MEDAN-Bola panas yang mengarah ke Rektor USU Prof Syahril Pasaribu terkait kasus dugaan korupsi anggaran Pendidikan Tinggi (Dikti) ditanggapi dingin oleh yang bersangkutan. Bahkan, sang profesor merespon ‘tudingan’ Abdul Hadi, yang disebut sudah menjadi tersangka, dengan tantangan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) agar lebih cepat menguak kasus tersebut.
“Inikan menyangkut citra kita (USU),” kata Kabag Humas Bisru Hafi, Jumat (28/6) siang.
Bisru yang berbicara atas nama rektor mengakui kalau USU memang sedang menjalani proses pemeriksaan oleh Kejagung. “Makanya kami juga dorong Kejagung agar secepatnya menuntaskan kasus ini. Melalui koordinasi yang intens ini, kami pikir salah satu bukti jika USU terbuka terhadap kasus tersebut,” tegas Bisru.
Sang Humas Bisru menegaskan bahwa pernyataan yang ia berikan merupakan resmi seperti apa yang disampaikan Rektor USU, guna menyikapi pemberitaan tersebut. “Jadi rektor-lah yang meminta langsung kepada Humas untuk menyampaikan tanggapan, terkait pemberitaan di media massa tentang dugaan korupsi yang terjadi di USU,” sebutnya.
Atas pemberitaan soal dugaan kasus korupsi dana hibah pendidikan tinggi (Dikti) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu, ujar Bisru, pihaknya mengakui bahwa sekarang sedang proses pemeriksaan oleh Kejagung. Kata dia, untuk kelanjutan dari pemberitaan tersebut, tentu merupakan kewenangan Kejagung sekaligus pihaknya juga ingin mencari kebenaran terkait persoalan yang sebagaimana diberitakan. “Kemudian apakah pemeriksaan dilanjutkan apa tidak, itu merupakan domain dari Kejagung,” imbuhnya.
Rektor, lanjut Bisru, mengakui bahwa pemeriksaan yang dilakukan Kejagung terkait pengadaan barang dan jasa di dua fakultas, yakni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Fakultas Farmasi. Kendati begitu, sejauh ini, pihaknya mengklaim berdasarkan proses pengadaan tersebut sudah melaksanakan prosedur sebagaimana mestinya.
“Baik itu soal pengadaan, pengembangan pembangunan, maupun termasuk peralatan-peralatan lainnya, sudah kami jalankan sesuai dengan aturan yang berlaku,” bebernya.
Disinggung prosedur apa yang sudah dilakukan USU dalam pengadaan barang tersebut, lalu rincian spesifikasi barang seperti apa, serta teknis lainnya, Bisru meminta supaya hal itu dikonfirmasikan langsung kepada pihak Kejagung. Sebab menurut pihaknya, apa yang menjadi persoalan harus disinkronkan sesuai mekanisme yang dijalankan oleh USU sebelumnya.
Beri Sanksi yang Terlibat
Dia menjelaskan, semua tahapan pengadaan, peralatan dan pengembangan fisik, baik di FIB dan Fakultas Farmasi sudah dilaksanakan sesuai prosedur. Oleh karena itu kata Bisru, berdasarkan temuan BPK RI yang menyebutkan adanya ketidaksesuaian spesifikasi dalam hal pengadaan barang, masih sedang dalam pemeriksaan Kejagung.
“Justru kami masih menunggu bagaimana hasilnya, seperti apa juga perkembangannya. Mungkin yang perlu kita ketahui apakah benar yang disangkakan atau diduga terkait kasus tersebut. Kemudian apakah pemeriksaan akan dilanjutkan atau tidak. Tentunya ini semua masih dalam pemeriksaan Kejagung,” jelas dia.
Apabila melalui hasil pemeriksaan Kejagung, ternyata positif ada pejabat maupun pegawai USU terlibat dalam skandal korupsi tersebut, pihaknya juga tak segan-segan memberi sanksi tegas. Namun secara konkret pihaknya tak menyebut berupa apa sanksi yang dijatuhkan.
“Tentu ada. Dan yang pasti, untuk pegawai negeri sipil (PNS), pemberlakuan sanksi sesuai peraturan pemerintah tentang disiplin PNS. Jadi pada regulasi itu sudah jelas diatur sanksi-sanksinya,” urainya.
Soal adanya ‘bola panas’ yang mengarah kepada Rektor Prof Syahril Pasaribu atas kasus dugaan korupsi tersebut, Bisru dengan santai menjawab bahwa sejauh ini rektor belum memberikan respon apapun, selain masih menunggu proses pemeriksaan yang dilakukan Kejagung.
“Terkait pemberitaan yang mengarah ke rektor, sejauh ini beliau juga masih menunggu hasil pemeriksaan. Sebab rektor melihat, persoalan ini berada dalam wilayah Kejagung. Jadi, ya, masih menunggu dan belum memberikan respon apapun terkait hal itu,” jelas pria berkacamata tersebut.
