geleng-geleng kepala saat ditanya siapa saja yang kos di situ. Yang jelas, cerita seorang warga, di akhir pekan memang selalu ramai. “Tak tahu yang mana yang kos di situ, karena kalau malam Sabtu atau malam minggu itu biasanya ramai, keluar masuk,” ucap warga asli Betawi, yang enggan menyebut namanya itu. Namun, seorang warga lain sempat terdengar memanggilnya ‘Pak Nas’.

Sebelumnya, Jubir Kemenhub JA Barata mengatakan, setiap akhir pekan memang ada semacam plesiran bagi mahasiswa STIP. Yang rumahnya Jakarta dan sekitarnya, mereka akan pulang ke rumah. Sedang yang asalnya luar Jakarta, kata Barata, mereka biasanya pulang ke kos-kosan.

Saat ditanya apakah mendengar ada keributan di malam Sabtu lalu? Nas mengaku tidak tahu. Yang dia tahu, ya seperti biasanya, ramai, suara musik menghentak-hentak dari lantai dua itu. “Kami warga sini juga tak kenal mereka. Mereka tak pernah menyapa warga. Orang-orangnya tertutup,” ucapnya.

Sebelumnya, pihak kepolisian sudah menjelaskan, Dimas bersama enam rekannya dihajar oleh tujuh seniornya. Khusus Dimas, dia dibantai Angga, Fachry, dan Adnan. Sedang Satria, Widi, Dewa, dan Arief, menghajar enam kawan seangkatan Dimas, hingga babak belur tapi nyawanya selamat. Enam kawan Dimas itu adalah Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arief Permana, dan Imanza Marpaung.

Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes M Iqbal, pada Sabtu lalu sudah memberikan penjelasan bahwa Dimas dkk dihajar hanya karena dianggap tidak respek dan tidak kompak. Di tempat kos Angga itu, Dimas dkk dipanggil, diceramahi, lantas dihajar. Dimas ditendangi, dipukuli dengan tangan kosong di bagian perut, dada, dan ulu hati. Dimas yang pingsan dilarikan oleh pelaku ke RS Pelabuhan Jakarta Utara, namun ternyata sudah meninggal.

Hingga kemarin belum diperoleh identitas dan alamat pasti para pelaku dan korban. Hanya, informasi yang digali Sumut Pos, baik pelaku maupun korban semuanya adalah mahasiswa asal Sumut.

Khusus yang menganiaya Dimas, yakni Angga, Fachry, dan Adnan ketiganya dikabarkan asal Medan. Bahkan disebut-sebut Angga merupakan Ketua Tim Mahasiswa STIP yang berasal dari Medan. Jadi, Angga semacam pimpinan mahasiswa asal Medan yang kuliah di perguruan tinggi kedinasan naungan kemenhub itu.

Kabar lain menyebut, Angga pemimpin seluruh mahasiswa STIP yang berasal dari Sumut, bukan hanya Medan. Sedang enam kawan seangkatan Dimas, ada yang dari Medan, Binjai, Tanjungbalai, dan Deliserdang.

Dikonfirmasi mengenai kabar bahwa baik pelaku maupun korban semuanya berasa dari Sumut, Jubir Kemenhub JA Barata, belum berani memastikan. Namun, dia tidak menampik bahwa para mahasiswa STIP itu biasanya ngekos dan kumpul saat libur akhir pekan, bersama-sama mahasiswa satu daerah asalnya.

“Biasanya mereka memang mengelompok berdasar asal daerahnya,” kata Barata kepada koran ini kemarin.

Barata menjelaskan, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak Polres Jakut dan pihak Kampus STIP. Hanya saja, katanya, hingga kemarin belum ada perkembangan terbaru terkait jumlah korban dan pelaku. “Masih seperti yang kemarin (Sabtu, Red),” ujarnya.

Di sisi lain, Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKB Daddy Hartadi tak menampik kalau penganiaya Dimas merupakan mahasiswa asal Medan. “Iya benar korban dan pelaku berasal dari daerah yang sama. Di sana (STIP), dilakukan pembinaan dari senior yang berasal dari satu daerah,” ujarnya saat dihubungi Sumut Pos di Jakarta, Minggu (27/4).

Menurut Daddy, informasi diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan sementara yang hingga tadi malam masih terus dilakukan. “Untuk alamat masing-masing pelaku dan tersangka saya tidak hafal. Tapi yang pasti sampai saat ini kita sudah menetapkan tujuh tersangka. Yaitu AG (Angga), FC (Fachry), AD (Andi), ST, WD, DW dan AR,” katanya.