Lebih lanjut pihaknya mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang juga dilakukan tim Biro Hukum USU terkait kasus tersebut, baru diketahui satu orang yang menjadi tersangka. Adalah Abdul Hadi, yang kala itu sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). “Setelah saya berkoordinasi dengan bagian hukum tadi pagi, tersangka dalam kasus itu baru 1 orang atas nama Abdul Hadi,” beber Bisru.
Keterangan ini berlawanan dengan pernyataan pihak Kejagung beberapa waktu lalu. Adalah Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, mengatakan kepada Sumut Pos bahawa ada dua tersangka untuk kasus ini. Pertama Abdul Hadi dan kedua, Dekan Farmasi USU. “Tapi saya belum dapat informasi apakah dekan yang menjabat sekarang atau dekan sebelumnya. Tapi intinya Kejagung tentu akan melakukan semua proses penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya, Selasa (24/6).
Sumut Pos pun mencoba menggali lebih jauh terkait kasus yang dimaksud. Namun hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh keterangan lebih lanjut. Namun dari penelusuran diketahui Dekan Farmasi USU bernama Prof Sumadio Hadisahputra Apt.Tokoh ini dilantik menjadi dekan Fakultas Farmasi sejak Juli 2010 hingga kini atau menjabat dalam dua periode.
Lalu, bagaimana dengan klaim USU yang menyatakan tersangka masih Abdul Hadi seorang? Dikonfirmasi kemarin, Tony meminta warga Sumut bersabar. Termasuk soal dugaan Rektor USU terlibat dan melibatkan terpidana mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, maupun seperti apa modus dugaan korupsinya terjadi. “Untuk perkembangannya mungkin baru Senin (30/6) besok bisa saya informasikan. Kalau sekarang belum ada yang dapat saya share,” katanya, Jumat (27/6) malam.
Karena itu Tony berharap masyarakat Sumut dapat bersabar, karena untuk sebuah tindakan hukum, Kejagung harus benar-benar menanganinya secara profesional. Sebab jika tidak, prinsip keadilan akan sulit ditegakkan.
“Sampai saat ini tim masih terus melakukan pendalaman. Kita berharap dalam waktu dekat ada informasi terbaru. Kalau memang ada keterlibatan pihak lain tentu Kejagung tetap menanganinya sesuai prosedur yang berlaku,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui sejak Jumat (20/6) hingga Kamis (26/6) Kejagung telah melakukan sejumlah penggeledahan setidaknya di dua tempat berbeda di Kampus USU, Medan. Pemeriksaan dilakukan setelah sebelumnya mengemuka temuan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI terhadap pengelolaan keuangan negara di 16 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia.
Kasus dugaan korupsi yang diduga membelit Abdul Hadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Prof Sumadio Hadisahputra Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi di USU ini ditengarai hasil konspirasi dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang kini mendekam di LP Sukamiskin, Bandung. Nazaruddin diduga kuat mendapatkan fee Rp30 miliar atas pekerjaannya ‘mengawal’ sejumlah proyek Dikti yang didanai dari APBN 2010 ke USU; bukan anggaran Dikti 2013 seperti diberitakan sebelumnya.
Berdasarkan penelusuran Sumut Pos dari salinan audit BPK terdapat enam proyek di USU yang diduga merugikan keuangan negara. Adanya temuan bahwa pihak USU memberikan fee sebesar Rp30 miliar kepada Nazaruddin terungkap dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yulianis, mantan Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, perusahaan milik Nazaruddin di persidangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Berdasarkan salinan audit BPK, diketahui ada enam proyek di USU yang diduga merugikan keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap USU dengan nomor : 19/HP/XIX/12/2011 tanggal 26 Desember 2011.
Keenam proyek itu meliputi, pekerjaan tiang pancang dan urugan tanah pada pembangunan gedung Fakultas Farmasi yang dilaksanakan tidak sesuai kontrak sebesar Rp1.339.021.854, tiga paket pekerjaan sebesar Rp72.626.584.000 yang tak sepenuhnya berdasarkan bukti yang sah, lengkap, dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp672.736.235, serta tak sesuai spesifikasi sebesar Rp8.465.729.000, pengadaan peralatan etnomusikologi pada Fakultas Sastra senilai Rp14.805.384.000 yang dinilai tidak memperhatikan kebutuhan senyatanya, belum dimanfaatkan, serta tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp1.055.678.800, penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS) oleh panitia pengadaan/ULP sebesar Rp39.799.238.302 yang ditemukan lebih bersifat proforma dan berindikasi pemahalan harga (mark-up) sebesar Rp1.945.338.051, 47 rekening dana masyarakat USU senilai Rp141.637.835.678,97 yang belum mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, dan terakhir, penyediaan pagu anggaran kegiatan USU tahun 2009 yang totalnya Rp50 miliar yang tak didasarkan atas usulan Kementerian Pendidikan Nasional. (mag-6/gir/rbb)