Dari tujuh tersangka, Angga, Fachry dan Andi ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia. Sementara empat tersangka lainnya, ST, WD, DW dan AR, pelaku yang mengakibatkan luka berat. “Tindakan para pelaku kalau itu disebut pembinaan, saya kira itu pembinaan yang kebablasan,” ujar Daddy.

Karena itu kepolisian menurutnya akan memaksimalkan penyidikan dan akan menerapkan sangkaan berdasarkan hukum yang sesuai dengan perbuatan tindak pidana para pelaku. Apalagi aksi kekerasan terjadi di luar kampus dan dilakukan pada malam hari.

Peristiwa bermula saat salah seorang pelaku pada Senin (214), menyuruh ketujuh korban datang ke tempat kost pelaku di Jalan Kebon Baru Blok R Semper Barat Cilincing, Jakarta Utara. Para korban akhirnya datang pada Jumat (25/4) malam. Karena sesuai peraturan kampus, mahasiswa harus tinggal di asrama dari Senin-Jumat. Mereka boleh meninggalkan kampus Jumat petang dan kembali lagi ke asrama Minggu siang.

 

Foto: Fakhrul Rozi/PM Rukita Armayanti dan Budi Handoko, orangtua, Dimas Dikita Handoko saat berada di rumah duka.
Foto: Fakhrul Rozi/PM
Rukita Armayanti dan Budi Handoko, orangtua, Dimas Dikita Handoko saat berada di rumah duka.

Terus Dianiaya meski Mengerang Kesakitan

Pada awalnnya kata Daddy, para pelaku yang merupakan mahasiswa tingkat II, hanya menceramahi adik angkatannya, setelah dinilai kurang respek dan kompak satu dengan yang lain. Tindakan menceramahi dilakukan setelah pelaku mendapat teguran dari mahasiswa tingkat empat.

Namun perbuatan tidak hanya sampai di situ. Para pelaku kemudian mulai melakukan pukulan dan tendangan. Bahkan saat almarhum Dimas mengerang kesakitan, tiga pelaku masih terus melakukan pemukulan hingga tersungkur dan jatuh pingsan.

Panik dengan hal tersebut, pelaku mencoba menyadarkan pelaku dengan mengoleskan minyak angin ke hidung korban. Mereka juga mencoba menciprat-cipratkan air. Namun korban tidak juga sadar hingga akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan di Jakarta Utara. Dimas diketahui menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (26/4) dini hari, sekitar pukul 00.30 WIB.

“Ini peristiwa kedua adanya korban meninggal dunia dalam enam tahun terakhir. Sebelumnya pada tahun 2008 juga pernah ada mahasiswa STIP yang tewas diduga dianiaya seniornya,” kata Daddy.

Atas peristiwa ini, belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak kampus. Namun sebagai lembaga yang menaungi STIP, Kementerian Perhubungan menyatakan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Bila ditemukan terdapat kelalaian kampus maupun mahasiswa, Kemenhub kata Juru Bicaranya, Julius Andravida Barata, tidak akan segan-segan menjatuhkan sanksi.

“Saat ini kita masih koordinasi dengan kepoolisian. Nah nanti hasilnya akan kita sinkronkan dengan tindakan apa yang akan kita ambil. Dapat berupa tindakan pemecatan terhadap para pelaku penganiayaan,” katanya.

IS Belum Pulang-pulang

Sementara itu informasi yang diperoleh dari salah seorang orangtua mahasiswa tingkat pertama STIP, anaknya hingga Minggu malam tidak kembali ke rumah. Padahal biasanya setiap Jumat malam, mahasiswa berinisial IS, selalu pulang ke rumah di bilangan Pondok Gede.

“Kita bingung juga. Sejak dengar peristiwa kemarin saya sudah berusaha mencari. Tapi telepon genggamnya tidak aktif-aktif. Saya sudah hubungi pihak kampus dan seniornya, katanya dia ada di kampus. Tapi tolong nulis namanya inisial saja ya. Saya takut nanti malah dia jadi disiksa seniornya pula,” kata Siregar.

Menurutnya, kekerasan memang kerap dialami putranya. Bahkan seperti minggu kemarin, IS pulang dalam keadaan bibir bengkak. Saat ditanya sang anak mengatakan, digampar senior.

“Aku bilang sama dia, kalau di kampus oke senior-junior harus saling menghormati. Tapi kalau di luar kampus kamu dianiaya, lawan. Tapi anak saya bilang nggak apa-apa. Paling perlakuan yang ia alami hanya tinggal beberapa bulan lagi. Karena sebentar lagi mereka sudah tingkat dua,” katanya. (rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/